Tahanan Suamiku
Seorang pria berjalan tergesa - gesa di Bandara, ia baru saja menginjakkan kaki di negara kelahiran nya. Tadi subuh ia mendapat kabar bila kedua orang tua nya telah tewas di habisi oleh orang yang tak di ketahui. Rasanya dia tak percaya mendengar kabar tersebut semua terasa seperti mimpi.
Tak lama dia langsung menaiki taksi untuk segera tiba dirumah nya. Matanya memerah sejak tadi sudah menahan amarah pada orang yang tak di ketahui. Mendapati kabar bila kedua orang tua nya di habisi oleh orang lain. Rasanya sangat sakit.
Sampai dirumah, ia melihat adiknya sudah terisak, menangisi kedua jenajah yang sudah terbujur kaku. Para pelayat memberikan jalan agar dirinya bisa melihat jenazah kedua orang tuanya yang sudah berada di peti.
"Rayan?" Lirihnya. Matanya berkaca - kaca menatap adiknya yang terisak pilu. Betapa adiknya pasti sangat sedih, menghadapi semua ini sendirian sebelum dirinya kembali.
"Kakak. Papa sama mama. Hiks. Aku takut kak, papa sama mama sudah tidak ada, Rayan harus apa, Hiks."
Rama memeluk adiknya, ia juga sama sakit nya, air matanya mengalir, tak mampu berucap. Dilihatnya kedua orang tuanya yang sudah berada di dalam peti jenazah tersebut.
Tak butuh waktu lama. Jenazah di bawa ke pemakaman, Rayan selalu terisak atas kehilangan kedua orang tua nya secara mendadak itu. Tak ada kalimat yang terucap selama proses pemakaman. Baik Rayan mau pun Rama. Ia terus memeluk adiknya sambil memperhatikan proses pemakaman kedua orang tua nya hingga selesai.
***
"Apa yang terjadi, Ray kenapa mama sama papa bisa sampai seperti ini?" Tanya nya.
"Aku tidak tau kak. Malam itu mama sama papa bilang akan pergi makan malam bersama sahabat mereka yang ada di luar kota. Ray juga di ajak, tapi Ray menolak karena ada tugas kuliah. Lalu--- Hiks, lalu subuhnya ada kabar dari rumah sakit, mengatakan mama sama papa sudah tewas. Huuuu." Raya semakin menangis. tak sanggup menceritakan semuanya.
"Sttt. Jangan sedih ada aku disini, apa pun yang terjadi aku akan selalu melindungimu."
Setelah memastikan adiknya sudah terlelap akibat menangis. ia mencari informasi atas kematian kedua orang tuanya. Ia tak percaya kalau semua itu terjadi pada kedua orang tuanya.
"Apa yang terjadi sebenar nya, kenapa kalian pergi tiba - tiba?" Tanya nya, ia berpikir keras untuk semua yang terjadi pada keluarga nya.
Ditempat lain. Ada juga keluarga yang meratapi kehilangan orang yang di cintai. Keluarga Aditama baru saja juga memakamkan orang terkasih mereka. Ardan Aditama meninggal disaat yang bersamaan.
"Ma, aku tidak terima ini. Siapa pun yang sudah melakukan ini pada papaku akan ku lenyapkan mereka." Udap Arya. Dia tidak akan mengampuni siapa pun yang sudah menghilangkan nyawa papanya.
"Arya, dengarkan mama mungkin ini sudah jalan nya takdir papa kamu. Mama berusaha iklas, nak. Mama hanya ingin papa kamu tenang disana."
"Tidak ma, mana mungkin aku membiarkan pelaku kejahatan bekeliaran dimana - mana. itu hal mustahil, jangan minta aku untuk memaafkan orang yang sudah melenyapkan papaku. Tidak akan pernah." Arya begitu murka, tidak ada maaf bagi orang yang sudah membunuh papanya. Siapa pun itu akan dia lenyapkan.
Malam itu. Anggi, mamanya menceritakan kalau papanya pergi ijin ingin bertemu dengan keluarga Patra. Dan setelah itu mendapat kabar dari kantor polisi bila suaminya tewas akibat tembakan orang yang tak diketahui.
"Patra..." Arya mengeram marah, satu nama itu ia hapal dalam ingatan. Tangan nya di kepal kuat, rasanya dia ingin sekali menghabisi orang yang sudah membuat papanya tiada.
***
"Hai.. Bagaimana kabar mu. Maaf aku tidak bisa datang melihat kedua orang tua kamu disaat terakhir, aku berada diluar kota dan baru pulang tadi pagi." Ucap seorang wanita yang merupakan kekasih, Rama.
Rama hanya mengangguk kecil, ia mengulurkan tangan agar kekasihnya duduk disamping nya. Di peluknya wanita itu erat seolah takut jika suatu saat dirinya juga akan kehilangan wanita terkasihnya itu.
"Jangan sedih, apa pun yang terjadi kita harus tetap melanjutkan hidup, bukan? Percayalah kedua orang tua mu sudah tenang disana.."
"Hem, aku hanya kasihan pada, Rayan. Dia sangat sedih, Rayan masih kecil masih sangat membutuhkan kedua orang tua ku, Mil. Aku tak sanggup melihat dia setiap hari menangis."
Mila mendesah berat, ia tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang di cintai.
"Untuk itu, jangan pergi lagi, menetaplah disini. Kau bisa menjaga, Rayan sampai dia mandiri.."
"Itu sudah aku putuskan, setelah aku pikir, sepertinya aku harus mencari tau siapa yang sudah menghabisi nyawa kedua orang tua ku. Polisi hingga saat ini belum juga menemukan pelakunya."
"Hem, baiklah. Sebaiknya kita makan siang. Pekerjaan mu tinggal dulu. Aku akan menemai mu hari ini bekerja."
Rama tersenyum, ia tau kekasihnya berusaha menghiburnya, dan dia suka itu. Disaat dirinya sedang terpuruk, dia memang butuh ditemani oleh seseorang yang mengerti dirinya.
Baru saja Rama bersama, Mila pergi. Seseorang datang kesana, ia menatap tajam pada seorang wanita yang duduk sambil mengerjakan pekerjaan nya.
"Aku mau bertemu dengan tuan Patra." Ucap Arya dengan lantang.
Wanita itu bingung, bukankah Patra sudah meninggal dunia minggu lalu. Lalu dia berpikir, mungkin yang di maksud adalah Rama Arkilo Patra.
"Tuan Patra baru saja keluar makan siang bersama kekasihnya." Jawab wanita itu dengan takut.
"Sial. Aku ketinggalan." Umpatnya kesal. "Katakan padanya, aku mencarinya. dan jangan sampai kamu lupa. Katakan jika aku ingin menghabisinya." Setelah mengatakan itu, Arya pergi meninggalkan perusahaan tersebut. Ia berjanji akan menghabisi siapa yang sudah melakukan perbuatan keji itu pada keluarganya.
***
"Tante sedang apa?" Tanya Rayan, ia menopang tubuh seorang wanita paru baya, kalau tidak ada Rayan mungkin tubuhnya sudah jatuh ke lantai.
Anggi memegangi kepalanya yang sedikit pusing, datang ke Mall hanya ingin menghilangkan rasa penat. namun kekuatan pisiknya belum juga pulih.
"Maaf nak, tante sudah merepotkan mu. Kepala tante rasanya sedikit pusing." Ucapnya, ia menampilakn senyum nya.
"Sebaiknya tante duduk disana dulu, ayo saya bantu." Ujar Rayan, menopang tubuh Anggi untuk bisa duduk dengan aman.
"Tante datang bersama siapa?" tanya nya kemudian setelah mereka mendapatkan tempat duduk.
"Bersama sopir, tadinya putra tante sudah melarang keluar rumah, tapi tante bosan dirumah terus. ya berakhirlah seperti ini." Rayan mengangguk paham. Matanya menatap kesekeliling arah mencari sopir yang dimkasud, Anggi
"Mana sopir tante?"
"Entahlah. Sepertinya sedang pergi. padahal tadi tante minta untuk menunggu."
Rayan berpikir keras. Dia tak mungkin meninggalkan wanita itu seorang diri dengan kondisi yang kurang baik.
"Bagaimana kalau tante saya antar ke rumah sakit saja." Tawaran terakhir yang menurutnya lebih baik. dia juga akan segera kembali pulang. Kakaknya sudah bertanya dia dimana.
"Hem. Sebaiknya juga begitu, kamu tidak keberatan sama sekali kan, nak?" Tanya Anngi merasa tak enak hati
"Tidak kok, tante. Mari saya bawa. Ada sopir saya disana, tante." Anggi mengangguk, di pandanginya Rayan yang terlihat tulus. Disaat sekarang sangat jarang ada orang yang perduli dengan orang lain.
***
"Maaf saya tidak bisa menunggu putra tante lebih lama lagi, saya sudah akan kembali pulang keluarga saya sudah menanyai saya. tidak apa, kan tante?" Tanya Rayan tak enak hari, ia meringis pilu.
Anggi tersenyum, ia mengangguk tak masalah. Diantar ke rumah sakit saja sudah sangat bersyukur.
"Terima kasih, kamu sangat baik. Maaf tante tidak bisa memberikan apa pun, kalau saja kamu mau menunggu putra ku sampai tiba, akan kami bayar upah mu, nak." Ucap Anggi dengan tulus.
"Tidak perlu tante, saya melakukan itu dengan iklas. Kalau begitu saya permisi. Semoga tante sehat dan baik - baik saja." Rayan menampilkan senyum tulusnya sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.
Di parkiran, Rayan sibuk berbalas pesan dengan kakaknya, malam ini , Rama memang berjanji akan makan malam bersama adiknya, tapi rupanya adiknya itu belum juga sampai dirumah.
Brukk.
"Agrhkk."
Tubuh Rayan oleng, ia kaget akibat tubuhnya di senggol benda keras. Dia pikir tubuhnya telah menubruk tembok, ternyata bukan.
"Maaf. Saya tidak melihat jalan. Maaf kan saya." Ucapnya tulus. ia meringis, menertawakan dirinya yang menduga menubruk tembok.
"Kamu tidak apa?" Tanya seorang pria, ia mengulurkan tangan untuk membantu, Rayan berdiri.
"Tidak. Terima kasih, sekali lagi maaf kan aku. Permisi." Rayan dengan cepat pergi meninggalkan tempat tersebut, mencari dimana keberadaan sopirnya.
Sedang pria itu terpaku menatap wanita yang sudah pergi meninggalkan dirinya.
"Cantik." Satu ucapan itu lolos begitu saja dari bibirnya. Ia langsung kaget setelah menyadari hal itu.
"Apa yang ku pikirkan. Astaga, harusnya aku menamparnya karena sudah menubrukku tadi. Sial. Itu kesalahan ku." Umpatnya. lalu kembali melangkah menuju ruangan dimana orang tersayang nya di rawat.
***
"Darimana saja kamu. Sejak tadi sudah ditunggu. Ada Mila juga." Ujar Rama kesal. Adiknya yang minta makan malam bersama, tapi malam dia pula yang keluyuran.
Rayan meringis tak enak hati, ia tersenyum kecil melihat kekesalan kakak nya.
"Maaf. Tadi sehabis kampus aku pergi ke Mall, eh malah bertemu dengan ibu - ibu yang sakit, akhirnya aku anterin kerumah sakit, kak". Ucap nya sedikit bersalah. "Mana kak, Mila. Kapan dia datang?" Tanya nya
Di ruang makan. Kita makan bersama, nanti saja kamu mandi. Kelamaan tau.
"Iya, ya. Jangan marah, nanti kak Mila takut dekat - dekat sama kamu, kak Rama. Diluar sana banyak pria yang menyukai kak, Mila." Rayan menggoda kakaknya yang masih saja kesal.
Ray. ya ampun kamu kemana saja, kita sudah menunggu mu sejak tadi. Kebiasaan pulang malam.
Rayan terkekeh, diliriknya Rama yang masih saja melotot padanya. "Maaf kan, Mila. Tadi ada insiden kecil. Tapi ya sudah lah, aku juga sudah dirumah. Mari kita makan. Kita eksekusi makanan lezat ini.."
Mereka duduk bersama sambil menikmati makan malam. Sambil sedikit bercerita tentang keseharian mereka.
