Damian segera mengatakan secara gamblang apa yang telah dia lihat tadi. "Kamu pernah membunuh orang dan keluarganya yang nggak terima, mengirimkan guna-guna untukmu dan istrimu." Damian berdiri dari duduknya.
"Kamu kalau ngomong jangan sembarangan dong!" murka Agra setelah Damian berani menyebutnya pembunuh.
"Tadi katanya suruh terawang tapi kok malah marah?" tanya Damian pada Agra.
"Ya kamu udah kurang ajar ngatain saya pembunuh, kamu pikir kamu siapa, hah?!" bentak Agra tepat di depan wajah Damian.
"Kamu emang pernah bunuh orang, kan?" Pertanyaan Damian membuat Agra terdiam sejenak, memang benar dia pernah membunuh orang di masa lalu.
"Mana buktinya kalau saya membunuh orang? Mana?" teriak Agra.
"Kami ke sini itu untuk diterawang dan mendapatkan solusi dari permasalahan kami, bukan untuk mendapat penghinaan semacam ini!" Rani juga ikut murka usai suami tercintanya dituduh pembunuh oleh Damian.
"Pak Agra, Anda sudah menghabisi seseorang lima tahun yang lalu, menghabisinya dengan sangat sadis, sekarang Anda masih mau ngelak?"
"Mana buktinya?" Agra masih terus mengelak, dirinya tidak mau mengakui perbuatan kejinya terhadap seseorang.
"Guna-guna ini berbahaya untuk kalian dan kalian bisa tiada jika ini nggak dihentikan, jadi jujurlah Pak!" Damian mendesak Agra untuk jujur.
"Jujur apa? Hah! Dasar orang gila!" Tak hanya menyangkal, Agra juga menghina Damian, menghina seseorang yang ingin menolongnya dengan tulus tanpa mengharap balasan apapun.
"Sudah Sayang. Kita pergi aja dari sini, buat apa meminta bantuan pada orang nggak waras, punya gangguan jiwa, pembohong, sok tahu!" Agra terus memaki-maki Damian.
Tangan kanan Agra kemudian mengandeng tangan sang istri, kedua orang itu kemudian pergi dari sana tanpa mengucapkan salam.
Damian kembali duduk ke kursi sambil mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya.
"Sudah kuduga, aku hanya akan mendapat hinaan dan makian saja, terkadang jadi indigo itu serba salah."
Damian segera merogoh saku celananya ketika merasakan ada sesuatu yang berdering dari dalam sana, pria itu meraih ponselnya yang ada di dalam saku celana dan kemudian segera mengangkat panggilan masuk yang ada di ponselnya.
"Halo?"
"Damn, besok ada reuni nih. Kamu datang ya?" Undang seseorang dari seberang teleponnya.
"Hm, aku akan datang. Kirim aja alamatnya nanti."
"Oke," jawab si penelpon yang kemudian segera memutus sambungan teleponnya.
***
Di lain tempat, seorang gadis hendak tidur namun tiba-tiba telinganya berdengung.
"Ah, sakit!" rintihnya seraya beranjak duduk dan menutup kedua telinganya.
"Ayo keluar!" Gadis cantik berbaju tidur merah muda itu spontan membulatkan kedua matanya ketika mendengar suara bisikan dari seorang wanita.
"Siapa kamu? Siapa yang memanggilku tadi?" teriak gadis cantik yang tak lain adalah Arandha seraya melihat sekeliling kamarnya, namun tidak ada siapa-siapa di sana.
"Keluar rumah!"
"Siapa kamu? Pergi!!!" teriak Arandha dengan sangat keras.
Suara teriakan Arandha membuat Ardhan terbangun dari tidurnya dan bergegas pergi ke kamar adiknya dengan tergesa-gesa.
Namun setibanya di kamar, Ardhan tidak menemukan keberadaan sang adik, kamar bernuansa pink putih itu kosong.
"Ara!" panggil Ardhan seraya menghidupkan lampu utama kamar Arandha.
"Aaaaa!" Teriakan Arandha membuat Ardhan bergegas lari ke arah pintu balkon lantai dua yang kebetulan ada di kamar adiknya itu.
"Ara! Di mana kamu?" teriak Ardhan sambil melihat sekeliling balkon.
"Kakak tolong!" teriak Arandha.
Ardhan segera lari ke arah pagar balkon dan segera menangkap tangan sang adik, dirinya benar-benar sangat terkejut usai melihat adiknya bergelantungan di atas balkon.
"Kenapa bisa begini?" tanya Ardhan seraya memasang raut wajah paniknya.
Ardhan berusaha menyelamatkan adiknya, namun dia tak dapat menarik tubuh sang adik dengan mudah. Entah mengapa tubuh Arandha yang ringan menjadi berat sehingga Ardhan kesulitan menariknya.
"Kenapa seperti ada yang menahan Ara? Kenapa Ara berat sekali, aku nggak kuat narik tubuhnya?" tanya Ardhan pada dirinya sendiri.
"Aaaaa, lepas!" teriak Arandha kala kedua kakinya dipegang dengan sangat kuat oleh tangan yang sangat hitam dan dingin, sedingin es.
"Kakak nggak akan lepasin kamu, Ara!"
"Bukan, maksud Ara bukan Kakak."
"Akh!" rintih Ardhan ketika punggung tangannya terasa sakit seperti ada yang sedang menggigitnya, padahal saat ini hanya ada dia dan Arandha saja, tidak ada orang lain di sana.
Ardhan menahan rasa sakit di telapak tangannya, dia enggan melepaskan pergelangan tangan adiknya, dan dia justru semakin berusaha menarik adiknya dengan sekuat tenaga.
"Kakak cepat tolong Ara! Ara takut!" Histeris Arandha kala tangan hitam itu masih mencengkram kuat kakinya, mungkin itu alasan mengapa Ardhan tidak dapat menariknya.
***
Di lain tempat, Damian hendak tidur namun dia urung ketika perasaannya tidak enak.
"Aaaaa!" Teriakan seorang gadis membuatnya terdiam dan langsung memejamkan kedua matanya.
Di sana dia melihat bahwa Arandha sedang dalam bahaya, dia melihat Arandha bergelantungan di balkon.
"Hahahaha." Terdengar suara tawa jahat dari sosok hitam yang menganggu Arandha.
Damian segera membuka kedua matanya dan diam sejenak, memikirkan cara untuk membantu Arandha.
"Dia ada dalam bahaya, ada sosok jahat yang menginginkannya dan sosok jahat itu memberi sinyal bunuh diri," ucap Damian.
"Tapi bagaimana caraku menolongnya? Aku nggak tahu di mana rumahnya dan jika aku mencari alamatnya, apakah masih keburu? Pasti akan terlambat menolong." Damian berpikir keras di dalam hatinya. Pria baik itu sangat mengkhawatirkan Arandha dan ingin sekali menolongnya.
"Kakak! Kak Damian!" Panggilan anak perempuan membuat Damian menengok ke arah boneka cantik berambut panjang yang terletak di atas nakas.
"Iya, Sherri. Ada apa?" tanya Damian seraya turun dari ranjang untuk mengambil boneka miliknya.
Boneka perempuan yang cantik itu bukan boneka sembarangan, di dalamnya ada sosok anak perempuan yang memiliki energi gaib yang sangat besar, sosok itu berenergi positif.
"Kak Damian lupa kalau Sherri bisa membantu orang?" tanya Sherri pada Damian sang pengasuhnya.
"Oh, iya. Kamu 'kan bisa keluar dari boneka ini dan bisa masuk kembali juga, kalau gitu ... boleh nggak Kak Damian minta tolong kamu buat ke rumah Arandha, kasihan dia?" tanya Damian dengan lembut di akhir kalimat.
"Enggak mau ah, males!" tolak Sherri.
Damian tersenyum kala melihat sosok bocah perempuan itu memanyunkan bibirnya, terlihat sangat menggemaskan.
"Sherri nggak boleh nakal, ayo dong bantu! Energi Sherri 'kan kuat?" bujuk Damian seraya membelai rambut panjang boneka Sherri.
"No! Di sana ada sosok hitam jahat, bau lagi, nggak pernah mandi, si jorok!" jawab Sherri sambil buang muka.
Damian menggelengkan kepalanya, Sherri ini memang berbeda dari dua bonekanya yang lain, Sherri adalah sosok anak kecil yang lucu dan jahil, dia sering mengejek hantu. Tak ada rasa takut sedikitpun, semua hantu jahat dia ejek.
"Dasar bocah nakal." Kesal Damian. "Tolong dong bantu, kasihan manusia baiknya, dia kan nggak salah apa-apa, masa nggak mau bantu." Damian terus berusaha membujuk Sherri.
"Okelah, tapi nanti kasih Sherri susu ya Kakak?" pinta Sherri.
"Iya, Kak Damian janji ngasih Sherri susu nanti!" jawab Damian sambil tersenyum.
"Susu kuda," canda Sherri sambil tertawa khas anak kecil.
"Mana ada susu kuda, aneh-aneh aja kamu. Dah sono bantu! Jangan bawel!"
"Oke."
Sherri segera keluar meninggalkan boneka yang menjadi wadahnya agar bisa pergi ke rumah Arandha guna menolong gadis baik itu.
"Cie Kak Damian punya teman cantik." Boneka yang lain kini menggoda Damian.
"Apaan sih nggak jelas kamu Catty, dah sana tidur!" Kesal Damian seraya kembali naik ke atas ranjang.
"Kak Damian sedang jatuh cinta, hatinya berbunga-bunga."
"Kamu juga ikut-ikutan, dasar hantu julid!" Kesal Damian pada Albela bonekanya yang lain.
Damian memang suka mengadopsi boneka arwah, namun dia hanya mau berteman dengan arwah atau sosok dengan energi positif saja. Damian tidak mau berteman dengan sosok jahat yang memiliki energi negatif dan yang bisa menyesatkan umat manusia.
***
Kembali ke Arandha, gadis itu masih bergantungan di balkon. Sementara Ardhan hanya bisa menahan rasa sakit di kedua telapak tangannya yang digigit oleh sosok tak terlihat.
"Kenapa sakit banget sih?" tanya Ardhan di dalam hatinya.
"Aaaaa!" Arandha kembali berteriak kala sosok jahat itu secara tiba-tiba menarik kakinya.
Ardhan memperkuat pegangannya pada kedua pergelangan tangan adiknya, menahan sang adik agar tak jatuh dari ketinggian.
Di bawah Arandha terdapat patung yang terbuat dari batu, jika sampai dia jatuh maka tubuhnya akan menghantam ke patung batu yang sangat keras itu. Arandha bisa celaka jika dia tidak segera diselamatkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments