Bab 5. Dia istrimu

Bab 5. Dia istrimu

Airin kembali menghela napas, membuangnya dengan kasar. “Sa-saya ....” Airin menjeda ucapannya untuk sesaat, “benar saya asisten Tuan,” jawab Airin akhirnya meskipun hatinya pedih saat mengatakan itu semua.

Mendengar jawaban Airin, Wiksa lagi-lagi menatap Airin aneh, wajahnya semakin terlihat gusar dan tidak menyukai Airin. “Apa yang terjadi dengan kamu?” tanya Wiksa kasar.

“Maaf, Tuan saya mengalami kecelakaan saat pergi bersama Tuan,” jawab Airin singkat.

Wiksa seketika menyengitkan dahinya, menatap tajam. “Diam! Mendengar ucapan kamu, membuat kepalaku semakin sakit. Kamu! Argh ... sakit!” teriak Wiksa sembari memegang kepalanya.

Airin segera menjauh dan berdiri di belakang sang ibu. Namun, Wiksa semakin berteriak keras dan memukul-mukul kepalanya yang terasa sakit. Airin kembali menekan bel darurat untuk yang kedua kalinya. Seorang Perawat segera memasuki ruangan dan tidak lama sudah kembali memeriksa dan menenangkan Wiksa.

“Nyonya, saya mohon tolong jaga emosi pasien, saat ini suami Anda belum bisa berpikir terlalu berat,” saran Perawat, “Nyonya, keadaan seperti ini akan sering terjadi saat Tuan berusaha keras saat mengingat sesuatu,” jelas sang Perawat.

Airin mengangguk mendengar penjelasan Perawat, diam dan memperhatikan bagaimana Perawat menangani suaminya. Airin sadar jika semua kesabarannya akan di uji oleh Wiksa suaminya sendiri. Setelah semuanya beres Airin memutuskan untuk tidak memaksa Wiksa mengingat semua tentang dirinya, saat ini tujuan utama Airin bagaimana dia bisa merawat suaminya dengan sabar.

“Airin ....” Sang ibu mertua menyapanya iba.

Airin hanya tersenyum menatap sang ibu mertua, kepalanya menggeleng seakan memberi isyarat agar sang ibu tidak memprotes keputusannya saat ini. Namun, bagaimanapun juga, manik matanya tidak bisa berbohong, cairan bening sudah memenuhi sudut matanya.

“Airin tapi?”

Lagi-lagi Airin hanya menggeleng, netranya meneduh untuk beberapa saat. “Maaf, ‘kan, saya Bu,” bisik Airin dengan suara serak.

“Airin, Ibu tidak menyalahkan kamu, kejadian ini karena kecelakaan,” tutur sang ibu sembari mengikis air matanya yang lolos begitu saja di pipinya.

Mendengar suara tangis Airin, Wiksa yang sedari tadi melihat dengan tatapan tidak suka langsung berteriak memanggil. “Ibu,” panggil Wiksa sembari memegang kepalanya, “Ash ... sakit,” rintihnya pelan.

Mendengar panggilan Wiksa sang ibu segera melepas tangannya dari wajah Airin, menoleh ke arah anaknya. Sang ibu tanpa banyak bicara mendekat, memeluk Wiksa, berkali-kali sang ibu mencium pucuk kepala Wiksa, berusaha memberi ketenangan pada anak semata wayangnya. Sang ibu yang berusaha tegar, akhirnya menyerah kalah melihat kondisi Wiksa yang tiba-tiba berubah seratus derajat.

“Srooott ....” Sang Ibu mengusap hidungnya yang berair.

“Wiksa, ka-kamu mengingat Ibu, Nak?” tanya sang ibu untuk memastikan.

Wiksa mengangguk untuk menjawab pertanyaan sang Ibu. Namun, netranya seketika berubah saat melirik ke arah Airin dan tak lama berubah menjadi tatapan kebencian yang tanpa sebab. Sang ibu yang melihat perubahan dratis dari sikap Wiksa seketika menatap Wiksa tak suka.

“Wiksa, ada apa? Kenapa kamu menatap Airin seperti itu?” tanya sang ibu pelan.

“Argh ... kenapa setiap aku melihatnya, perasaan aku jadi kesal. Lagi pula dia hanya seorang asisten,” jawab Wiksa mengejutkan.

“Wiksa ... dia istrimu. A-I-Rin. Dia, Airin istri kamu!” tegas sang ibu kecewa.

Wiksa menatap wajah sang ibu berusaha meyakinkan dengan apa yang baru di dengarnya. Namun, kembali Wiksa menggeleng menolak semua pemahaman yang membuatnya semakin kesal. Wiksa memilih memutus tatapannya begitu saja ke arah Airin dan memilih membuang muka.

“Airin, sabar ya? Saat ini Wiksa tengah berada dalam keadaan tak stabil,” tutur sang ibu, berusaha untuk menenangkan hati menantunya.

“Airin paham Bu, ta-tapi, kenapa harus Airin yang terlupakan Bu ....” Airin tergugu dalam pelukan sang ibu dengan semua kesedihannya.

“Diam!” sentak Wiksa mengejutkan.

“Diam! Apa? Kamu akan menangis terus seperti itu!” sentak Wiksa dengan semua kekesalannya.

“Ibu, suruh asisten itu untuk diam!” tegas Wiksa keras.

Mendengar teriakan demi teriakan yang Wiksa lontarkan dengan arogan, membuat tubuh Airin bergetar takut, memahami perubahan sikap Airin sang ibu langsung mendekat ke arah Wiksa, menahan semua amarah yang sedari tadi berusaha di tahannya.

“Wiksa ....” Sang ibu menegur dengan suara gemetar.

“Aku, tidak menyukainya Ibu, suruh dia pergi. Pergi!” usir Wiksa.

Sang ibu yang melihat emosi tidak stabil Wiksa akhirnya mau, tidak mau menuruti perkataan sang anak. Airin yang menyadari semua sikap suaminya memilih untuk diam dan dengan suka rela Airin ke luar dari kamar suaminya. Airin memilih menunggu di depan ruangan di mana suaminya di rawat. Airin hanya duduk meringkuk di depan pintu, tubuhnya terlihat terguncang dalam diamnya, berkali-kali Airin menepuk dadanya pelan, mengurai rasa sesak yang sedari tadi memenuhi rongga dadanya.

‘Apa, aku sanggup menghadapi sikap Mas Wiksa nantinya,’ batin Airin meragu sembari mengusap pipinya kasar.

Airin dengan langkah gontai menyusuri lorong rumah sakit, langkahnya tanpa arah kini berhenti di area parkir rumah sakit. Suasana hiruk pikuk serta beberapa mobil ambulans datang dan pergi, tetapi kakinya terus melangkah. Netranya memindai jalanan dengan tataoan kosong, berkali-kali Airin mengusap dadanya pelan.

"Huuff ... rasa sesak dalam dadanya semakin membuncah, meninggalkan sekeping hati yang terlara saat mendengar ucapan suaminya.

"Nyonya, awas!" teriak kencang seorang laki-laki mengejutkannya, meraih tangan Airin cepat. "Hati-hati, Nyonya," pesannya sebelum melepas tangannya dan berlalu pergi mrninggalkan Airin.

"Astafirullah ...."Airin tersadar dari semua lamunannya.

Di sinilah Airin berdiri sekarang, di depan masjid besar yang cukup jauh dari rumah sakit, masjid yang terletak di sebelah barat alun-alun kota ***. "Subhanallah," tutur Airin saat menyadari jika langkahnya tanpa arah berhenti tepat di depan masjid.

Netranya seketika meneduh, langkahnya serasa ringan tanpa beban, hatinya sedikit mereda. Memasuki tempat wudhu wanita dan tidak lama memasuki masjid. "Akhirnya, langkahku terhenti di sini," lirihnya sembari meraih mukena yang tersimpan rapi di loker.

Airin dengan ketulusan hatinya, memasrahkan semua beban dalam benaknya, menyamankan jiwanya untuk beberapa menit, menumpahkan semua cerita yang tertulis untuknya pada Yang Esa. "Jika, semua takdir telah tertulis atas semua KehendakMu, aku ikhlas Ya Allah," putus Airin di penutup doanya.

Ada rasa lega dalam batinnya, keputusan sudah Airin ambil dan bertekad untuk menyadarkan Wiksa suaminya dari semua keterpurukannya. Langkahnya kembali mengayun pelan, menyusuri jalanan tengah kota dengan semua kesadarannya. Tiba di area rumah sakit, langkahnya sedikit meragu, tetapi bibirnya tersenyum lega.

"Mas ... Airinmu sudah siap, semua keputusan sudah Airin ambil dan apa pun itu, asal untuk kesembuhan Mas, Airin siap."

Airin kembali menyusuri koridor rumah sakit, tiba di depan kamar rawat inap suaminya. Langkahnya seketika terhenti, teriakan demi teriakan Airin dengar dari mulut Wiksa yang terus berteriak tidak jelas. "Airin!" tegur sang ibu mertua mengejutkan.

"Ibu ...." Airin menjawab kikuk dan sesaat tersadar dengan kepergiannya.

"Ada, apa. Bu?"

Terpopuler

Comments

Syhr Syhr

Syhr Syhr

Sebegitu lapang nya hati kamu, Airin. Semoga Wiksa segera sembuh dan kembali mengingatmu

2023-12-24

1

Tri Widayanti

Tri Widayanti

Kasihan Airin

2023-11-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. 21+ Kemesraan terakhir
2 Bab 2. Tragedi
3 Bab 3. Kondisi Wiksa
4 Bab 4. Bu Mas Wiksa
5 Bab 5. Dia istrimu
6 Bab 6. Wiksa aneh
7 Bab 7. Penolakan Wiksa
8 Bab 8. Airin cemburu
9 Bab 9. Tersisih
10 Bab 10. Jin iprit semakin berani
11 Bab 11. Kesabaranku hanya setipis tisu
12 Bab 12. Mas Wiksa
13 Bab 13. 21+ Kalian
14 Bab 14. 21+ Aku harus membatalkan
15 Bab 15. Aku baik-baik saja
16 Bab 16. Airin di culik
17 Bab 17. Tidak mendapat restu
18 Bab 18. Ibu setuju tapi dengan satu syarat
19 Bab 19. Saya setuju dengan syarat yang Ibu ajukan.
20 Bab 20. Akhirnya mereka melakukanya juga
21 Bab 21. Airin pingsan
22 Bab 22. Positif hamil
23 Bab 23. Kabar tidak menyenangkan.
24 Bab 24. Dia hampir kehilangan
25 Bab 25. Berubahlah Airin
26 Bab 26. Bertemu kembali
27 Bab 27. Tinggal bersama kami
28 Bab 28. Cerita sepenggal
29 Bab 29. Apa ceritamu bisa di percaya
30 Bab 30. Dia bukan anak Wiksa
31 Bab 31. Ada apa dengan kepalaku ini
32 Bab 32. Sedikit ... saja
33 Bab 33. Bawa aku pulang Dam
34 Bab 34. Bajumu lebih bau
35 Bab 35. Ada apa? Nyonya
36 Bab 36. Anda boleh pulang
37 Bab 37. Jaga rahasia ini
38 Bab 38. Apa? Kamu bisa
39 Bab 39. Lakukan demi Ibu
40 Bab 40. Saksi yang menghilang
41 Bab 41. Perubahan Wiksa
42 Bab 42. Wina kambuh
43 Bab 43. Wanita gila
44 Bab 44. Kita lihat, esok akan seperti apa
45 Bab 45. Gila! Kamu benar gila
46 Bab 46. Tentang Soni
47 Bab 47. Mereka pergi
48 Bab 48. Lima tahun kemudian
49 Bab 49. Pertanyaan Abbi
50 Bab 50. Abbi sakit
51 Bab 51. Bagaimana Airin
52 Bab 52. Beri aku waktu
53 Bab 53. Abbi menangis
54 Bab 54. Bertemu Dewi
55 Bab 55. Kejujuran Abbi
56 Bab 56. Kita jalan-jalan
57 Bab 57. Abbi yang penasaran.
58 Bab 58. Maafkan ibu
59 Bab 59. Jangan pisahkan aku dengan Abbi
60 Bab 60. Tolong ganti dengan perawat perempuan
61 Bab 61. Kejujuran Adam
62 Bab 62. Airin kalian ....
63 Bab 63. Oh, dia ....
64 Bab 64. Ini antara kita
65 Bab 65. Penolakan Abbi
66 Bab 66. Aku tidak ingin menemuinya
67 Bab 67. Pergi
68 Bab 68. Abbi di sana! Anakku di sana
69 Bab 69. Maaf 'kan Ibu Abbi
70 Bab 70. Boleh aku duduk di sini
71 Bab 71. Aku ikhlas
72 Bab 72. Hantarkan dia hingga peristirahatan terakhir
73 Bab 73. Ini Makam Uti
74 Bab 74. Adam sedang tidak baik-baik saja.
75 Bab 75. Ada apa?
76 Bab 76. Kejujuran Abbi
77 Bab 77. Jabatan Bapak bukan kaleng-kaleng
78 Bab 78. Tentang Adam
79 Bab 79. Ka-ka-kamu
80 Bab 80. Kamu pasti akan menuai karma
81 Bab 81. Aku yang lebih dulu datang Airin.
82 Bab 82. Benar cinta itu menyakitkan
83 Bab 83. Boleh kami masuk
84 Bab 84. Apa lamaran ini di terima
85 Bab 85. Mbah, apa? Keputusanku sudah tepat?
86 Bab 86. Ciuman ini bukti cintaku
87 Bab 87. Mbah Tun ada apa?
88 Bab 88. Adam awas
89 Bab 89. Airin kamu harus kuat
90 Bab 90. Tidak Airin
91 Bab 91. Terima kasih Ayah
92 Bab 92. Abbi ikhlas Ayah
93 Bab 93. Ada misi yang harus Abbi lakukan
94 Bab 94. Mbah mau cerita kan?
95 Bab 95. Mbak Murni
96 Bab 96. Benar 'kan?
97 Bab 97. Rencana berjalan
98 Bab 98. Apa Dam?
99 Bab 99. Yakin, kamu menolak
100 Bab 100. Terima kasih Ayah
Episodes

Updated 100 Episodes

1
Bab 1. 21+ Kemesraan terakhir
2
Bab 2. Tragedi
3
Bab 3. Kondisi Wiksa
4
Bab 4. Bu Mas Wiksa
5
Bab 5. Dia istrimu
6
Bab 6. Wiksa aneh
7
Bab 7. Penolakan Wiksa
8
Bab 8. Airin cemburu
9
Bab 9. Tersisih
10
Bab 10. Jin iprit semakin berani
11
Bab 11. Kesabaranku hanya setipis tisu
12
Bab 12. Mas Wiksa
13
Bab 13. 21+ Kalian
14
Bab 14. 21+ Aku harus membatalkan
15
Bab 15. Aku baik-baik saja
16
Bab 16. Airin di culik
17
Bab 17. Tidak mendapat restu
18
Bab 18. Ibu setuju tapi dengan satu syarat
19
Bab 19. Saya setuju dengan syarat yang Ibu ajukan.
20
Bab 20. Akhirnya mereka melakukanya juga
21
Bab 21. Airin pingsan
22
Bab 22. Positif hamil
23
Bab 23. Kabar tidak menyenangkan.
24
Bab 24. Dia hampir kehilangan
25
Bab 25. Berubahlah Airin
26
Bab 26. Bertemu kembali
27
Bab 27. Tinggal bersama kami
28
Bab 28. Cerita sepenggal
29
Bab 29. Apa ceritamu bisa di percaya
30
Bab 30. Dia bukan anak Wiksa
31
Bab 31. Ada apa dengan kepalaku ini
32
Bab 32. Sedikit ... saja
33
Bab 33. Bawa aku pulang Dam
34
Bab 34. Bajumu lebih bau
35
Bab 35. Ada apa? Nyonya
36
Bab 36. Anda boleh pulang
37
Bab 37. Jaga rahasia ini
38
Bab 38. Apa? Kamu bisa
39
Bab 39. Lakukan demi Ibu
40
Bab 40. Saksi yang menghilang
41
Bab 41. Perubahan Wiksa
42
Bab 42. Wina kambuh
43
Bab 43. Wanita gila
44
Bab 44. Kita lihat, esok akan seperti apa
45
Bab 45. Gila! Kamu benar gila
46
Bab 46. Tentang Soni
47
Bab 47. Mereka pergi
48
Bab 48. Lima tahun kemudian
49
Bab 49. Pertanyaan Abbi
50
Bab 50. Abbi sakit
51
Bab 51. Bagaimana Airin
52
Bab 52. Beri aku waktu
53
Bab 53. Abbi menangis
54
Bab 54. Bertemu Dewi
55
Bab 55. Kejujuran Abbi
56
Bab 56. Kita jalan-jalan
57
Bab 57. Abbi yang penasaran.
58
Bab 58. Maafkan ibu
59
Bab 59. Jangan pisahkan aku dengan Abbi
60
Bab 60. Tolong ganti dengan perawat perempuan
61
Bab 61. Kejujuran Adam
62
Bab 62. Airin kalian ....
63
Bab 63. Oh, dia ....
64
Bab 64. Ini antara kita
65
Bab 65. Penolakan Abbi
66
Bab 66. Aku tidak ingin menemuinya
67
Bab 67. Pergi
68
Bab 68. Abbi di sana! Anakku di sana
69
Bab 69. Maaf 'kan Ibu Abbi
70
Bab 70. Boleh aku duduk di sini
71
Bab 71. Aku ikhlas
72
Bab 72. Hantarkan dia hingga peristirahatan terakhir
73
Bab 73. Ini Makam Uti
74
Bab 74. Adam sedang tidak baik-baik saja.
75
Bab 75. Ada apa?
76
Bab 76. Kejujuran Abbi
77
Bab 77. Jabatan Bapak bukan kaleng-kaleng
78
Bab 78. Tentang Adam
79
Bab 79. Ka-ka-kamu
80
Bab 80. Kamu pasti akan menuai karma
81
Bab 81. Aku yang lebih dulu datang Airin.
82
Bab 82. Benar cinta itu menyakitkan
83
Bab 83. Boleh kami masuk
84
Bab 84. Apa lamaran ini di terima
85
Bab 85. Mbah, apa? Keputusanku sudah tepat?
86
Bab 86. Ciuman ini bukti cintaku
87
Bab 87. Mbah Tun ada apa?
88
Bab 88. Adam awas
89
Bab 89. Airin kamu harus kuat
90
Bab 90. Tidak Airin
91
Bab 91. Terima kasih Ayah
92
Bab 92. Abbi ikhlas Ayah
93
Bab 93. Ada misi yang harus Abbi lakukan
94
Bab 94. Mbah mau cerita kan?
95
Bab 95. Mbak Murni
96
Bab 96. Benar 'kan?
97
Bab 97. Rencana berjalan
98
Bab 98. Apa Dam?
99
Bab 99. Yakin, kamu menolak
100
Bab 100. Terima kasih Ayah

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!