SMA Nusa Bangsa, seorang gadis turun dari motor dinas polisi yang dikendarai oleh saudaranya.
"Kak, nanti Ara pulang jam 10 pagi ya," ucap gadis cantik dengan rambut dikepang ke samping itu.
"Pagi sekali?"
"Kakak lupa ya? Kan hari ini ujian dan Ara dapat sesi pertama jadi pulangnya cepat."
"Oh, iya. Tapi maaf ya, Kakak nggak bisa jemput kalau jam segitu, kamu pesan taksi saja ya?"
"Baiklah."
Arandha berbalik, berjalan menuju dalam untuk segera masuk ke dalam ruang ujiannya.
Setibanya di depan ruang nomor dua, Arandha terdiam sejenak sambil menutup kedua matanya, hendak berdoa di dalam hati.
"Ya Allah, mudahkanlah urusan hamba dan jaga hamba dari semua hal yang bisa merusak konsentrasi hamba dan semoga hamba mengingat semua materi fisika yang sudah hamba pelajari dan hafalkan semalam." Gadis cantik itu berdoa mengharap restu dan perlindungan pada sang pencipta.
Arandha kembali membuka kedua matanya dan berjalan memasuki ruang ujian nomor dua itu.
Setibanya di dalam, dia langsung menduduki kursinya. Baru saja duduk, tiga orang siswa menghampirinya.
"Halo?" Sapaan salah satu dari siswa itu membuat Arandha langsung buang muka dan memasang ekspresi kesalnya.
"Sudah dong Ara, jangan sok jual mahal lagi sama Kelvin," ucap Reza teman Kelvin, pria yang menyapa Arandha tadi.
"Iya dong, gue kurang apa sih hingga lo nggak tertarik sama gue?" tanya Kelvin sambil tersenyum pada Arandha yang saat ini berpura-pura tidak melihatnya dengan cara menata buku pelajaran di atas meja.
"Hey, manis," rayu Kelvin lagi.
"Lo kenapa sih selalu aja ganggu gue? nggak jelas banget."
"Gua kan pernah bilang kalau gue nggak akan berhenti sebelum lo terima cinta gue," jawab Kelvin.
"Gue harus bilang berapa kali sih agar lo paham kalau gue nggak mau pacaran dulu dan gue nggak tertarik sama cowo playboy seperti lo!" Kesal Arandha pada siswa yang selalu mengejarnya.
"Pokoknya gue nggak akan nyerah sebelum gue berhasil dapatin hatimu, siswi cantik dan terpopuler di sekolahan ini," jawab Kelvin sambil tersenyum.
"Emangnya lo pikir gue akan luluh sama lo, nggak segampang itu!" ucap Arandha.
"Hey, Kelvin, Sandi, Reza. Sana pergi nggak usah ganggu Ara!" usir Vania yang datang bersama dengan dua teman Arandha yang lain.
"Apaan sih ngusir-ngusir? Ini kan ruang ujian kami juga," sahut Sandi.
"Udah sana pergi, nggak usah gangguin Ara terus, dia punya privasi!" usir Amira teman Arandha.
"Iya, nih. Lo kayak nggak punya harga diri sama sekali, udah ditolak berkali-kali juga, masih aja ngejar-ngejar Ara," sahut Azura teman Arandha juga.
"Gue mau di sini!" Kelvin menolak untuk pergi.
"Pagi semuanya." Sapaan salah satu tim pengawas yang baru saja masuk membuat Kelvin dan semua teman-temannya bubar.
Suasana di kelas menjadi sangat dingin dan tegang kala semua siswa dan siswi hanya diam di tempat duduknya, takut kepada Nira, salah satu guru pengawas ujian yang terkenal galak.
"Anak-anak, ujian akan segera dimulai 15 menit lagi jadi jangan ribut!" kata Nira dengan tegas.
"Baik, Bu." Semua siswa dan siswi menjawab secara bersamaan.
"Hari ini bukan saya yang akan jadi pengawas di ruang ini." Pernyataan Nira membuat semua murid merasa lega, mereka sangat senang karena bukan Nira pengawas mereka.
"Silahkan masuk, Mas!" Nira mempersilahkan seorang pria berjas hitam yang berdiri di depan kelas untuk segera masuk.
"Assalamualaikum." Sang pria muda berusia sekitar 21 tahun itu berjalan ke arah dalam sambil mengucap salam.
"Nah, ini adalah Damian Bagaskara, anak dari Bu Lestari pemilik SMA Nusa Bangsa, Damian ini masih kuliah di Universitas Indonesia, mengejar S2." Nira memperkenalkan Damian seorang pria yang merupakan anak pertama dari pemilik SMA Nusa Bangsa.
"Dia akan menjadi pengawas untuk hari ini," Ucapan Nira membuat Arandha terkejut, bagaimana bisa Damian adalah anak dari pemilik SMA Nusa Bangsa.
"Kenapa dia tiba-tiba jadi pengawas ujian? Selama ini dia nggak pernah terlihat ada di sini dan kenapa sekarang malah jadi pengawas?" tanya Arandha di dalam hatinya.
"Silahkan di ambil alih, Mas. Saya harus ke ruang saya," ucap Nira yang kemudian hendak pergi dari sini.
"Bu Nira!" panggil Damian pada Nira.
"Iya, Mas?"
"Terima kasih sudah melakukan apa yang saya minta." Damian berterima kasih dengan suara yang lirih agar tidak ada orang lain yang mendengarnya.
"Sama-sama," jawab Nira yang kemudian bergegas pergi setelah mengukir senyum ramah di wajahnya.
"Alhamdulillah, semua berjalan dengan mulus, aku kebagian ruang dua, ruang ujian Ara," batin Damian.
Damian kemudian segera pergi ke arah meja guru dan lantas menduduki kursi yang ada di sana.
Kini tangan kanannya menarik laci meja untuk mengambil berkas ujian yang berisi lembar absen siswa, lembar soal dan lembar jawaban.
"Jika bukan karena ingin menolong gadis baik hati itu, aku malas berada di sini," batin Damian.
Setelah berhasil meraih berkas, Damian segera meletakkannya ke atas meja guru dan kemudian menatap ke arah meja Arandha dari kejauhan. Namun sebenarnya bukan Arandha yang ingin dia lihat melainkan sosok hitam jahat yang berdiri tepat di samping Arandha.
"Pergi dari sini!" Usir Damian di dalam hatinya—berkomunikasi dengan sosok hitam dan memintanya pergi secara halus.
"Aku ingin tetap di sini!" Sosok hitam menolak permintaan halus Damian.
"Pergi atau kamu akan menyesal!" Damian menggunakan kemampuan telepati untuk berkomunikasi dengan sosok astral yang ada di sana.
"Lakukan semua yang kamu mau, tetapi aku nggak takut, haha." Tantang sosok hitam sambil tersenyum merendahkan Damian.
"Arandha tolong ke sini!" Damian memanggil Arandha.
Arandha diam di tempatnya, enggan memenuhi panggilan Damian.
"Untuk apa, Pak?" tanya Vania pada Damian.
"Bantu membagikan lembar ujian."
"Biar saya aja, Pak." Vania menawarkan diri sambil hendak berdiri namun dia urung ketika Damian melarangnya.
"Saya mau Arandha, Ara sini!"
Arandha segera beranjak berdiri dan menatap Damian dari kejauhan, menatap dengan tatapan malasnya.
"Mau apa sih tuh cowo sok tahu?" Kesal Arandha di dalam hatinya.
Setibanya di sana, Arandha hanya berdiri diam di depan meja guru.
"Ambil!" titah Damian.
Arandha segera mengulurkan kedua tangannya namun tiba-tiba, Damian menarik tangan kanannya dan memegangnya dengan sangat kuat, tentunya hal itu tidak terlihat oleh para murid yang lain karena terhadang oleh badan Arandha.
"Ada apa sih?" tanya Arandha—berbisik.
"Nanti dulu." Damian mengeluarkan sebuah gelang benang berwarna hitam, merah dan putih. Gelang itu kemudian segera dipasangkannya ke pergelangan tangan Arandha.
"Eh, apaan nih?" Kaget Arandha seraya ingin melepas gelang itu.
"Sudah pakai aja!" jawab Damian.
Arandha masih berusaha melepaskan gelang itu, namun dia tidak mampu, ikatan Damian sangat kuat.
"Gelang itu nggak akan terlepas jika bukan kemauan saya, sekuat apapun kamu mencoba, gelang itu akan tetap ada."
"Saya bukan bayi yang harus pakai gelang seperti ini!" Kesal Arandha dengan suara lirih.
Semua siswa dan siswi menatap penasaran ke arah meja guru, mereka sangat penasaran karena melihat Arandha dan Damian yang sepertinya sedang berkomunikasi.
"Sudah cepat ambil lembar ujian ini dan bagikan!" titah Damian.
"Enggak jelas banget sih kamu!" Kesal Arandha.
Arandha kemudian segera mengambil lembar ujian dan pergi ke arah teman-temannya untuk membagikan lembar ujian.
Damian tersenyum ketika sosok hitam jahat itu meninggalkan Arandha setelah gelang benang tiga warna terpasang di pergelangan tangan Arandha.
"Ini belum berakhir, sosok hitam itu akan kembali lagi sebelum aku berhasil mengusir dan memusnahkannya," batin Damian.
"Aku akan mencoba berbagai cara untuk bisa dekat denganmu agar kamu mempercayaiku dan aku bisa mengusir sosok jahat itu dengan mudah. Pokoknya energi jahat harus hilang, nggak boleh menganggu manusia!" lanjut Damian di dalam hatinya.
"Pantesan selama ini selalu nolak cinta Kelvin dan cowok-cowok di sekolah ini, ternyata dia ada main dengan anak pemilik sekolahan, murah banget sih," cibir Siska.
Siska Amelia memang membenci Arandha yang selalu menjadi prioritas pihak sekolah karena prestasinya, serta selalu menjadi rebutan para siswa hingga dia disebut primadona SMA Nusa Bangsa.
"Emang populer dan primadona, tapi ternyata gampangan, masa dekat dengan pria yang empat tahun lebih tua darinya, murahan sekali," sahut Zoya yang berada di samping Siska.
"Sis, kerjain dia lagi yok!" ajak Vika yang berada di belakang Zoya.
Damian merasakan sesuatu, dia lantas berkata secara gamblang, "Terkadang kita harus saling menyayangi bukan membenci dan berniat buruk." Damian berkata sambil menata buku-buku yang ada di atas meja guru.
"Apa Pak?" tanya Kelvin.
"Oh, nggak. Hanya saja sepertinya ada yang memiliki niat buruk ya di ruangan ini," sindir Damian pada Siska.
"Oh, iya. Saya katakan dengan tegas ya, saya nggak mau ada bullying di sekolahan orangtua saya, jadi usahakan untuk nggak nakal dan nggak suka ngerjain orang!" lanjut Damian sambil tersenyum miring—masih menyindir.
Siska langsung memasang tatapan kesalnya dan kemudian bertanya di dalam hatinya, "Apa sih maksudnya Pak Damian? Emang dia dengar ucapanku dan teman-teman tadi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments