Mengenal Cinta Indigo
Dor, dor, dor.
Tiga kali suara tembakan terdengar begitu nyaring dari dalam sebuah kamar di rumah mewah berlantai dua.
Beberapa saat setelah itu, terdengar suara langkah kaki beberapa orang yang sedang lari keluar rumah, berusaha kabur setelah menghilangkan tiga nyawa di dalam rumah itu.
Seorang remaja laki-laki berusia sekitar 11 tahun segera keluar dari persembunyiannya setelah mengetahui para penjahat bertopeng sudah meninggalkan rumahnya.
Remaja laki-laki menangis ketika melihat tiga anggota keluarganya sudah terkapar tak berdaya di atas lantai yang dingin.
"Mama! Papa! Oma!" teriak remaja laki-laki dengan sangat histeris setelah berada di dekat keluarganya.
Dua dari tiga orang sudah tak bernyawa, sementara satu dari mereka masih bernyawa meski sudah terluka parah.
"To—tolong pergi Ardhan! Ayah nggak mau kamu menjadi korban juga!" Sang pria paruh baya yang masih bernyawa meminta putranya untuk pergi dari sana.
"Enggak! Ardhan mau disini sama kalian!" tolak Ardhan sang remaja laki-laki tadi.
"Kasihan Arandha, tolong bawa dia pergi, Nak. Tinggalkan kami, selamatkan dirimu dan adikmu!"
"No, Papa!" tolak Ardhan dengan tegas.
"Kasi—han adikmu, Ardhan! Dia masih bayi, jangan sampai dia diculik!" Mohon sang papa seraya menahan rasa sakit di perutnya yang telah terkena timah panas dari peluru tembakan.
Ketika sedang berbicara dengan sang papa, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang yang sedang menaiki anak tangga.
"Cepat pergi! Selamatkan adikmu Ardhan!"
Suara tangisan bayi yang terdengar secara tiba-tiba membuat Ardhan panik. "Ara, adikku!"
"Cepat ambil dia dan kabur lah! Ayo cepat, Nak!" Mohon sang papa dengan suara yang lemah sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir dan menutup kedua matanya untuk selama-lamanya meninggalkan putra dan putrinya yang masih membutuhkan bimbingan darinya.
***
Seorang pria terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah ketika mimpi buruk belasan tahun yang lalu kembali menghampiri dan menghantuinya.
"Sudah bertahun-tahun lamanya kucoba lupakan semua kenangan buruk ini, namun kenangan buruk ini nggak juga hilang dari ingatanku," ucap seorang pria tampan berusia sekitar 27 tahun sambil mengusap wajahnya dengan dua telapak tangannya sendiri.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka dan seorang gadis berusia sekitar 17 tahun masuk ke dalam kamarnya tanpa mengucap salam.
"Kakak!" panggil sang gadis seraya berjalan ke arah ranjang yang pria tampan itu tiduri.
"Em ... malam ini Ara tidur sama Kak Ardhan ya? Ada badai dan mati lampu nih, Ara takut," pinta sang gadis cantik berhati lembut itu pada sang pria bernama lengkap Ardhan Dhavara Pratama.
"Dasar penakut!" ejek Ardhan seraya mencubit hidung gadis yang baru saja naik ke ranjangnya.
"Sakit tahu!" Kesal Arandha Dhavara Pramita.
Ardhan tersenyum melihat tingkah menggemaskan adik yang telah dia rawat sedari bayi tersebut.
Kini Arandha merebahkan tubuhnya pada ranjang sementara kepala dia letakan ke atas bahu kakaknya.
"Kakak!"
"Hem?"
"Ara pengen ketemu mama dan papa, Kak?" pinta Arandha.
Ardhan terdiam setelah mendengar permintaan sang adik yang mustahil untuk dia kabulkan.
"Enggak bisa!"
"Kenapa nggak bisa? Kata Kak Ardhan orangtua kita ada di luar negeri, jadi kita bisa—"
"Tidurlah! Ini sudah malam!" titah Ardhan seraya memotong ucapan Arandha.
"Ara pengen ketemu orangtua Ara, Kak!" Tegas Arandha kala lagi-lagi kakaknya menolak permintaannya, permintaan yang baginya sangat simpel dan mudah untuk dikabulkan.
"Jangan meminta hal atau sesuatu yang nggak bisa Kakak berikan Ara!" Bentakan Ardhan membuat Arandha terlonjak kaget dan takut. Arandha langsung menjauh dari pria itu dan Arandha langsung membelakanginya.
"Kenapa selama ini aku hanya hidup berdua dengan Kak Ardhan? Kenapa Kak Ardhan nggak pernah pertemukan aku dengan orangtuaku? Kenapa dia selalu marah jika aku memaksa untuk bertemu dengan orangtuaku?" tanya Arandha di dalam hatinya. Gadis cantik itu memang belum tahu bahwa kedua orangtuanya sudah meninggal karena dibunuh tujuh belas tahun yang lalu.
Keesokan harinya, Arandha menemui Ardhan yang sedang memakai sepatu di sofa ruang tamu.
Arandha berjalan ke arah sofa dan setelah tiba di sana, dia langsung duduk di samping pria berseragam polisi itu.
"Kak, hari ini 'kan hari Minggu, jadi biar Ara aja yang belanja bulanan ya?"
"Emang kamu bisa dan tahu apa aja yang harus di beli?" tanya Ardhan seraya mengernyitkan dahinya.
"Kan ada catatan Kakak, Ara bisa baca itu nanti."
"Baiklah, jika begitu. Ambilah catatan daftar belanja dan uang di laci ya!" titah Ardhan di akhir kalimatnya sambil mengukir senyum di wajahnya.
"Oke."
***
Siang harinya, Arandha pergi ke mall untuk membeli semua yang dia dan kakaknya butuhkan.
"Aku mulai dari toko sembako dulu deh, beli beras dan bahan pokok lainnya dulu," ucap Arandha sambil tersenyum dan melangkah pergi ke arah toko sembako.
Setengah jam kemudian, setelah memutari mall untuk membeli semua barang dan bahan yang dia perlukan, kini Arandha hendak pulang.
"Sepertinya udah semua nih, langsung pulang aja deh!" ucap Arandha yang kemudian hendak pergi namun ketika berbalik badan dan maju selangkah, dia tidak sengaja bertabrakan dengan seorang pria tampan bertubuh kekar. Arandha nyaris jatuh, namun beruntung sang pria dengan sigap memegangi tangannya hingga Arandha tak jadi jatuh.
"Mbak nggak apa-apa?" tanya sang pria.
"Iya, saya nggak apa-apa kok, Mas."
Pria asing itu tiba-tiba memejamkan kedua matanya dan merasa sedikit pusing hingga dia reflek memegangi kepalanya sendiri.
"Mas kenapa?" Pertanyaan Arandha membuat pria asing itu segera membuka kedua matanya kembali.
"Oh ... nggak apa-apa kok!" jawab sang pria dengan senyum yang aneh. Senyuman yang seperti dipaksakan dan dia seolah sedang menutupi sesuatu hal yang besar.
"Em ... kamu mau ke mana?" Pertanyaan pria asing itu membuat Arandha mengernyitkan dahinya.
"Ada apa ya kok tanya saya mau ke mana?" tanya balik Arandha pada sang pria.
"Oh, nggak ada apa-apa kok!" jawab sang pria sambil tersenyum.
"Baiklah kalau begitu, saya pergi ya?" ucap Arandha yang kemudian pergi dari sana.
"Aku harus mengikutinya!" batin sang pria yang kemudian segera mengikuti Arandha, entah apa yang dia mau dari Arandha sebenarnya.
***
Arandha sekarang sedang berada di samping mall, gadis cantik itu sedang menunggu taksi. Tanpa ia sadari, pria tak dikenal yang tadi tidak sengaja bertabrakan dengannya sedang mengawasinya dari kejauhan.
"Mana sih taksinya? Lama banget." Kesal Arandha ketika taksi online yang dipesannya beberapa waktu lalu tidak kunjung datang.
Ketika sedang menunggu, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya dan keluarlah tiga orang pria bertopeng dari dalam sana. Tanpa permisi tiga pria itu langsung menangkap Arandha dan memaksanya masuk ke dalam mobil.
"Woy!" teriak pria yang mengawasi Arandha sejak tadi ketika dia melihat Arandha diseret secara paksa ke dalam mobil.
Tanpa berpikir panjang, pria tampan berbadan kekar itu segera lari ke arah parkiran untuk mengambil motornya guna mengejar Arandha.
"Aku nggak boleh kehilangan jejak, aku harus menyelamatkan gadis itu, dia sedang dalam bahaya, ada yang berniat menghabisinya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments