Seorang pria tengah menatap gundukan tanah yang bertabur bunga diatasnya, dia menatap nanar gundukan tersebut dengan nafas yang tercekat, ditinggalkan untuk selamanya membuat dirinya merasa kembali sendirian.
"Maafkan aku, aku tidak bisa menjagamu dengan baik sebagaimana kau menjagaku selama ini. Tidurlah dengan tenang, akan ku penuhi janjiku selama ini." ucapnya dengan sendu.
"Maaf tuan muda, sudah waktunya untuk anda kembali." ucap salah satu bodyguard.
"Baiklah." ucapnya bangkit.
Pria tersebut berdiri seraya merapikan masker dan juga kacamata hitam yang tengah di pakainya, ia meninggalkan pemakaman tersebut dengan langkah yang gontai. Beberapa bodyguard berjejer begitu pria tersebut berjalan menuju kearah mobil, penjagaan dilakukan dengan begitu ketat karena identitas sang pria tersebut tidak boleh diketahui oleh orang lain.
"Amir, apakah ada kabar dari rumah sakit?" tanyanya.
"Hari ini, nyonya sudah di persilahkan keluar dari sana tuan muda." jawab Amir selaku pengawal pribadinya.
"Bawa aku menemuinya, pastikan tidak ada yang melihat peegerakanku." titahnya.
"Laksanakan tuan." sahut Amir.
Pria tersebut masuk kedalam mobil Roll-royce, dia duduk di belakang di susul oleh pengawalnya yang duduk di depan di samping kemudi.
"Atur jadwalku untuk pergi ke negara I lusa, aku penasaran dengan tempat yang di beritahukan di dalam surat yang sudah ku baca." ucapnya.
"Baik tuan, sebelumnya saya juga mau memberitahukan bahwa banyak perusahaan dari negara I ingin mengajukan kerjasama dengan perusahaan Makropionophella." ucap Amir.
"Katakan pada Zergan, dia harus lebih berhati-hati lagi, jangan sampai ada yang mengetahui identitasnya dan juga identitasku sebelum semua terbongkar begitu saja. Aku ingin menyelidiki lebih lanjut semua kasus yang terjadi selama bertahun-tahun, aku sudah menemukan beberapa titik terang tapi masih belum saatnya kita bongkar." jelasnya.
"Sepertinya tuan Zergan sudah mulai menyerah, dia selalu merengek pada tuan besar." ucap Amir.
"Jangan dengarkan dia, dia selalu saja begitu hanya karena ingin hidup bebas." ucapnya.
Amir pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, dia memerintahkan sang supir yang tak lain adalah salah satu bodyguard kepercayaan untuk melajukan mobilnya menuju tempat yang dirahasiakan.
*
*
Di sisi lain.
Malam hari.
Violetta menatap indahnya langit yang bertaburkan bintang, dia duduk diatas sebuah kursi yang terletak di taman sendirian. Bayangannya berputar ke masa lalu dimana ia seringkali menatap bintang diatas langit bersama pria di masa kecilnya, ia tersenyum getir kala kenyataannya pria yang dulu ikut mengobati traumanya tak pernah sekalipun menampakkan wajahnya walaupun hanya sekali saja.
"Sampai kapan aku harus selalu menunggu Sara." gumam Violetta.
Bertahun-tahun Violetta menunggu kedatangan Aksara, bocah dingin yang dulu membuat sebuah janji dengannya untuk bertemu di kala usia keduanya dewasa. Begitu banyaknya laki-laki yang mengejar Violetta, tapi tak pernah sekalipun hatinya terketuk untuk membiarkan pria lain masuk kedalam hatinya.
"Apa aku harus menyerah? Ingkar janji? aku lelah menunggumu datang Sara, sialnya aku selalu berharap kau datang." ucap Violetta dengan diiringi buliran bening jatuh dari pelupuk matanya.
Salah seorang memberikan tisu kearahnya, Violetta menatap siapa yang datang menghampirinya.
"Kenapa kalian kemari?" tanya Violetta.
"Aku dan Gala mencari kakak, tapi kakak gak ada di kamar jadinya kita cari aja, taunya kakak disini. Setiap kali banyak bintang yang datang setelah melewati musim hujan, kakak pasti sering keluar menatap ribuan bintang." jawab Bara.
"Kakak masih mengaharapkan pria itu datang?" tanya Gala.
"Tau apa sih kalin para bocil, ini urusan orang dewasa." ucap Violetta.
"Jika kakak sudah lelah, menyerahlah. Aku tahu itu gak mudah, tapi sampai kapan kakak akan terus seperti ini? kakak sering menangisi orang yang belum tentu datang menepati janjinya, jika dia memang memikirkan kakak? Lantas selama bertahun-tahun dia kemana?" ucap Bara.
"Kalau pria yang kakak tunggu sudah beristri? Mati? Bagaimana? Apa kakak akan terus berharap?" cecar Gala.
Violetta terdiam mendengarkan ucapan kedua adiknya, ia tahu kalau adiknya tidak ingin melihat dirinya terus-menerus berharap dengan hal yang belum pasti. Bara dan Gala tidak suka melihat kakaknya bersedih, mereka begitu menyayangi kakak perempuannya, bahkan jika ada yang menyakitinya merekalah yang menjadi garda terdepan untuk melindunginya.
"Kakak akan tetap menunggunya. Jika dia sudah beristri, setidaknya kakak bisa melihat wajahnya dan juga alasan dia tidak pernah menemui kakak. Jikapun dia sudah mati, setidaknya kakak bisa melihat. Tempat peristirahatan terakhirnya." jawab Violetta.
"Baiklah jika kakak tetap kekeh dengan pendirian kakak, jujur saja. Aku paling tidak suka ada air mata kakak yang terjatuh, beritahu aku jika pria itu sudah datang karena aku ingin menghajarnya." ucap Bara dengan tegas.
"Kenapa malah kau ingin menghajarnya?" tanya Violetta.
"Karena dia kakak sering menangis." jawab Bara.
"Aku ikutan dong." seru Gala.
"Heelleehh, luka dikit aja langsung ngerengek ke bunda." ledek Bara.
"Enggak kok, sekarang Gala gak bakalan cengeng." kilah Gala.
"Mulai deh, kalo mau berantem jangan di depan kakak. Depan bunda aja sana, biar kalian di ceramahin sampe pagi." Ucap Violetta.
Bara dan Gala pun langsung terdiam, mereka ikut duduk bersama Violetta diatas kursi panjang dengan wajah mengadah menatap bintang bersamaan. Malam semakin larut, ketiganya masuk kedalam mansion menuju kamarnya masing-masing.
*
*
Seorang pria dengan tubuh yang tegap lengkap dengan masker dan kacamata hitam yang selalu terpasang di wajahnya, dia berjalan diikuti oleh beberapa bodyguard menuju sebuah ruangan khusus. Begitu sampai di depan pintu, ia mengatur nafasnya yang terasa berat. Amir membukakan pintunya, ia juga menyuruh orang yang berada di dalam ruangan tersebut untuk keluar.
"Silahkan masuk tuan, bicaralah dengan perlahan karena emosi nyonya tidak stabil atau bisa berubah sewaktu-waktu." ucap Amir.
"Hem." jawabnya.
Pria tersebut masuk dengan langkah perlahan, dilihatnya seorang wanita paruh baya tengah duduk dengan pandangan kosong menatap kearah luar jendela. Mendengar suara derap langkah yang mendekat kearahnya, wanita tersebut membalikkan tubuhnya menatap seorang pria dengan pakaian serba hitam berdiri menatap kearahnya.
"Siapa kau?" tanyanya dengan suara pelan.
Pria tersebut melepaskan kacamata dan juga masker hitamnya, wanita tersebut tidak mengenali siapa dirinya sehingga ia hanya terdiam dengan alis yang saling bertaut.
"Aku Azrio Pradana Dikara, putramu." ucapnya.
Deg!
"Nama itu?" guamam wanita tersebut.
Wanita tersebut sangat terkejut mendengar nama yang baru saja di ucapkan oleh pria di hadapannya, tangannya di gunakan untuk menutup mulutnya seakan tak peecaya dengab kenyataan yang seperti mimpi. Buliran bening berjatuhan menyebrangi pipi mulusnya, pria yang bernma Azrio pun mendekat kearahnya memeluk tubuhnya dengan erat.
"Aku putramu, aku masih hidup ibu." ucapnya.
"Be-benarkah? Kau masih hidup nak, hiks." tanyanya sambil menangis.
Azrio menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, wanita yang bernama Liona pun membalas pelukan Azrio, dia menangis sesenggukkan di dalam dekapan putranya.
"Anakku, hikss..hikss.. pria itu tidak membunuhmu, kau masih hidup, hikkss..." ucapnya sambil menangis pilu.
Lama berpelukan Azrio perlahan melepaskan tubuh ibunya, dia mengusap wajah ibunya yang basah oleh air mata. Liona tetap menangis menatap lekat wajah Azrio, perlahan kesadarannya tubuhnya melemah dan tak sadaekan diri.
"Ibu, ibu, kau kenapa ibu?" panik Azrio.
"AMIR, PANGGILKAN DOKTER." teriak Azrio dari dalam.
Upnya satu dulu, lagi sibuk banget di dunia nyata sampe besok, author harap kalian gak kecewa ya 🙏😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Ayu
mgkn waktu kecil askara di culik. trs di temukan sm nenek namira
2024-11-26
0
Nanik Kusno
Belum ngeh dengan tokoh cowoknya Kak Othor....😵💫😵💫😵💫😵💫😵💫
2024-11-29
0
Edah J
lanjut again😉
2025-01-11
0