Rika masih acuh tak acuh bahkan saat mengetahui namanya sedang dimasukkan ke dalam daftar. Sambil menulis, Daichi Sensei berucap, "saya harap ini yang pertama dan terakhir kali. Jika ada lain kali, saya tidak akan segan untuk memanggil orangtua Rika-chan. Dan saya harap masalah ini tidak berbuntut panjang."
Daichi Sensei mengangkat kepalanya, "apa Rika-chan mengerti?"
"Ya, mengerti."
Daichi Sensei menghembuskan napas panjang. Lantas menjabarkan hal apa saja harus Rika lakukan untuk mengambil sanksi. Tidak ada penolakan ataupun reaksi keberatan dari Rika, dia hanya tetap diam sambil mendengarkan. Daichi Sensei sempat ragu jika ucapannya didengarkan dengan baik, melihat betapa tidak fokusnya Rika. Raganya memang ada di sini, namun tidak dengan pikirannya. Meski begitu, Daichi Sensei tetap menjelaskan dengan sabar.
"Sekarang, Rika-chan bisa pergi dan laksanakan hukuman."
Daichi Sensei sudah berbicara. Maka dari itu, Rika tidak diam lebih lama lagi. Dia bangkit, membungkuk lantas pergi. Usai sepeninggalan Rika, pria dewasa tersebut menghela napas panjang. Baru kali ini dia mendapati sikap apatis dari seorang siswi hingga tingkat ini, seakan tidak ada yang penting ataupun menakutinya.
Rika berjalan menyusuri koridor yang mulai lengang. Dia tidak bisa kembali ke dalam kelas, ia justru pergi ke tempat penyimpanan kebersihan sekolah. Membawa sebuah pel serta sapu di tangan kanan serta sebuah ember di tangan yang lain.
"Oi, Rika-chan!" Naomi yang baru kembali dari kafetaria sekolah berseru saat melihat Rika.
"Di minta bersih-bersih?" Mayu yang berdiri di sebelah Naomi bertanya penasaran.
"Bersih-bersih di mana? Mau kami bantu?" tawar Naomi tulus.
"Tidak perlu. Kalian bisa pergi." Rika tak lagi menghiraukan mereka berdua.
"Cotto matte kudasaiyo, Rika-chan!" Naomi berlari, berjalan di sisi kiri Rika, "apa Rika-chan pergi ke toilet untuk melakukan pembersihan?"
Rika menoleh secepat kilat ke arah Naomi. Dahinya berkerut dalam mengandung tanya dalam tatapannya.
"Aku hanya asal menebak. Jadi itu benar?"
Rika tidak menyangkal ataupun mengiyakan. Dia tetap berjalan, namun tidak melihat tanda-tanda mereka akan berhenti mengikutinya, Rika pun berhenti dan berbalik.
"Kembalilah!"
Naomi hendak mengatakan keberatannya. Akan tetapi Mayu lebih dulu menarik untuk menghentikannya, "sudah cukup, Naomi. Jangan memaksa."
"Tapi, Mayu Neechan?"
Mayu menggeleng, melarang untuk bertindak lebih jauh lagi.
"Hai, wakatta." Naomi menghembuskan napas berat, "kalau begitu, nanti kita pulang bersama, ok?"
Mayu merasa tidak enak hati dengan sikap Naomi yang pantang menyerah. Padahal pihak lain jelas-jelas sudah ditolak. Tapi tetap saja ingin dekat. Mayu meminta maaf pada Rika dan menarik adik sepupunya untuk kembali ke kelas.
Ditarik paksa, Naomi tidak begitu senang. Dia mengeluh, mengomeli tindakan yang Mayu perbuat untuknya.
Mereka berdua telah pergi. Rika menatap punggung Naomi dan Mayu dengan perasaan rumit. Meksipun sikap mereka sedikit berbeda dengan yang lain, tapi tetap saja dia tidak bisa begitu saja percaya untuk membuka hati pada mereka.
Menghembuskan napas panjang. Rika lantas memasuki toilet perempuan.
Di sisi lain, Naomi berusaha membebaskan diri dari cekalan Mayu. Usaha yang ia keluarkan membuat bajunya kusut dan tak lagi rapi. "Oneechan," rengek Naomi meminta dilepaskan.
Mayu mendengus, melempar tangan Naomi. Dia pun mencebik, bersidekap menatap Naomi dengan kesal. "Kenapa begitu bersemangat?"
"Apa?" Naomi cemberut, merapikan seragamnya kembali.
"Jelas-jelas Rika-chan sudah menolak, tapi kenapa masih begitu bersikeras untuk lebih dekat?" Mayu tidak tahu apa yang adik sepupunya itu pikirkan.
"Oneechan! Apa Oneechan berpikir seperti mereka?" Ada jejak cibiran dari kalimat yang Naomi ucapkan.
"Apa maksud mu?"
Naomi mundur, bersandar pada dinding sambil menatap jauh ke arah luar jendela. "Apa Oneechan tidak tahu? Sebenarnya Rika-chan sangat kasihan, dia baik, tidak pernah menganggu orang, tapi kenapa dia mendapatkan perlakuan seperti itu dari yang lain?"
Mayu termenung. Sejujurnya dia juga menyadari akan hal itu. Rika tak pernah memprovokasi orang, berkonfrontasi ataupun berselisih paham. Satu-satunya kekurangannya adalah, Rika sulit bergaul. Lebih tepat jika dikatakan tidak ingin bergaul. Terlalu acuh tak acuh dan wajahnya yang muram terkadang memiliki ekspresi galak saat berbicara dengan orang lain.
"Karena dia baik, kenapa tidak berteman? Mungkin Rika hanya gadis pemalu atau mungkin ... memiliki masalah." Naomi mengecilkan suara pada dua kata terkahir.
Menghela napas panjang. "Baiklah. Maka seperti apa yang kamu katakan," ucap Mayu mengalah.
Naomi berseru riang. Dia bangkit dan berlari ke arah Mayu untuk memeluknya erat. "Arigatou, Oneechan."
"Hn!"
...*★*★*★*★*...
Rika sudah hampir siap, semua noda baik di lantai, dinding, wastafel maupun cermin telah ia lap dengan bersih serta mengkilap. Aroma hujan serta buah pinus sangat menenangkan. Meski lelah, namun aroma segar yang menguar di udara membuat pikiran Rika menjadi rileks.
Rika mengambil semua peralatan kebersihan dan hendak keluar, tiba-tiba seseorang masuk ke toilet. Dia adalah Sayaka dan Nanao. Tampilan mereka tampak angkuh dengan dagu tarangkat saat menatap Rika penuh penghinaan.
"Oi, Nanao-chan? Apa kamu mencium bau busuk?" Sayaka berjalan melewati Rika seolah tidak melihat apapun selain mereka berdua.
Rika belum bereaksi. Dia melangkah maju, ia sempat mengambil ponsel di dalam kantong bajunya sebelum Nanao memanggilnya provokatif.
"Sayaka-chan, aku tahu bau busuk yang Sayaka-chan maksud. Baunya berasal dari sini." Nanao berjalan mendekati Rika, hidungnya kecilnya berkerut seolah benar-benar mencium bau tidak sedap.
"Astaga! Ini benar-benar menyakiti hidungku." Sayaka mengibaskan tangan di depan wajahnya, "oi, Nakamura Rika? Apa kamu tidak pernah membersihkan tubuhmu? Kenapa ada bau busuk yang begitu kuat dari tubuhmu?"
Membahas tentang tubuh adalah sebuah penghinaan. Apalagi Sayaka dengan sengaja sedikit memberi dorongan. Mata Rika memicing, alisnya yang tegas menukik disertai kilatan kobaran api.
Meski tubuhnya terbakar oleh amarah, Rika berusaha mengendalikan diri. Tanpa membuka suara ataupun bertindak secara sembrono, Rika lebih memilih untuk pergi. Dia tidak perlu bertindak sekarang, akan ada masanya untuk membuat perhitungan.
Rika menarik napas diam-diam, namun tindakan mengalahnya diartikan lain. Sayaka menahan tangan Rika tak membiarkan gadis pendiam tersebut pergi. "Oi, aku belum selesai bicara!"
Rika tidak senang. Dia menjatuhkan ember dalam pegangannya. Seketika terdengar bunyi ember jatuh dan menggelinding. Emosi Sayaka menggebu-gebu, wajahnya memerah dengan dada naik turun. Rika yakin, jika dia diam saja hal buruk akan menimpa dirinya cepat atau lambat.
Mengambil kuda-kuda, Rika menarik tangan Sayaka dan memutar tubuh gadis tersebut, kemudian Rika mendorong punggung Sayaka dengan kakinya hingga gadis bermarga Matsumoto tersebut terdorong ke depan. Nanao segera menahan temannya agar tidak jatuh.
Memanfaatkan momentum tersebut, Rika mengambil ember lantas berlalu pergi. Sayaka hendak mengutuk, namun orang yang ingin ia maki telah pergi meninggalkan mereka dalam penghinaan.
"Na.Ka.Mu.Ra.Ri.Ka!" Sayaka mengucapkan setiap huruf dengan penuh penekanan, "lihat apa yang bisa ku perbuat nanti."
Di tempat lain, Rika kembali menyimpan peralatan kebersihan. Dia akan pergi menemui Daichi Sensei, namun urung saat di tengah perjalanan telah terdengar suara bel yang diperdengarkan lewat pengeras suara.
Saat melewati kelas 2-7, orang-orang di dalam ruang tersebut berbondong-bondong keluar dari kelas. Terlalu ramai dengan obrolan serta candaan. Rika menyingkir, memberi ruang bagi mereka untuk jalan. Namun siapa sangka, ia justru menabrak bahu seseorang.
Mundur selangkah, Rika mengusap dahinya sambil meringis pelan. Pihak lain juga merasakan hantaman tersebut tidak bisa menahan rasa sakit. Ia mencengkeram bahunya dan hendak mempertanyakan maksud dari tindakan tersebut. Akan tetapi setelah melihat seorang gadis yang tingginya tak lebih dari daun telinganya sedikit menunduk sambil memegang dahi, ia hanya bisa menelan kembali umpatan yang hendak keluar.
"Gomen nasai, daijoubu desuka?"
Rika mengangkat pandangannya, melihat seorang pemuda berambut hitam sedikit ikal menutupi tengkuk. Ekor mata yang panjang menatap tak berbahaya. Rika mengambil langkah mundur, lantas berlalu pergi begitu saja mengabaikan sepenuhnya pertanyaan pihak lain.
Sang pemuda menatap punggung Rika yang menjauh dengan perasaan rumit. Tidak belum pernah diabaikan seperti ini, perasaan semacam ini benar-benar tidak nyaman.
"Ada apa, Renji-kun?" Seorang siswi bertubuh tinggi semampai menghampiri si pemuda.
"Tadi ... apakah Hime-chan mengenal gadis tadi?" Renji menunjuk punggung Rika.
Hime memicingkan netra cokelatnya, pandangnya terus mengikuti kepergian Rika hingga memasuki kelas 2-3.
"Hiro-kun, itu tadi Rika bukan?"
"Rika? Nakamura Rika?"
Hime menoleh ke arah Hiro dengan tatapan mengejek. "Memangnya ada Rika siapa lagi selain Nakamura Rika?"
Hiro menggaruk pipinya, malu.
"Nakamura Rika?" Renji mengulangi apa yang ia dengar.
"Iya. Dilihat dari punggungnya sepertinya memang dia. Ada apa, Renji-kun?"
Renji menggeleng. "Hn, tidak apa-apa."
Hime tidak percaya, dia memicingkan matanya. Menatap lurus ke arah netra hitam Renji. "Apa Renji-kun bertemu dengan Rika?"
"Hn." Renji mengangguk pelan, "tadi dia sempat menabrak bahuku. Aku bertanya padanya apa dia baik-baik saja, tapi dia malah lari begitu saja," terang Renji apa adanya.
Hime mendengus. "Lain kali jangan bersinggungan dengan dia. Gadis membosankan itu terlihat angkuh dan bertemperamen buruk."
"Kelihatannya tidak seperti itu," ujar Renji tak sependapat.
Hiro tiba-tiba tertawa. Memukul bahu Renji dengan kuat. Tawa itu terdengar disengaja, bahkan terdengar ejekan yang samar.
...*★*★*★*★*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Suki
Peranmu sebagai author tidak boleh diremehkan thor, update sekarang!
2023-10-23
0