Di dalam mobil, Arandha memberontak dan berteriak meminta dilepaskan.
"Lepasin saya! Lepasin!"
"Diam Lu!" bentak salah satu dari tiga pria bertopeng yang menculiknya.
"Apa mau kalian?" teriak Arandha sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman dua pria bertopeng yang duduk di kanan dan kirinya.
Tubuh Arandha dan semua orang yang ada di dalam mobil tiba-tiba terdorong ke depan ketika sang pengemudi mobil menginjak rem secara tiba-tiba.
"Ada apa, Bas?"
"Ada yang cegat kita ni, Her," ucap sang pengemudi yang kemudian segera membuka pintu mobil untuk menemui seorang pria yang sudah berani menghalangi jalannya.
"Her, Lu jaga cewe ini dulu, gue mau bantu Bas."
"Oke, Gan."
Saat ini, pria penghadang mobil sedang berkelahi dengan dua pria bertopeng.
"Bagaimana bisa dia ada di sini?" tanya Arandha di dalam hatinya setelah melihat wajah pria itu.
Beberapa saat kemudian, dua pria bertopeng kalah dan memilih untuk kabur. Sementara pria tidak dikenal berjalan ke arah mobil untuk menyelamatkan Arandha.
Setibanya di samping pintu mobil, pria tidak dikenal itu sedikit terkejut ketika pintu mobil dibuka secara tiba-tiba oleh pria bertopeng yang masih ada di dalam mobil tadi dan tanpa aba-aba pria bertopeng tersebut langsung menyerangnya.
Arandha segera keluar dari mobil setelah mengetahui bahwa para penjahat berhasil dikalahkan dan kabur dari sana.
"Makasih ya?" Arandha berterimakasih pada sang pria yang telah menyelamatkannya, gadis itu memasang tatapan sendu.
"Kamu nggak apa-apa?"
"Enggak, kok. Saya baik-baik aja, makasih banyak kamu udah nolong saya."
"Sama-sama."
"Em ... kok kamu bisa tahu saya ada di sini?" tanya Arandha sambil memasang ekspresi penasarannya.
Pria penyelamat itu hanya diam, dia enggan menjawab pertanyaan dari Arandha karena takut Arandha tidak mempercayainya.
"Mas?" Panggilan Arandha membuat pria penyelamat langsung mengukir senyum di wajahnya dan kemudian menjawab.
"Oh, nggak. Tadi hanya kebetulan aja kok, kebetulan saya lihat kamu diseret sama mereka."
"Oh, gitu."
"Em ... rumah kamu di mana? Mari saya antar!" Pria penyelamat menawarkan bantuan pada Arandha.
"Oh, nggak perlu. Nanti aku pesan taksi online aja." Arandha menolak. Arandha adalah seorang gadis yang sangat berhati-hati terhadap orang asing atau orang yang baru dia kenal, jadi tidak mungkin dia mau diantar pulang oleh pria itu, pria yang baru dikenalnya beberapa menit yang lalu.
"Ya udah kalau begitu saya temani kamu sampai taksi onlinenya datang ya?" tawar sang pria penyelamat dengan senyuman yang belum menghilang di wajahnya.
"Em ... baiklah."
"Nama kamu siapa?"
"Arandha Dhavara Pramita, panggil aja Ara," jawab Arandha sambil tersenyum manis.
"Nama yang bagus."
"Kalau kamu siapa?" tanya balik Arandha.
Pria penyelamat itu diam, dia sepertinya enggan berkenalan dengan Arandha, gadis yang telah dia selamatkan.
"Mas?"
"Oh, iya. Nama saya Damn," jawab pria itu sambil tersenyum.
"Damn?"
"Damian Bagaskara, panggil aja Damn." Damian meluruskan.
"Em ... gimana kalau kita duduk di sana aja?" ajak Arandha seraya menggunakan jari telunjuknya untuk menunjuk ke arah kursi taman yang terletak di bawah pohon mangga—tepi jalan.
