BAB 3 PERTEMUAN

Bara sampai di sebuah gang kumuh di daerah pinggiran, disana sudah ada beberapa teman Bara dari sekolah lain, dan juga beberapa orang lainnya yang berada di posisi berlawanan.

Sebenarnya Bara sendiri tak memiliki teman dekat dikota ini. Karena tindakan nakal nya sejak menginjak usia remaja. Sang ayah marah dan menghukum Bara untuk tinggal di kampung halaman bersama nenek nya.

Dia bersekolah di salah satu SMA milik ayahnya. Jadi di sekolah ini sebenarnya Bara adalah murid baru. Dengan tindakannya yang kerap absen. Wajar jika dia tak memiliki teman selain dari mereka yang satu tongkrongan.

Bara yang diabaikan pun memilih tak perduli, dan semakin memberontak setiap harinya. Seperti sekarang ini, dia hendak melakukan tawuran bersama teman-temannya.

"Heh, jadi ini yang ingin menantang ku," kata Bara sinis.

"Kenapa? takut. Tenang kita tak akan sampai membunuhmu. Pastinya babak belur sedikit tak masalah kan," ejek Gema pemimpin rombongan itu.

"Banyak omong," bentak Bara.

Tanpa menunggu balasan, dia langsung bergerak menyerang mereka, dan tentunya itu bukan pukulan ringan.

Pada akhirnya dua kubu saling menyerang habis habisan. Tanpa ada yang berniat mengalah sedikitpun.

Namun, jika dilihat lebih dekat, lebih seperti pemukulan sepihak dari kelompok Bara. Meski lawannya lebih banyak, Bara sendiri cukup melawan 3 orang sekaligus.

Bara menyerang dengan cukup ganas, sepertinya dia sedang dalam suasana hati yang buruk.

Benar saja baru sebentar mengenal Fioni efeknya sudah sebesar ini. Bara cukup kesal memikirkan apa yang telah dikatakan fans buruknya itu pada Fioni.

Dengan mata kesal Bara melayangkan satu tendangan. Dan seketika lawannya terpental menabrak tembok.

Yang lain melihatnya dengan mata ngeri. Mereka yang ketakutan menghentikan aktivitas saling pukul dan bergerak untuk pergi dari tempat itu.

Teman-teman Bara yang tahu musuhnya telah menyerah pun tak berniat mengejarnya.

Dengan senang hati mereka kembali ke tempat tongkrongan mereka untuk merayakan kemenangan mereka.

"Kau terlihat cukup kesal, Bara. Apa yang terjadi?" tanya Mahesa.

Dia adalah teman baik Bara, sejak setahun yang lalu. Tapi dibandingkan teman yang lainnya.

Mahesa sangat mengenal Bara, bahkan identitas nya yang sebenarnya, hanya dia satu satunya yang mengetahuinya.

Yahh, memang dalam tongkrongan, Bara tak pernah menunjukkan siapa dia sebenarnya.

Yang lain hanya berfikir dia anak kaya yang memberontak. Tanpa tahu seberapa berpengaruh keluarga Bara.

"Bukan urusanmu," balas Bara singkat.

Mahesa memandang tak percaya dengan jawaban Bara. "Sudah terlihat jelas dia dalam suasana hati buruk masih saja mengelak," batin Mahesa tak paham.

Dengan kesal Bara mengambil sebotol air mineral dan mulai membersihkan bagian tubuhnya yang kotor.

Meski tak terluka, karena dia selesai bertengkar sudah pasti penampilannya akan berantakan.

Setelah memastikan semuanya bersih, Bara pun berniat meninggalkan tempat itu. "Aku pergi."

Bara tak menunggu balasan dan langsung berjalan pergi.

Mahesa yang sedikit terlambat bereaksi pun mengejarnya. Beruntung dia tak tertinggal jauh.

"Mau kemana?" tanya Mahesa terkejut.

Tanpa menoleh sedikitpun, Bara menjawab.

"Ck, sekolah," jawab Bara santai. Mengingat wajah manis Fioni, dia kembali mempercepat langkahnya, dan meninggalkan Mahesa yang terdiam mematung.

"Apa katanya tadi, sekolah?!" gumam Mahesa tak percaya. "Ah, pasti dia ingin memberi pelajaran pada salah satu orang. Itu sebabnya dia kembali ke sekolah. Pasti benar begitu," lanjutnya menyimpulkan dengan percaya diri.

****

Berbeda dengan apa yang dipikirkan Mahesa. Bara kembali ke sekolah untuk menunggu Fioni pulang.

Seperti biasa dia akan mengikuti gadis itu seperti penguntit. Saat ini Bara sedang berada di bawah pohon di bagian ujung sekolah.

Dari sini dia bisa memperhatikan setiap siswa yang menuju ke gerbang sekolah.

Dengan tenang Bara menyandarkan tubuhnya, sembari memakan sebuah permen loly.

Fioni melangkahkan kakinya keluar dari gudang sekolah. Dia baru saja selesai menaruh beberapa peralatan olahraga.

Saat tadi dia melewati lapangan, guru olahraga meminta tolong padanya, dengan temperamen yang telah dia bentuk. Fioni pun jadi tak bisa menolaknya.

Karena pergi ke gudang Fioni pun jadi melewati tempat yang berbeda dengan siswa lainnya.

