Malam berlalu tanpa permisi, sang fajar menyapa membawa dingin embun. Malam yang berlalu meninggalkan perselisihan. Penilaian yang selalu tak sama antara dua hati yang saling mencinta. Saling melengkapi, meski hadirnya tak selalu bersama. Cinta Galuh, berbanding terbalik dengan harapan cinta Kanaya. Impian sederhana seorang wanita yang ingin melihat kesempurnaan suaminya. Kanaya merasakan kekosongan dalam pernikahannya. Seorang putra yang belum hadir dalam pernikahannya. Ketidaksempurnaan yang tak bisa kita memaksanya. Namun Kanaya berharap Galuh kesempurnaan Galuh ada tanpanya. Harapan yang seiring berjalannya waktu. Berubah menjadi petaka dalam rumahtangga Kanaya.
"Kanaya, papa ingin bicara!" Sapa Adi, Kanaya langsung menoleh. Adi berdiri tidak jauh darinya. Kanaya mengangguk pelan, lalu keluar mengikuti langkah Adi. Meninggalkan sejenak pekerjaan dapur, demi sapaan hangat Adi.
"Duduklah!" Pinta Adi, tanpa bertanya atau membantah. Kanaya duduk di ruang kerja Adi. Keduanya menjauh dari orang-orang yang mungkin ingin mencampuri urusan mereka.
"Kanaya, jangan biarkan Galuh pergi dari rumah ini. Dia satu-satunya putraku, penerus keluargaku. Jika dia pergi, kelak siapa yang akan menjagaku? Setidaknya, biarkan putraku tetap ada di sampingku. Mengingat, kamu takkan bisa memberikanku cucu!" Ujar Adi tegas dan lugas, Kanaya diam membisu. Perlahan Kanaya memegang dadanya, terasa ngilu menyesakkan dadanya. Kanaya hampir saja tak mampu bernapas. Perkataan Adi terasa menyesskkan.
"Galuh tidak akan pergi kemanapun? Dia akan tetap ada di rumah ini, bersama papa. Aku tidak akan pernah membawa penerusmu. Berbeda, jika dia yang memaksa pergi. Semalam, aku sudah meminta Galuh tetap tinggal. Cukup aku yang pernah merasakan kehilangan seorang putra. Aku berdoa, tidak lagi ada yang merasakan sakitku. Kehilangan putra yang sangat dicintai, bak hidup tapi mati!" Tutur Kanaya, Adi langsung terdiam. Tatapannya nanar ke arah Kanaya. Perkataan Kanaya kini berbalik menyerangnya. Fakta yang jelas membuat Adi bersalah, telah mempertanyakan ketulusan Kanaya.
"Maafkan Clara, jika dia tanpa sengaja nenyakitimu!"
"Mama Clara tidak pernah salah. Perkataannya memang benar, aku tidak pernah tersinggung. Rumah yang aku tempati, memang milik suamiku. Kala aku melangkah ke rumah ini pertama kalinya sampai sekarang. Aku tak pernah berpikir ini rumahku. Istana yang dibangun hanya untuk suamiku, buah hati papa dan mama. Baik aku atau mama Clara tidak berhak memisahkan Galuh dari rumah ini. Banyak kenangan mama yang tak bisa diganti dengan apapun. Termasuk kenangan indah bersamaku. Jadi papa tidak perlu mencemaskan sesuatu yang tidak pernah. Bahkan tidak terbersit di benakku!"
"Kanaya, maafkan papa kalau kamu tersinggung. Papa harap, kamu tidak akan mengatakannya pada Galuh!" Ujar Adi lirih, Kanaya menggelengkan kepalanya lemah.
"Jangankan mengatakannya pada Galuh. Menceritakannya pada kedua orang tuaku, tidak akan pernah. Bukan aku angkuh, tapi didikan orang tuaku yang tak mengizinkan aku mengeluhkan kalian. Sejak Galuh mengingkat diriku dengan janji suci. Sejak saat itu, hubunganku bukan hanya dengan keluargaku saja. Namun dengan kalian sebagai sebuah keluarga besar!" Tutur Kanaya, Adi diam seribu bahasa. Ada rasa bersalah tersirat dalam tatapan dan raut wajah Adi. Keraguan akan prinsip hidup menantunya Kanaya. Nyata membuat Adi harus menerima rasa malu dan rasa bersalah yang begitu besar. Rasa sakit yang diterima Kanaya, membuat Adi menyesal telah mengatakan sesuatu yang tak sepantasnya.
Kanaya termenung, diam mengingat keraguan yang terlanjur di dengarnya. Dalam sekejap, Kanaya hancur dengan satu pertanyaan. Adi telah mengusik, prinsip hidup yang selalu dipegang teguh Kanaya. Rasa sakit Kanaya, semakin terasa menyesakkan. Ketika dia mendengar, ayah mertuanya mempertanyakan didikan kedua orang tuanya. Kanaya masih mengingat, perkataan Embun saat Kanaya mengeluhkan suami dan keluarganya. Kanaya mengingat, bagaimana orang tuanya melarang satu keburukan keluarga Galuh terucap dari bibir Kanaya.
FLASH BACK
Menangislah, basahi gamis mama dengan air matamu. Namun jangan pernah keluhkan kelemahan suami atau keluarganya di depan mama. Ingat sayang, dia suami yang harus kamu jaga kehormatannya. Layaknya kamu menjaga kehormatanmu sendiri!" Tutur Embun lembut, sembari mengusap kepala Kanaya. Perlahan Kanaya mengangguk, bersamaan dengan tangis Kanaya yang pecah.
"Mama, kenapa suami tidak bisa mengatakan isi hatinya? Kenapa mereka selalu diam dan menjauh? Menempatkan kita pada posisi yang sulit dan penuh rasa khawatir!" Ujar Kanaya lirih, Embun tersenyum simpul.
Perlahan Embun mengusap punggung Kanaya. Tubuh Kanaya bergetar hebat, ketika Kanaya menangis dengan begitu kerasnya. Embun melihat tangis putri kecilnya. Tangis yang membuat Embun lega sekaligus bahagia. Sebab kini putrinya telah menemukan alasan tawa dan tangisnya. Seseorang yang membuat Kanaya rapuh dan kuat dalam waktu bersamaan.
"Mereka berpikir menggunakan logika, sebaliknya kita berpikir menggunakan perasaan. Seorang laki-laki takkan pernah jujur mengenai suara hatinya. Mereka malu dan merasa rendah diri, seandainya istri mereka yang menghapus air matanya!"
"Tapi aku istrinya bukan orang lain? Bukankah seharusnya dia jujur, agar aku tidak berprasangka buruk!" Ujar Kanaya kesal dengan di sela isak tangisnya. Air mata Kanaya pecah, membasahi cadar yang dikenakannya. Kanaya bingung melihat sikap Galuh semalam. Seandainya bisa, Kanaya ingin pergi sejauh mungkin dari hidup Galuh.
"Kalau memang kamu istrinya, belajarlah menjadi seorang istri yang baik. Jika kamu berharap kejujuran, maka kamu harus jujur padanya. Jika kamu ingin perhatian, makan curahkan kasih sayangmu hanya padanya. Pernikahan bukan untung rugi, tapi hubungan yang didasari dari hati. Sebelum kamu bertanya isi hatinya, tanyakan dulu pada hatimu. Sudahkah kamu jujur padanya? Masih adakah rahasia yang kamu sembunyikan darinya?" Tutur Embun hangat, Kanaya terdiam membisu. Kanaya mendongak, Embun tersenyum melihat dua bola mata Kanaya. Embun melihat penyesalan yang nyata dalam tatapan Kanaya.
FLASH BACK OFF
"Kanaya, maafkan papa!" Ujar Adi membuyarkan lamunan Kanaya.
"Papa tidak salah, kecemasan papa beralasan. Namun percayalah, aku tidak akan pernah merebut sesuatu yang bukan milikku. Galuh suamiku, tapi selamanya dia putramu. Selama Galuh menghargaiku, aku tidak akan menyakitinya. Sebaliknya, sekali aku mendengar keraguan dan hinaan. Aku akan melawan, bukan untuk membangkang. Namun semua itu, demi harga diri kedua orang tuaku. Mereka mendidikku dengan iman, mereka membesarkanku dengan cinta dan kasih sayang. Tak sepantasnya mereka melihat putri mereka tersakiti dan terhina!" Tutur Kanaya tegas, Adi termenung. Suara hati menantunya, terdengar menyakitkan. Adi tak pernah menyangka, Kanaya menyimpan duka sedalam ini.
Kreeeeekkk
"Sayang, dia sudah datang!" Teriak Clara lantang, Adi dan Kanaya langsung menoleh. Clara masuk tanpa mengetuk pintu atau mengucapkan salam. Bahkan Clara tak menyadari, jika Kanaya ada di dalam ruang kerja Adi. Teriakkan Clara, menggema di ruang kerja Adi. Kebahagian yang seolah menjadi pertanda akan tangis seorang menantu.
"Diamlah Clara, jangan sampai Galuh mendengar tentang kedatangannya!"
"Biarkan saja dia mengetahuiny, bukankah mereka memiliki hubungan yang begitu baik dan sangat dekat!" Ujar Clara lagi, seolah tak peduli akan larangan Adi.
"Clara, diamlah!" Ujar Adi lantang, sembari melirik ke arah Kanaya.
"Permisi, lebih baik aku keluar!" Pamit Kanaya, Clara langsung mendongak.
"Kanaya, sedang apa kamu disini?" Ujar Clara heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
jangan smpai hubungan kanaya dan galuh kandas kak,biarlah sma haykal saja,jangan sma galuh😌
2023-12-30
0
MawarBerduri
awas aja galuh kawin neh
2023-10-24
0