Selesai pamitan pada, rasti. Rayan berniat pulang, masih ingat dengan pesan kaak nya untuk tidak lewat dari jam sepuluh malam. Disaat dirinya menunggu taksi, Rayan di akgetkan dengan sosok yang tadi sempat di oabti luka nya.
"Kau mau pulang, Rayan?"
"Eh, iya kak." Jawab nya gugup.
"Mari saya antar pulang, sebagai ganti karena kamu sudah mengobati luka ku."
Rayan berpikir, apakah tidak masalah kalau dirinya pulang bersama orang yang dia tidak kenal sama sekali. Apa lagi kondisinya tidak baik - baik saja.
"Tapi--"
"Tidak akan ada masalah. Hanya sebagai ucapan terima kasih. Mari, silahkan masuk." Ucap Arya dengan lembut, ia membuka pintu mobilnya, mempersilahkan Rayan masuk.
Tak enak hati menolak, Rayan pun mengangguk, mengikuti perintah orang yang belum ia ketahui nama nya itu.
Sepanjang perjalanan, Rayan diam, tau tau mau bicara apa
"Kamu tinggal dimana?" Tanya Arya membuka suara. Rayan pun memberikan alamat rumahnya.
Belum habis dari waktu yang di tentukan. Rayan sudah kembali ke rumah, tak lupa mengucapkan kata terima kasih pada orang asing yang sudah mengantar nya.
***
Rama di hadang oleh orang yang tak dia kenal sama sekali. Disaat dirinya pergi keluar kota untuk perjalanan bisnis. Dia dia kagetkan dengan empat orang yang berusaha mencelakainya.
"Turun." teriak orang yang berdiri di depan mobilnya.
"Sial! Mau apa mereka? Adam, siapa mereka?"
"Tidak tau tuan, sepertinya mereka memang sengaja menghadang perjalanan kita. Sebaiknya tuan diluar saja, biar saya yang menghadapi mereka." Ucap Adam, ia langsung keluar tanpa menunggu jawaban dari tuan nya.
Bukan hanya Adam saja, Rama juga ikut keluar dari mobil. Tak tega melihat Adam bertarung seorang diri. Baku hantam pun terjadi, mereka saling serang, slaing melakukan perlawanan hingga empat orang itu tumbang.
"Cih, hanya segitu kemampuan kalian. Aku tau kalian bukan rampok tapi di suruh oleh seseorang. Katakan pada tuan mu aku tidak takut padanya." Ucap, Rama. Dia kembali masuk kesalam mobil setelah selesai membereskan orang yang sudah menghaalngi perjalanan panjang nya.
"Tuan. Mungkinkah mereka orang - orang nya, Arya?"
"Segala sesuatu bisa mungkin, Adam. Tapi biar lah. Jika Arya memang ingin perang, aku akan hadapi. Kedua orang tua ku sudah tiada akibat Aditama. Tidak ku sangka, Arya bersikap licik seperti itu. Harusnya dia tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh, papa nya. Jika salah maka salahkan, jika benar maka di benarkan.."
Adam mengangguk setuju, mereka pun meninggalkan tempat kejadian tersebut.
Dilain tempat, Arya juga sedang melakukan meeting dengan salah satu rekan bisnis nya. Ia bersama Bara bertemu setelah selesai meeting, sambil menunggu pesanan berbincang seputar bisnis yang mereka geluti. Selesai mengopi, Bara pamit pergi karena masih ada yang ingin dia selesaikan. Sedang Arya pergi membeli rokok ke seberang caffe.
Tanpa di duga, Arya diserang oleh orang tak di kenal.
Dor..
Letusan senjata terdengar hingga mmebuat orang yang ada disekitar panik. Arya kaget, ia melihat lengan sebelah kirinya sudah terluka. Arya langsung mencari tempat persembunyian.
"****! Ini pasti ulah mu, Rama. Sialan. Bisa - bisanya kamu menyenrangku di tempat umum. Awas kamu, Rama akan ku lakukan pembalasan yang lebih keji lagi. Tunggu saja pembalasan ku." Arya mengeram marah. Ingin kembali menyenyerang lawan tapi dirinya tidak membawa senjata. Sentaja miliknya tertinggal di mobil.
Saat itu pula dia mengutuki dirinya yang tidak siaga setiap saat. Aku harus pergi dari sini, kalau tidak aku bisa lenyap juga sia - sia. Arya mengumpati, Rama yang sudah menyerang dirinya. Detik itu juga dia bersumpah akan membalas yang lebih kejam lagi.
Berlari sambil menunduk untuk menghindari tembakan. Dan akhirnya Arya berhasil keluar dari sana. Dia berlari ke sembarang tempat hingga dia menemukan minimarket. Tanpa pikir panjang, Arya masuk mencari tempat untuk bersembunyi. Dan sialnya musuh itu mengejar nya, mereka masuk kedalam minimarket tersebut.
Dor..
Suara letusan kembali terdengar hingga semua pengunjung disana serta karyawan kaget, mereka semua ketakutan.
"Jangan ada yang bergerak. Tetap ditempat. Jika kalian menurut dengan apa yang kami lakukan kalian akan selamat tapi jika kalian tidak menurut, kama pistol ini akan meletus di kepala kalian." Ucap seorang pria berpakaian hitam.
Semua orang yang ada disana terdiam ketakutan. Tak ada yang berani bergerak sedikit pun, bajkan untuk bernafas saja mereka takut.
"Kamu.." Ucap Rayan, ia keget melihat, Arya yang terluka, pria yang kemaren malam juga mengalami luka di wajahnya, masih tampak ada luka di wajahnya kini sudah mendapat luka tembakan di lengan kirinya. Rayan juga melihat Arya memegani lengan nya yang kesakitan.
"Ssss. Diamlah, jangan katakan jika aku bersembunyi disini. Kamu tetap bersikpa seperti biasa saja." Pinta Arya memelas. Rayan mengangguk takut apa lagi dia mendengar suara tembakan beberapa menit lalu.
Dua orang pria berkeliling mencari keberadaan, Arya. Mereka juga melihat tetesan noda darah di sekitar lorong.
"Kamu.." Ucap mereka pada Rayan yang berdiri mematung. Rayan terlonjak kaget.
"Kamu melihat seorang pria terluka?" Tanya nya. Rayan geleng kepala, ia sangat ketakutan melihat pistol diarahkan padanya.
"Jangan bohong. Kau ingin mat!?" Sentak pria itu.
"Sa-saya tidak melihat siapa pun, tuan. Tadi saya fokus memilih belanjaan saya." Rayan menjawab dengan gugup berdoa agar tidak disakiti oleh mereka.
"Kenapa ada darah disini?"
Sa-saya tidak tau. Ucap Rayan. Lagi - lagi dia ketakutan, tubuhnya bergetar hebat.
"Periksa di sekitar sini, Arya pasti berada di tempat ini, noda merah itu sebagai bukti.." Mereka pun mencari keberadaan Arya, namun hasilnya nihil, tak menemukan pria yang mereka incar.
"Huh.." Rayan bernafas lega disaat penjahat itu sudah pergi. Dia pun mendekat dimana, Arya bersembunyi. Ya, pria itu bersembunyi di balik kaca besar. Tidak akan ada yang menduga diirnya berada di balik kaca tersebut.
"Tuan. Keluar lah mereka sudah pergi." Ucap Rayan.
Tak lama, Arya keluar, ia sudah sedikit lemas, darah nya sudah banyak yang terbuang.
"Astaga, apa tuan baik - baik saya. Sebaiknya kita ke rumah sakit." Ucapnya panik. Tanpa menunggu jawaban Arya, Rayan mengambil lengan, Arya lalu membawanya keluar. Banyak pasang mata melihat mereka dengan takut.
***
"Bagaimana kondisi nya, dokter?" Tanya Rayan
"Bukan masalah besar. Hanya saja pasien tetap harus di operasi, untuk mengeluarkan peleuru yang ada di tubuhnya. Segera tanda tangan surat persetujuan nya , nona."
"Em.. Bisakah saya bertemu dengan nya sebentar."
"Silahkan.."
Rayan langsung menemui, Arya. Rasanya tidak mungkin dia melakukan hal yang diminta dokter itu.
"Tuan.. Apa ada keluarga anda yang bisa di hubungi. Dokter mengatakan anda harus segera di operasi untuk mengeluarkan peluru yang ada di tubuh, anda itu.."
Arya menatap Rayan dengan lemas. Baginya luka tembakan tersebut bukan lah masalah besar, akan tetapi darah nya yang sudah banyak terkuaras membuatnya merasa lemas rak berdaya.
"Lakukan saja, jika harus menunggu mama ku itu akan memakan banyak waktu. Lakuakn, aku mengijinkan mu untuk melakukan hal itu semua."
"Tapi-"
"Lakukan lah." Tegas Arya, ia kesal. Dirinya sudah lemas, Rayan masih ingin berdebat dengan nya, rasanya dia tak bertenaga untuk berdebat saat ini.
"Baiklah." Rayan pasrah, dia pun melakukan hal yang diminta, Arya. Sambil menunggu , Arya selesai operasi. Rayan menghungi Anggi. Nomor yang di berikan, Arya sebelum dirinya masuk ruang operasi.
**
"Dokter. Bagaimana kondisi putra ku? Apa dia baik - baik saja?" Tanya Anggi, air mata nya sudah menetes. takut kehilangan. Belum laam dirinya ditinggal suaminya, kini putra nya malah mengalami luka tembak. Anggi mengira putranya sedang kritis.
"Wanita ini, kan yang waktu itu?" Gumam Rayan dalam hati. Lalu dia memberanikan diri untuk bicara.
"Tante.. Apa kabar?" Ucap Rayan, ia tersenyum lembut.
"Kamu. Kamu wanita yang dulu pernah menolong ku, kan? Kamu, Rayan"
Rayan mengangguk, ia senang ternyata wanita itu masih mengingat nya. "Tante masih ingat." Ucap nya.
"Tentu saja. Masa sih lupa sama orang yang sudah berbuat baik pada kita. Apakah kamu yang menghubgiku ku tadi?"
Rayan kembali mengangguk, ia mengajak wanita itu duduk sambil menunggu operasinya selesi.
Ceklek.
Dokter keluar dari ruang operasi dengan perasaan lega.
"Dokter, bagaimana putraku, apa dia baik - baik saja?" Tanya nya panik
"Tenang nyonya, putra anda baik - baik saja. Luka nya tidak parah, hanya saja tetap butuh melakukan tindakan operasi untuk mengeluarkan peluru dari lengan nya. Tunggu saja putra anda di pindahkan keruang rawat. Baru kalian bisa menemuinya."
Anggi mengangguk, hatinya lega mendengar penuturan dokter itu.
Rayan sebenarnya ingin kembali pulang, tapi Anggi malah meminta Rayan untuk menemaninya sampai, Arya sadar kembali.
"Kau mengenal putraku?" Tanya Anggi. Kini mereka duduk diruangan rawat Arya sambil menunggu pria itu sadar dari pengaruh obat bius nya.
"Tidak tante, hanya saja beberapa kali kami pernah bertemu. Saya juga tidak tau kenapa tuan itu bisa mendapat luka seperti ini." Jawab Rayan dengan sendu
Anggi tersenyum, ternyata feeling nya tidak salah, wanita yang pernah menolong nya memang benar - benar baik.
"Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih, kamu sudah menolong putra ku juga aku. Entah dengan apa harus membaals kebaikan kamu, nak.."
"Tidak tante. bukan kah sesama manusia kita wajib saling menolong. Bila orang lain bertemu hal yang sama mereka juga akan melakukan hal ini.."
Arya membuka mata perlahan. ia meringis merasakan sakit di bagian lengan nya. ternyata setelah pengarih obat bius nya hilang, rasa sakit nya terasa.
"Mama." Lirihnay pelan. Ia melihat mamanya sedang duduk bersama seorang gadis yang tadi sudah menolong nya.
"Arya, kamu sudah bangun nak. Kamu butuh apa katakan sama, mama. Biar mama ambilkan."
"Arya haus, ma."
"Baiklah." Anggi mengambilkan air minum serta sedotan nya, lalu di bantunya, Arya untuk minum, setelah itu dia duduk kembali, tersenyum menatap putranya yang baik - baik saja.
"Arya, kamu tau nak. Ini gadis cantik yang mama ceritakan waktu itu, dia yang sudah menolong, mama. Benarkan apa kata mama, dia cantik." Seru Anggi. Dia memuji kecantikan dan kebaikan, Rayan pada , Arya putra nya.
"Iya ma. dia baik." Jawab Arya dengan datar.
"Tante, ya sudah. Saya ijin pulang, kakak saya bisa marah kalau saya pulang lama." Rayang tersenyum pada Anggi yang terlihat cemberut, ia masih ingin bersama gadis itu.
"Semoga cepat sembuh, tuan.." Arya mengangguk, ia memandangi Rayan yang sudah hilang di balik pintu.
"Dia kenapa buru - buru pulang sih, mama kan masih ingin cerita banyak hal."
"Ma." Sela Arya, heran melihat tingkah mama nya yang tak biasa.
"Mungkin dia ada urusan, kenapa mama seolah ingin menahan nya. Bagaimana kalau keluarga nya marah. Jangan buat keadaan menjadi sulit."
"Pokoknya kamu harus mengucapkan terima kasih sama gadis itu. Mama tidak mau tau."
"Astaga mama, Arya masih sakit. Nanti kalau Arya sudah smebuh, pasti mengcapkan terima kasih, tadi Arya lupa, ma." ucapnya
***
Rama, meminta Adam untuk melakukan penyerangan terhadap perusahaan Aditama. Dia tak terima atas kejadian yang ada diluar kota. Dia yakin kalau, Arya yang sudah melakukan penyeranagan kecil itu. tak akan ada ampun baginya, hingga Arya bersama keluarga nya mendapatkan teguran.
"Dam. Minta orang kita memabatalkan kerja sama kita, kalau mereka masih menjalin kerja sama dengan perusahaan, Aditama. Aku tidak akan pernah membiarkan, Arya menang. Jika di sudah berani menyerang ku itu sama saja dengan melawan ku dalam bentuk apa pun. Aku yang kehilangan orang tua ku, lalu kenapa dia yang marah. Aku berhak mendapatkan keadilan."
Adam mengangguk paham, dia sudah melakukan banyak hal agar beberaap rekan bisnis mereka membatalkan kerja sama mereka dengan perusahaan, Aditama. Adam juga ikit geram, karena sudah di hadang di tengah jalan. Sampai kapan pun dia akan tetap melindungi, Rama dari serangan musuh, tuan nya.
[Cara mu terlalu licik, Rama. Ini sikap asli mu, kenapa sejak dulu kamu pendam]
Pesan dari Arya membuat Rama tersenyum sinis. Ini belum seberapa, Arya. "Kau yang sudah memulai semua ini, maka jangan salahkan aku jika menjadikan mu jatuh miskin hingga tak terhingga. Seandainya kau membiarkan papamu masuk dalam bui penjara aku tidak akan melakukan hal sejauh ini. Terima lah akibat nya." Gumam, Rama tanpa mau membalas pesan dari, Arya.
"Sayang, kamu pasti belum makan siang, kan?" Mila datang membawa makan siang untuk kekasihnya. Ia tau, Rama sangat sibuk pasti akan lupa dengan urusan perut nya sendiri.
"Kamu disini?" Ucap Rama tersenyum, ia melihat paper bag yang di bawa kekasihnya, hatinya menghangat melihat hal itu. Perhatian, Mila membuatnya semakin jatuh cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments