Malam semakin larut, jam di dinding menunjukkan pukul 23.00 WIB. Hampir tengah malam, sebab itu jalanan terlihat sepi. Malam yang dingin, terasa sunyi dan hampa. Suara binatang malam, saling bersahutan. Harmoni alam yang takkan pernah bisa dipungkiri. Keagungan yang membuat kita menyadari, betapa kecil dan tak berharganya kita di alam luas ini.
Suara deru mobil memasuki halaman rumah Galuh. Kanaya pulang, ketika para penghuni rumah sudah terlelap. Bukan tanpa alasan Kanaya pulang sangat terlambat. Kanaya mengantar ibunya pergi ke rumah sakit. Kondisi Embun tiba-tiba memburuk. Demam tinggi dan menggigil, akhirnya Kanaya membawa Embun menuju rumah sakit. Kemandirian Kanaya, alasan Kanaya tak pernah mengharap bantuan siapapun? Mandiri yang terkesan dingin, alasan hubungan Kanaya dan Galuh terasa hambar.
"Assalammualaikum!" Ujar Kanaya lirih, hampir tak terdengar. Ucapan salam, doa sebelum memasuki rumah.
Kanaya membuka perlahan pintu kamarnya. Lampu sudah dimatikan, artinya penghuni kamar sudah terlelap dalam tidurnya. Kanaya berjalan dalam gelap. Dia tidak ingin Galuh terbangun, ketika dia menghidupkan lampu. Kanaya sudah sangat mengenal setiap sudut kamarnya. Empat tahun, cukup bagi Kanaya menghapal setiap sudut di rumah ini. Kanaya langsung masuk ke dalam kamar mandi. Membersihkan diri dan segera bersiap sholat isya.
"Sayang!" Ujar Galuh, Kanaya terhenyak. Dia terkejut, mendengar Galuh menyapanya. Tepat setelah dia mengucapkan salam. Kanaya benar-benar terkejut. Sampai-sampai dia memegang dadanya, saat Kanaya merasakan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat.
"Kamu belum tidur, maaf kalau aku membuatmu terbangun!" Ujar Kanaya, Galuh menggelengkan kepalanya pelan. Galuh turun dari tempat tidur, dia berniat menghampiri Kanaya yang tengah duduk di atas sajadah panjang.
Sejak awal, Galuh belum tidur. Sengaja Galuh tidak menyapa Kanaya. Berharap Kanaya khusyuk dalam doa dan sujudnya. Galuh tidak bisa tidur, apalagi tanpa menatap wajah Kanaya. Ada rasa kosong, ketika Kanaya tidak ada di sampingnya. Meski hubungan keduanya hambar, tapi jauh di lubuk hati mereka. Hati masih terpaut dan saling membutuhkan. Kanaya masih sangat mencintai Galuh. Ada sisi kosong yang takkan pernah bisa diisi oleh orang lain. Namun ada kurang yang membuat Kanaya merasa tak pantas bersama Galuh. Kurang yang tak pernah mengusik hati Galuh. Namun nyata membuat Kanaya rendah diri di hadapan Galuh dan keluarga besarnya. Meski pemikiran itu salah dan tak pantas ada dalam hati seseorang yang beriman.
"Sayang, besok pagi kita pindah dari rumah ini. Kita tinggal mdi apartement, untuk sementara waktu. Setidaknya sampai pembangunan rumah kita selesai!"
"Pindah, kenapa?" Sahut Kanaya terkejut, Galuh mendekat ke arah Kanaya.
"Sudah saatnya kita mandiri. Empat tahun, kita tinggal di bawah atap yang sama dengan papa. Ada saatnya, kita tinggal berdua. Tanpa bergantung pada orang lain!" Ujar Galuh, Kanaya mengeryitkan dahinya. Merasa heran dengan keputusan besar Galuh.
Nampak Galuh tidur dipangkuan Kanaya. Mukena masih menempel ditubuh Kanaya. Galuh merasa nyaman tidur dipangkuan Kanaya. Kedua matanya terpejam, mencari tenang yang hilang sejenak dari hati dan benaknya. Galuh merasakan hangat belaian tangan Kanaya. Tangan yang terus menjauh darinya. Tangannya yang mulai enggan menyentuh hangat cintanya. Tanpa alasan jelas, Kanaya menjauh perlahan dari hidup Galuh. Seakan Kanaya ingin mengakhiri sesuatu yang baru dimulai.
"Aku tidak akan melarang atau mengiyakan. Keputusan sepenuhnya ada padamu. Namun alangkah baiknya, kamu pertimbangkan lagi keputusan besar ini. Jika kepindahan kita hanya demi diriku, batalkan rencana itu. Namun seandainya, keputusanmu demi hidup mandiri tanpa tekanan. Aku akan pergi mengikuti langkahmu!" Ujar Kanaya, Galuh diam tak menyahuti perkataan.
"Aku memilih pindah karenamu. Kamu duniaku Kanaya, senyummu hidupku. Hinaan yang terus kamu dengar, melukai hatiku. Mungkin kamu diam, tapi aku tidak akan tinggal diam. Sudah saatnya dia menyadari posisinya!" Sahut Galuh, Kanaya membeku. Tangan lembutnya tak lagi membelai kepala Galuh. Kanaya diam membisu seribu bahasa. Galuh merasa ada yang salah dengan sikap Kanaya.
"Kenapa harus aku?" Ujar Kanaya lirih, sesaat setelah berdiri menjauh dari Galuh. Kanaya bersandar di jendela kamarnya. Menatap langit malam yang indah, tapi sepi dan senyap.
"Sayang, apa yang sebenarnya terjadi? Kanaya tidak akan selemah ini. Kamu tangguh, takkan goyah hanya karena satu hinaan. Mama Clara tidak akan bisa menyentuhmu!" Bisik Galuh mesra, tepat di telinga Kanaya. Galuh memeluk erat perut ramping Kanaya. Terasa begitu hangat dan penuh cinta.
"Aku lemah sekarang, aku rapuh sekarang, aku tak berdaya sekarang. Itu fakta yang sebenarnya. Aku menangis di setiap sujudku. Aku menghiba dalam doa. Tetesan air mataku, membasahi sajadahku. Setiap hari, aku mencari tenang dan tangguh dalam lemahku. Namun usahaku sia-sia, aku gagal dan kembali ke titik awal!"
"Kanaya, katakan dengan jelas!"
"Keluargamu menginginkan penerus!" Ujar Kanaya lantang, lalu menunduk. Galuh melepaskan pelukannya. Galuh menjauh dari Kanaya. Perkataan Kanaya bak petir yang menyambar tubuhnya.
Kanaya diam tak bersuara, air matanya jatuh tanpa suara. Mengisyaratkan betapa dalam luka yang kini ada dihati Kanaya. Seorang wanita yang merasa lemah. Ketika dia tidak mampu memberikan keturunan pada laki-laki yang dicintainya. Seorang istri yang rapuh. Saat menyadari, dirinya takkan pernah bisa menjadi seorang ibu. Tiga tahun Kanaya menanti hadirnya bayi kecil diantara dirinya dan Galuh. Namun doa dan sujudnya belum terjawab. Meski Kanaya menyadari, jika semua akan datang di waktu yang tepat. Namun cintanya pada Galuh, terkadang membuatnya hancur. Kanaya hanya ingin Galuh bahagia, dengan cara apapun. Walau akhirnya Kanaya harus mengalah dan meletakkan cintanya pada takdir.
"Selama dua tahun terakhir, kita membahas masalah yang sama. Selama dua tahun pula, kamu mengatakan keputusanmu. Namun selama empat tahun aku bersamamu. Aku selalu mengatakan hal yang sama. Aku mencintaimu dan akan selalu bersamamu, dengan atau tanpa hadirnya keturunan!" Ujar Galuh lantang dan tegas, Kanaya menggeleng lemah.
"Tapi keluargamu membutuhkan penerus. Aku tidak ingin menghalangi kebahagian keluargamu. Beban yang selama ini ada dihatiku. Kini, kamu ingin kita pindah. Hanya karena mama Clara menghinaku. Kebencian yang ada, jauh sebelum aku menikah denganmu!"
"Walau akhirnya kamu harus mengalah. Menyerahkan cintamu pada wanita lain. Teracuhkan demi hadirnya keturunanku!" Ujar Galuh dengan emosi. Amarah Galuh setiap kali mendengar sikap pasrah Kanaya.
"Jika diperlukan, aku akan melakukannya!"
Pyaaaaarrrr
"Kamu keterlaluan Kanaya!" Ujar Galuh, sesaat setelah melempar Vas yang ada di atas meja nakas. Kanaya diam, menyeka air matanya. Tetesan bening kepedihan Kanaya akan takdirnya.
"Maafkan aku, maaf!" Batin Kanaya pilu, sembari bersandar pada jendela kamarnya.
"Kanaya!" Panggil Galuh, Kanaya menoleh dengan tatapan kosongnya.
"Kanaya, anak rejeki yang sudah diatur. Kita tidak bisa memaksa, untuk segera memilikinya. Kita tidak bisa menolaknya, bila sudah datang. Kita hanya manusia biasa yang hanya bisa berusaha dan meminta. Semua ketentuan-NYA sang pencipta, pemilik segala kekuasaan. Anggaplah belum hamilnya dirimu, sebagai rejeki yang tertunda. Terkadang apa yang kita harapkan? Bukan yang terbaik untuk kita. Jangan pesimis, tetaplah optimis. Yakinlah akan cinta kita, jangan jadikan tidak adanya keturunan alasan kita berpisah. Sebaliknya jadikan ujian ini sebagai cara kita bergandengan tangan, menjaga keutuhan pernikahan kita. Aku menikah denganmu, bukan hanya karena pewaris. Meski aku menikah dengan wanita lain. Apa kamu bisa menjamin? Jika aku bisa memberikan pewaris pada keluarga ini. Cintaku tak selemah itu Kanaya. Sampai kamu bisa berpikir, aku akan bisa bersama wanita lain!" Tutur Galuh lantang, lalu keluar dari kamar Kanaya.
"Tapi keluargamu menginginkan pewaris. Mungkin saat ini hatimu memilihku. Kelak, tidak ada yang bisa menduganya!" Ujar Kanaya lirih, hampir tak terdengar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
Maz Andy'ne Yulixah
Kanaya kayak Embun mamak nya dulu,keras,tegas dan dingin susah ditebak😌
2023-12-30
0
Nurul Hilmi
eeh lupa hak author sich,,maaf
2023-10-24
0
Nurul Hilmi
bukannya dah punya anak thor.gimana dirubah rubah ceritanya
2023-10-24
1