BAB 5 TEMAN/CINTA

Nara Aquilla Theodor merupakan putri tunggal keluarga Theodore.

Tak jauh berbeda dengan kekayaan keluarga Sagara di kota ini. Keluarga Theodore juga memiliki beberapa kekuasaan yang sama, bedanya Theodor memiliki cabang utama di kota besar. Jadi secara tidak langsung  kekuatan mereka lebih daripada keluarga Sagara.

Meski seorang gadis Nara, sifatnya jauh sekali dari kata feminin. Nara adalah gadis yang tomboy dan biasanya hanya bermain dengan para pria.

Dia bukannya tak ingin bermain dengan para gadis. Hanya saja karena kebiasaan nya yang suka bolos dan bertengkar. Membuatnya dijauhi oleh teman-temannya yang lain.

Nara juga salah satu dari teman dekat Bara. Bisa dibilang dia adalah teman pertama Bara disekolah ini.

Setelah beberapa hari dia pergi ke rumah utama di kota, hari ini akhirnya dia kembali.

"Tumben sekali Bara tak ada disini?" tanya Nara dengan heran.

Nara baru saja tiba di bandara dan langsung pergi ke sini. Dia membawa cukup banyak oleh-oleh dan sedang dibagikan saat ini.

"Entahlah. Kau ingin ku beri tahu sesuatu." kata Mahesa misterius.

"Apa sih, gausah sok gitu deh," kata Nara kesal.

Tangannya terus sibuk membagikan oleh-oleh yang dia bawa. Dari mulai makanan sampai beberapa pernak-pernik dia bagikan sendiri.

"Makasih Nara, Kamu paling baik deh."

Semua orang dengan serempak saling mengucapkan kata-kata terima kasih pada Nara. Mereka awalnya tidak begitu Nara dengan baik karena dia seorang perempuan.

Tapi semakin lama kenal dengan Nara. Mereka jadi tahu Nara tak se merepotkan gadis lainnya. Dan malah selalu baik pada mereka seperti memberi mereka oleh-oleh saat pergi ke kota lain.

"Hmm, sama-sama."

Setelah semuanya terbagi dengan rata barulah dia kembali fokus pada Mahesa. Kata-kata itu begitu menggelitik jiwa penasarannya.

"Cepat katakan!" seru Nara tak sabaran.

"Ehem."

Mahesa bertindak seolah dia tak mendengar seruan Nara. Dia berpura-pura dengan mengalihkan pandangan ke arah lain. Tapi jelas tangan nya memberikan kode seolah meminta sesuatu.

Nara menatap malas pada Mahesa. Dia baru saja membagikan oleh-oleh. Dan pria itu masih saja merasa kurang.

Karena semua barang telah habis dibagikan .Dengan kesal Nara mengambil dompet di sakunya. Dan menyerahkan beberapa lembar pada Mahesa.

"Jika kau masih tidak mengatakannya aku akan akan mengadukannya pada Bara," ancam Nara.

Memang Bara selalu membelanya jika Mahesa sudah sangat jahil padanya. Nah saat ini pria itu tak ada disini jadi Nara hanya bisa membuat ancaman.

Mendengar nama Bara disebut, langsung saja Mahesa mengambil uang di tangan Nara. Tanpa berani bermain-main lagi. Dia mulai mengatakan apa yang dia maksud.

"Akhir-akhir ini Bara sudah jarang sekali bermain bersama kita. Bukan hanya saat libur, bahkan saat jam sekolah, Bara yang biasanya paling semangat membolos. Ujung rambutnya bahkan tak kelihatan berada di luar sekolah," terang Mahesa.

"Kau yakin?" tanya Nara tak percaya.

Mahesa mengangguk dengan penuh semangat. "Lihat saja sekarang dia tak ada disini."

Nara terdiam selama beberapa saat, "Apakah dia telah melewatkan sesuatu," batin Nara khawatir. Entah kenapa firasat buruk tiba-tiba menghantui pikirannya.

"Bagaimana jika kamu hubungi saja dia. Mungkin dia akan kesini jika kamu yang minta," lanjut Mahesa memberi saran.

"Ide bagus," kata Nara.

Dia lalu mengambil ponselnya dan mencari kontak Bara.

Drett drett drett

Setelah beberapa saat akhirnya telepon tersambung.