"Boleh," jawab Damian yang kemudian pergi ke arah sana bersama dengan Arandha.
Setibanya di sana, mereka berdua duduk bersandingan di kursi taman menunggu taksi online tiba.
"Kamu anak gym ya?" tanya Arandha pada Damian.
"Oh, iya. Kok tahu?" tanya balik Damian di akhir kalimatnya.
"Iya, soalnya kamu sama seperti kak Ardhan," jawab Arandha sambil tersenyum.
"Ardhan?"
"Iya, kak Ardhan adalah kakak saya, dia yang sudah merawat saya dari bayi." Arandha menjawab sambil tersenyum tipis.
"Oh, lalu apa persamaannya dengan saya?" tanya Damian seraya menaikan sebelah alisnya.
"Tubuh kalian sama-sama kekar, jadi kalian pasti sama-sama anak gym," jawab Arandha sambil mengeluarkan ponselnya.
"Ini dia kakakku." Arandha langsung membuka layar dan menunjukkan foto Ardhan yang ada di wallpaper ponselnya.
Secara tiba-tiba, Damian menatap fokus foto rangkulan antara Ardhan dan Arandha. Tiba-tiba mata pria itu terpejam dengan sendirinya.
Dalam gelap dia menemukan gambaran masa lalu kelam yang dilalui oleh Ardhan. Damian mendengar suara tembakan yang sangat nyaring dan dia melihat ada darah yang berserakan di lantai rumah mewah berlantai dua.
Tidak hanya itu, Damian juga melihat ada seorang remaja laki-laki berlari ke arah kamar bayi dan ...
Gambaran hilang ketika Damian membuka kedua matanya setelah Arandha tiba-tiba memegang pundaknya dan memangil namanya, membuatnya tidak fokus.
"Kamu kenapa?"
"Oh, nggak apa-apa," jawab Damian dengan senyum yang dipaksakan.
"Beneran nggak apa-apa?"
"Ehh ... iya benar nggak apa-apa kok."
"Em ... kamu nggak sibuk hari ini?"
"Kalau sibuk, pergi aja. Kayaknya bakalan lama deh nunggunya." Arandha mempersilahkan Damian untuk meninggalkannya apabila ada kesibukan yang tidak bisa ditunda.
Damian tersenyum dan kemudian berkata, "Saya nggak sibuk kok."
"Ya udah kalau begitu," jawab Arandha yang kemudian fokus dengan ponselnya.
"Em ... Ara?"
"Iya, ada apa?"
"Aku saranin kamu untuk berhati-hati dan tetap waspada karena ada seseorang yang berniat buruk padamu dan dia nggak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang dia mau." Damian berkata dengan ragu, dirinya takut Arandha tidak percaya pada kata-katanya.
"Dari mana kamu tahu saya sedang dalam bahaya?" tanya Arandha seraya meletakan ponselnya dan menatap Damian dengan raut wajah penasarannya.
"Mereka nggak akan berhenti meski sudah membuat orangtuamu pergi, saat ini mereka sedang mengincarmu," ucap Damian.
"Apa maksudnya? Orangtuaku pergi itu karena bisnis, mereka ada di luar negeri?"
Damian mengernyitkan dahinya dan kemudian bertanya secara pelan-pelan, "Em ... orangtua kamu sudah meninggal, kan?"
"Apa?" Arandha sangat terkejut setelah mendengar bahwa orangtuanya sudah meninggal.
"Iya, mereka korban pembunuhan beren—"
"Cukup! Jangan membohongi atau menakut-nakuti saya, tahu apa kamu tentang keluarga saya? Emangnya kamu kenal sama orangtua saya?" Arandha tiba-tiba marah.
Gadis itu berdiri dengan wajah yang memerah ketika orang asing yang tak tahu apa-apa soal keluarganya berani mengatakan bahwa orangtuanya sudah meninggal, baginya itu hanya bullshit, omong kosong.
"Em ... maksud saya—"
"Jangan sok tahu tentang keluarga saya, papa dan mama saya masih hidup, mereka ada di luar negeri!" Arandha menyangkal.
Di saat yang bersamaan, taksi online yang telah dipesan oleh Arandha tiba, tanpa sepatah kata apapun Arandha segera membuka pintu taksi dan kemudian masuk ke dalamnya.
"Harusnya aku nggak bicara begitu, semua orang nggak akan ada yang percaya padaku, aku memang bodoh!" Damian marah pada dirinya sendiri.
***
Malam harinya, seorang pria tampan baru saja merebahkan tubuhnya di atas ranjang hendak beristirahat setelah melewati hari yang panjang.
"Mian! Damian!" Panggilan seorang wanita paruh baya dari luar pintu membuat pria yang tak lain adalah Damian itu beranjak turun dari ranjangnya.
Damian melangkah ke arah pintu kamar dan setelah tiba, dia langsung membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.
"Ada apa, Ma?" tanya Damian pada sang wanita paruh baya yang tak lain adalah ibu kandungnya.
"Ada orang datang, katanya mau nemuin kamu," jawab Lestari sang mama Damian.
"Siapa yang mau bertemu dengan Mian malam-malam begini?" tanya Damian.
"Entahlah, temui saja dia. Dia ada di ruang tamu."
"Baiklah, Ma."
Damian segera turun ke lantai satu untuk menemui tamunya. Setibanya di lantai satu, dia segera pergi ke arah sofa dan duduk di hadapan tamunya.
"Maaf, kalian siapa?" tanya Damian dengan sopan pada pria dan wanita yang sudah menunggunya.
"Saya Agra dan ini istri saya, Rani."
"Hm, ada keperluan apa ya?"
"Em ... dengar-dengar kamu indigo ya?" tanya Agra pada Damian.
"Bukan, saya hanya manusia biasa," jawab Damian sambil tersenyum tipis.
"Jangan menyangkal, Mas!"
"Kalau iya kenapa? Kalian mau apa? Minta diterawang?" tanya Damian. "Enggak akan ada yang percaya pada kelebihan yang saya miliki, jadi percuma aja kalian ke sini," lanjut Damian.
"Tolonglah, Mas. Kami sedang ada masalah nih!" mohon Rani dengan tatapan sendunya.
"Yakin? Emangnya kalian mau percaya dengan apa yang akan saya katakan nantinya?" tanya Damian pada pasangan suami-isteri itu.
"Iya, saya berjanji akan percaya dan saya bersedia membayar biaya konsul—"
"Saya nggak membuka jasa konsultasi, maaf! Kelebihan yang diberikan oleh Tuhan bukan untuk diperjualbelikan."
"Oh, kalau begitu, tolong bantu kami, Mas. Kami bingung harus ke mana lagi?" mohon Rani.
"Baiklah, apa masalah kalian?"
"Saya dan istri saya sering merasakan sakit di perut kami, Mas."
"Apa kalian sudah periksa ke dokter?" tanya Damian.
"Sudah dan kata dokter kami sehat, nggak ada penyakit apa-apa." Agra yang menjawab pertanyaan Damian.
Damian berdiri dari duduknya dan dia segera pergi ke arah dapur untuk mengambil sesuatu.
Tak beberapa lama kemudian, Damian kembali dengan membawa gelas berisi air putih. Damian meletakkan gelas berisi air putih itu ke atas meja ruang tamu usai dia tiba di ruang tamu.
Damian kemudian mencoba menerawang dengan metode air putih yang suci belum tercemari apapun. Setelah beberapa saat diam dan mencoba melihat, akhirnya Damian menemukan sebuah gambaran yang sangat mengerikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Nina Har
suka banget sama cerita nya thooor.lanjut lg dong thooor
2023-10-24
0