"Oh ya, siapa yang masak. Apa bibi atau kak, Rama?" Tanya Rayan
"Beli, bukan masak. Mana sempat masak, kami saja pulang malam. Rama sangat sibuk hari ini." Mila menjawab apa adanya, karena Rama memang lumayan sibuk, dia harus melihat semua pekerjaan ayahnya. Selama ini dia tinggal diluar Negeri.
"Kapan kalian menikah kak. Aku ingin kalian menikah tapi setelah menikah, jangan tinggalkan aku, tetaplah tinggal dirumah ini." Ucap Rayan penuh harap. Dia ingin rumahnya dipenuhi canda tawa, kalau Mila ada dirumah mereka, setidaknya, Rayan ada teman ngobrol.
Mila melirik kekasihnya. Dia tidak mungkin memutuskan seorang diri. Kalau Rama memintanya untuk segera menikah, maka dia sudah siap. Tapi sayang nya kekasihnya hanya diam.
"Ck, kalian hanya pacaran tanpa mau menikah, ya? Jangan sampai aku menikah duluan." Rayan mendengus kesal. Ia pun melipir menuju kamar setelah selesai makan.
"Mila, jangan hiraukan apa yang dikatakan, Rayan. Dia masih kecil. Nanti dia juga akan lupa dengan apa yang dia katakan.." Mila mengangguk. Ia tersenyum kecut, ternyata rama belum juga siap menikah.
***
Hari ini, Rama mendapati kabar tentang siapa yang ditemui kedua orang tua nya sebelum meninggal dunia. Rama sangat marah, berdasarkan orang suruhan nya, kedua orang tua nya malam itu pergi bertemu dengan Aditama. Rama tidak mengenal siapa orang itu, selama ini dia tinggal diluar Negeri.
"Brengsek. Awas saja kalian. Kenapa harus menghabisi kedua orang tua ku. Akan ku balas semua perbuatan mu, Aditama. Akan segera ku kirim kamu bertemu dengan kedua orang tua ku. Tunggu saja." Ucapnya. ia sangat marah mengetahui fakta sesungguhnya. Bahkan melihat laporan serta poto dimana kedua orang tuanya merenggang nyawa. Mata nya kembali berkaca - kaca tapi sudah di ingatkan dengan kejadian menyedihkan tersebut.
"Adam!" Serunya
"Iya tuan.."
"Kau yakin dengan semua informasi ini?" Tanya nya memastikan sekali lagi.
"Yakin seratus persen, tuan. Tuan Patra meninggal akibat di bunuh oleh orang yang belum diketahui, namun pada saat malam itu, kedua orang tuan anda pergi menemui keluarga Aditama. Saya tidak tau ada pertemuan apa mereka saat malam itu." Ucap Adam.
"Sial. Pasti Aditama mengetahui masalah ini, aku harus mencarinya.." Ucapnya. Adam, "kamu cari siapa Aditama itu, dan carikan alamat rumahnya, aku ingin bertemu mereka. Jika mereka terlibat dengan kasus ini, aku tidak akan segan - segan melenyapkan mereka juga."
Adam mengangguk pasti. Dia mengerti dengan kesedihan hati, Rama. Siapa pun orang yang berada di posisinya saat ini, akan melakukan hal yang sama.
"Semoga anda tidak salah langkah, tuan. Bisa jadi bukan Aditama yang melakukan hal ini. Tapi bisa juga. Semoga keadilan terungkap secepatnya." Bisik Adam dalam hatinya.
**
"Rayan ini undangan untuk mu, jangan lupa datang nanti malam, ya?"
Rayan tersenyum sambil mengangguk, ia menerima undangan tersebut. "Iya, aku akan datang. Terima kasih atas undangan nya."
"Kira - kira, aku bisa pergi gak, ya? Kalau kakak melarang ku bagaimana? Dia kan sangat posesif, takut inilah, takut itulah, apa lagi dengan semua kejadian yang menimpa mama dan papa. Huh. Rasti pasti sangat kecewa kalau aku tidak datang." Rayan sedih, dia tak menyalahkan Rama atas penjagaan yang ketat terhadap dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments