"Galuh, duduklah bersama papa!" Ujar Adi, Galuh menoleh dengan tatapan datar. Adi meras heran, kenapa Galuh bersikap dingin padanya?
Adi Putra Kusuma, pengusaha besar yang hanya memiliki satu penerus. Ayah kandung Galuh, seorang ayah yang sangat menyayangi putranya. Bahkan tak pernah sedetikpun, Adi melupakan Galuh. Hanya kebahagian Galuh, prioritas Adi selama ini. Adi bahkan sanggup tidak menganggap keberadaan Clara. Istri keduanya yang kini menjadi ibu sambung Galuh putranya. Semua demi senyum di wajah putranya. Namun malam ini, bukan senyum yang dilihat Adi di wajah Galuh. Tatapan dingin yang membekukan hatinya. Diam dan dingin Galuh yang menyiratkan sesuatu buruk telah terjadi.
"Galuh!"
"Sekarang aku lelah, nanti setelah aku membersihkan diri. Aku akan bicara dengan papa. Lagipula ada yang ingin aku katakan!" Ujar Galuh, Adi mengangguk tanpa bertanya lagi. Sikap dingin Galuh ada dengan sebuah alasan. Sebab itu, Adi percaya ada waktunya Galuh mengatakan semuanya.
"Baiklah, papa akan menunggumu disini!" Sahut Adi, Galuh berlalu tanpa menyahuti. Sekilas Galuh menoleh ke arah Clara. Tatapan Galuh sinis, seolah ada amarah yang siap meledak. Galuh meninggalkan Adi dan Clara. Tak ada hangat yang ditunjukkan Galuh. Entah apa yang ada dalam pikiran Galuh? Satu hal yang pasti, itu bukan hal yang baik.
Kreeekkk
Galuh membuka kamarnya, tak terdengar suara dari dalam kamarnya. Galuh menghela napas, ada sesuatu yang sudah bisa diduga. Galuh melempar tas dan jas ke arah sofa. Galuh masuk ke dalam kamar mandi. Kanaya tidak ada di dalam kamarnya. Sejak tadi siang, Kanaya pulang ke rumah ibunya. Kanaya sudah meminta izin pada Galuh dan Galuh sudah mengizinkan. Artinya malam ini, kemungkinan besar Kanaya akan menginap di rumah orang tuanya.
"Kamu tidak pernah mengeluh. Namun kamu juga tak pernah mengerti. Kamu tak pernah meminta. Namun tanpa kamu sadari, kamu juga tak pernah lagi memberi. Hubungan kita nyata, cinta kita suci. Namun dingin dan diammu, membuat kesucian itu rapuh. Kanaya, sedalam apa lukamu? Sesakit apa hatimu? Sebesar apa dukamu? Katakan padaku sekali saja, agar aku bisa menopangmu. Aku lelah menduga, aku rindu hangat yang pernah ada diantara kita. Janji tulus yang pernah ada diantara kita!" Batin Galuh pilu, suara helaan napas Galuh. Menampakkan betapa besar beban yang ada dipundaknya.
Tap Tap Tap
Galuh turun ke bawah, menemui Adi dan Clara. Ada sesuatu yang ingin dikatakan Galuh. Sesuatu yang mungkin akan merubah hidup Kanaya dan Galuh. Keputusan yang seharusnya diambil oleh Galuh sejak empat tahun yang lalu. Saat Galuh mengatakan siap menikah dengan Kanaya. Tanggungjawab besar yang seharusnya dipenuhi oleh Galuh sejak empat tahun yang lalu.
"Papa, aku ingin bicara!"
"Galuh, apa yang terjadi? Kenapa papa merasa kamu sedang marah?" Ujar Adi, Galuh mengangguk pelan. Galuh menoleh ke arah Clara, tatapan marah dan jijik menghunus ke arah Clara. Galuh merasa jijik melihat Clara yang tengah bermanja pada Adi.
"Clara, duduklah dengan benar!" Ujar Adi sembari mendorong tubuh Clara. Adi merasa Galuh risih melihat sikap Clara. Sebab itu Adi meminta Clara minggir.
"Sayang!" Ujar Clara manja, Adi langsung menatap tajam. Clara beringsut, duduk sedikit menjauh dari Adi.
"Galuh, katakan sekarang. Apa yang sedang terjadi? Papa akan membantumu, percayakan pada papa!" Ujar Adi lantang, Galuh mengangguk pelan. Galuh mendongak, menatap ke arah Adi. Ayah yang siap mengorbankan segalanya untuk dirinya.
"Besok pagi, aku akan pindah dari rumah ini. Sementara waktu, aku akan tinggal di apartement. Jika Kanaya tidak setuju, aku akan mencari rumah kontrakan. Setidaknya sampai pembangunan rumahku selesai!" Ujar Galuh lirih, Adi dan Clara langsung melotot. Mereka tidak percaya, Galuh akan pindah dari rumah. Adi orang yang paling terkejut. Bayangan jauh dari Galuh, membuat Adi merasa tak berdaya. Di usia senjanya, Adi hanya ingin bersama Galuh putranya.
"Tidak, jangan pergi. Apa yang sebenarnya terjadi? Katakan pada papa, apa Kanaya yang ingin pindah dari rumah ini? Jika iya, papa akan bicara dengannya. Asalkan kamu tidak pergi dari rumah ini dan tetap di rumah ini!" Ujar Adi lirih dengan nada menghiba. Galuh tetap diam, tak sedikitpun Galuh mengubah pemikirannya.
"Aku yakin, Kanaya yang mengusulkan kepindahan ini. Buktinya dia tidak pulang, dia takut menghadapi kita!" Ujar Clara sinis, Galuh langsung menatap tajam Clara.
"Diam kamu, jangan memperkeruh suasana. Apapun yang terjadi, kamu tidak berhak bicara atau menilai. Diam dan dengarkan saja, jika tidak bisa. Masuk ke dalam kamar, tidurlah!" Ujar Adi dingin dan sinis, sontak Clara terdiam. Clara terlalu takut melihat amarah Adi. Amarah yang akan merubah dunianya.
"Galuh, katakan yang sebenarnya. Jika papa salah, papa minta maaf. Namun jangan pernah tinggalkan papa. Tetaplah disini, papa mohon!"
"Aku pergi, karena kesalahan papa. Kelemahan papa yang tak mampu mengendalikan dia. Ibu sambung yang tak pernah menghargai istri pilihanku. Papa lupa akan ucapkan dulu, sebuah janji yang kini aku tepati!" Ujar Galuh dingin, Adi menunduk tak mengerti arti perkataan Galuh. Adi terdiam sejenak, mengingat perkataan Galuh beberapa tahun yang lalu. Peringatan yang diucapkan dengan lantang oleh Galuh. Kala Clara mengusik Kanaya untuk pertama kalinya.
FLASH BACK
"Galuh, apa kamu menyukai dia? Putri keluarga Abimata. Dia tidak hanya cantik, tapi juga pintar dalam menggoda laki-laki!" Ujar Clara, Abra langsung menoleh. Kanaya menggenggam erat tangan Abra. Berharap tidak ada amarah, setelah mendengar perkataan Clara.
"Clara, jangan pernah melibatkan putriku. Masalah hanya antara aku dan dirimu!" Ujar Abra, Clara tersenyum sinis mendengar perkataan Abra.
"Dia putrimu, darahmu yang mengalir dalam nadinya. Jadi dia akan selalu terhubung denganmu!" Ujar Clara sinis.
"Kanaya kita pergi!" Ujar Abra, lalu menarik tangan Kanaya. Clara tersenyum sinis, melihat Abra pergi demi menahan rasa malu.
"Nyonya Clara, jangan pernah menghina Kanaya. Satu menit yang lalu aku diam mendengarkan. Namun satu menit berikutnya, belum tentu aku bisa diam. Kanaya alasan hidupku, berani anda menyakitinya. Aku akan membalasnya berserta bunganya!" Ujar Galuh dingin dan sinis, Clara menatap tajam Galuh. Adi hanya menggelengkan kepalanya. Dia sudah bisa menduga, akhir dari perdebatan Clara dan Galuh.
"Sayang, Galuh mengancamku!" Ujar Clara manja, Adi hanya diam. Galuh tersenyum sinis, lalu berdiri tepat di depan Clara dan Adi ayahnya.
"Jangan pernah menghinanya atau menyentuhnya. Jika tidak ingin melihat amarahku!"
"Tapi dia memang perayu, buktinya dia sudah berpisah di usianya yang masih muda!"
"Nyonya Clara, diamlah!" Teriak Galuh lantang, dengan tangan menunjuk ke arah wajah Clara.
"Itu kenyataannya!"
"Papa, tutup mulutnya atau papa harus memilih diantara aku dan dia!" Ujar Galuh tegas dan sinis.
FLASH BACK OFF
"Apa yang kamu katakan pada Kanaya? Kenapa kamu mengusiknya?" Ujar Adi dengan emosi dan nada tinggi. Clara terdiam membisu, dua mata Adi memerah. Menandakan amarah yang siap membakar tubuhnya.
"Dasar pengadu!" Sahut Clara kesal dan sinis.
"Seandainya perkataanmu benar, aku tidak akan pergi dari rumah ini. Sebaliknya, sikap diam Kanaya yang membuatku merasa bersalah. Aku merasa lemah, tidak bisa melindungi istriku di rumahku sendiri. Katakan papa, apa aku pantas disebut suami? Jika air mata istriku saja, aku tidak bisa menghapusnya. Pantaskah aku disebut laki-laki, jika nyatanya aku hanya diam. Ketika wanita yang aku cintai, tersakiti di depan kedua mataku!"
"Galuh, maafkan papa!"
"Terlambat pa, aku akan pergi. Setelah itu, baru aku pantas disebut sebagai laki-laki sejati!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
1iklan sudah nemplok ya kak, mari saling dukung😊
2023-11-25
0
💞Amie🍂🍃
Kata- katanya menyayat hati Thor😭😭😭😭
2023-11-25
0
Nur Syakira
greget deh sama Clara
sabar Kanaya, semoga bahagia selalu bersamamu
bersama Haikal tak bahagia
bersama Galuh pasti bahagia
2023-10-22
0