"Hallo Bara."

"Hallo."

"Apa kau tak akan ke tempat tongkrongan?. Aku baru saja kembali loh dan membawa banyak oleh-oleh. Apa kau tak merindukanku?"

"Tidak, lain kali saja aku akan kesana."

Sudah pasti Bara tak akan menjawab pertanyaan terakhirnya, Nara sudah paham betul dengan sikapnya.

"Ahh, ayolah. Tidak akan asik jika tidak ada kamu Bara. Mahesa bahkan terus menjahiliku saat tidak ada kamu."

"Kenapa kamu mengatakan itu," bisik Mahesa tak terima.

Nara hanya mengejek dengan memeletkan lidah seolah tak peduli dengan protes an Mahesa.

Tak mendengar ada balasan dari Bara. Dia pun kembali membujuk Bara untuk datang kesini.

"Uh, ayolah apa kau tak kasihan padaku. Mahesa bahkan telah memalak uang ku. Kamu harus membantuku mengambilnya."

"Itu tidak benar Bara jangan percaya," seru Mahesa tak terima.

"Heh, jelas-jelas kau mengambilnya," kata Nara marah.

"Bukannya kamu yang memberinya," sangkal Mahesa tak mau mengakui.

"Aku tak akan memberi jika kau tak memaksaku," balas Nara tak terima.

"Aku tak memintaku memberikannya. Bukankah kamu yang ingin informasi dariku," ujar Mahesa tak kalah sengit.

"Kauu...."

"Sial, tidak bisakah kalian tidak menggangguku!!!"

Tuttt

Mereka berdua terkejut dengan bentakan dari Bara. Dengan gugup keduanya sama-sama menelan ludah.

Sepertinya mereka telah membuat marah pria itu.

****

Bara kembali memasukkan ponselnya ke dalam sakunya dengan kesal.

Baginya waktu untuk melihat Fioni sangat la berharga. Tapi teman-temannya malah mengganggunya dengan hal yang tidak penting.

Sekarang dia telah kehilangan jejak Fioni.

"Ck, karena meladeni mereka aku jadi tak bisa memperhatikan Fioni dengan benar hari ini. Aku bahkan belum mendapatkan satu foto pun, shitti!!"

Di lain tempat, Fioni sudah sampai di kediaman Sagara.

Untungnya dia tadi tidak ketahuan oleh sopir karena baru saja datang dari luar toko buku.

Saat dia kembali dari Kafe kucing, sopirnya telah lebih dulu tiba di depan toko buku untuk menjemputnya. Karena sopirnya sibuk mengobrol dengan orang lain.

Fioni pun bisa masuk ke toko buku tanpa ketahuan. Setelah memilih beberapa buku acak. Dia pun langsung masuk ke dalam mobil dan bertindak seperti biasanya.

"Masih ingat pulang!"

Langkah kakinya langsung terhenti saat mendengar suara itu.

"Yahh, jika aku masih di izinkan untuk tinggal disini," jawab Fioni tenang.

Syahnaz menatap tajam pada sang anak, "Kamu sudah berani melawan sekarang."

Fioni hanya menghelas nafas berat. Pasti sesuatu telah terjadi dan sang ibu berniat untuk melampiaskan padanya.

"Semua ini salahmu, jika kamu tak pergi ibu tak akan marah-marah padaku. Kau pasti sengaja kan!" bentak Syahnaz.

Lihat, sudah Fioni tebak sesuatu benar terjadi kan. Dan saat ini sang ibu akan menyalahkan semuanya padanya. Dia sudah terlalu hafal dengan tingkah ibunya.

Tanpa berniat membalas apapun, Fioni hanya diam di tempatnya.

Syahnaz yang melihat keterdiaman Fioni pun makin menjadi. Dia mulai mengeluarkan kata-kata buruk.

Anak tak tahu diri, tak tahu balas budi, dan hanya bisa menyusahkan, kata yang paling sering Fioni dengar.

Dulunya Fioni akan membantah semua itu. Tapi selalu berakhir pemukulan dari sang ibu. Lambat laun dia mulai lelah melawan. Dan mulai membiarkan apapun yang ibunya lakukan dan katakan.

Fioni sudah sangat lelah, dia hanya berharap segera lepas dari semua ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!