Dalam perjalanannya pikiran Fioni pun sibuk memikirkan banyak hal. Tapi dia tak memikirkan perihal pelajaran seperti biasanya. Pikirannya tertuju pada masalah yang Gebi ceritakan.

Bara Altair Johnson sebuah nama yang bahkan belum pernah dia dengar sebelumnya.

Memang masalah besar yang dia miliki sejak dulu, Fioni tak pernah mengingat nama orang. Dia cenderung melupakan nya jika itu bukanlah hal penting.

Apalagi Bara yang sepertinya tak pernah dia dengar, bagaimana dia bisa mencari orang itu untuk membantu Gebi.

Dengan pikiran berkecamuk, Fioni pun jadi tak memperhatikan jalannya, tanpa sadar di pun tersandung sebuah batu.

Bara menarik tubuh Fioni, memeluknya dengan erat, dan mencegahnya untuk jatuh. Dia sudah memperhatikan gadis itu sejak dia berjalan ke arahnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Bara dengan nada khawatir.

Fioni berdehem, melepaskan diri dari pelukan bara, dan berkata, "Aku tidak apa-apa, terima kasih."

Bara yang mendengarnya tak langsung percaya, menatap tubuh Fioni dari atas hingga bawah, memastikan tak ada luka apapun.

Fioni yang ditatap seperti itu, merasa canggung dengan kelakuan pria di depannya apalagi dia tak mengenalnya.

Namun, dia tak menunjukkannya dan dengan tenang tersenyum hangat. Menganggukkan kepala sebagai salam terakhir, Fioni pun meninggalkan tempat itu dengan jantung berdebar.

Tapi sudah pasti itu bukan perasaan cinta melainkan perasaan takut.

Baru setelah dia berada cukup jauh dan kembali ke keramaian, Fioni bisa menenangkan detak jantungnya.

"Dasar pria mesum gila. Aku akan menjauhi pria itu jika bertemu lagi," batin Fioni.

Seperti kata Fioni bahwa Bara adalah pria gila. Kelakuan Bara saat ini benar benar persis pria gila.

Sejak kepergian Fioni dia terus cengengesan dengan menciumi tangannya sendiri. Seolah dari tangan yang telah memeluk Fioni, masih tertinggal aroma manis dan lembut gadis itu.

Bara masih ingat persih bagaimana rasanya, begitu halus dan empuk, sangat pas berada di pelukannya. Kejadian kali ini membuat Bara semakin bertekad untuk memiliki gadis itu.

Otaknya kembali berpikir dengan keras, bagaimana bisa mendekatinya tanpa membuatnya takut. Apalagi bara tak pernah mendekati seorang gadis selama ini.

****

Fioni masuk ke dalam rumah, disana terlihat sang ibu tengah berkumpul dengan teman-temannya.

Meski dalam hati Fioni tak ingin menyapa. Dia tetap harus melakukannya jika tak ingin mendapat masalah.

"Salam, tante," ucap Fioni sopan dengan senyuman manis.

Banyak pasang mata yang melihat Fioni dengan berbagai pandangan.

Ada pandangan kagum, iri, bahkan yang biasa saja. Hampir semua orang  dalam lingkaran tahu bagaimana background nyonya baru Sagara.

Dan banyak dari mereka yang iri melihat bagaimana Syahnaz memiliki anak yang luar biasa, bahkan mengalahkan anak mereka yang sudah di didik sedari kecil.

Farah yang memang tak memiliki pikiran buruk pun, angkat bicara, "Ah, Fioni sudah pulang kemari lah bergabung dengan kami."

Sebelum Fioni sempat menjawab, Syahnaz ibu fioni lebih dulu angkat bicara, "Kemarilah, duduk sebentar disini."

Mendengar titah sang ibu, Fioni pun tak jadi menolaknya. Dengan terpaksa dia pun duduk disana. Di bibirnya masih tersungging senyuman, sikapnya pun begitu anggun layaknya wanita bangsawan.

"Kamu sudah kelas 2 kan jika tante tak salah ingat. Apa kamu sudah memutuskan akan melanjutkan ke universitas mana," tanya Farah penasaran.

"Iya tante. Saya masih memikirkannya, lagipula masih setahun lagi," jawab Fioni patuh.

"Haha, anak ini pasti malu. Dia berniat ke Universitas nomor 1 di kota besar. Aku bahkan tak bisa melarangnya, padahal aku ingin dia tetap dekat disini. Tapi mengingat nilainya yang bagus, sayang bukan jika dia tak ke sekolah terbaik," kata Syahnaz dengan senyum sombong.

Fioni yang mendengarnya tak terganggu sedikitpun. Sedangkan, bagi yang lainnya itu merupakan hal luar biasa.

Bagaimanapun ini hanya kota kecil. Meski bisa dibilang mereka kaya. Tapi dibandingkan orang orang dari kota besar tentu saja.

Mereka yang tadinya tak antusias pun menjadi semangat untuk mendekati Syahnaz. Bagi mereka menjalin hubungan dengan sang ibu sama saja dengan dekat dengan Fioni.

Tapi tentunya pikiran mereka akan terbantahkan nanti. Karena saat Fioni sudah keluar dari rumah ini nantinya. Dia tak akan lagi peduli untuk berhubungan dengan sang ibu ataupun keluarga sagara.

Tentunya hal itu masih menjadi cerita di masa depan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!