Hari ini Maryam sudah sampai di Indonesia. Maryam sedang berjalan sambil membawa trolley di sepanjang selasar terminal kedatangan internasional airport Soekarno Hatta. Maryam menoleh ke luar jendela untuk mencari saudara satu ayahnya yang bernama Rafael Darmawan Pandjaitan. Mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tunggu untuk mendapati sosok saudaranya. Namun orang yang dia cari belum kelihatan batang hidungnya.
Bug
Tak sengaja ujung trolley yang didorong oleh Maryam menabrak seseorang sehingga dua menghentikan langkah kakinya. Orang yang yang ditabrak oleh Maryam adalah Edgar. Edgar menoleh ke Maryam. Matanya Edgar berbinar bahagia bisa melihat Maryam lagi setelah empat puluh dua hari tidak bertemu. Dua belas hari setelah kejadian malam itu, Edgar datang ke rumahnya Armstrong untuk menemui Maryam.
Tapi sangat disayangkan, Maryam sudah pergi ke Berlin untuk menemui kakak satu ibu yang bernama Zayn. Waktu itu Edgar sangat kecewa karena tidak menemui Maryam lagi. Edgar sempat berfikir jika dia tidak akan bertemu lagi dengan Maryam karena dia tidak memiliki nomor handphonenya Maryam, sedangkan orang yang dia temui waktu itu di rumahnya Armstrong tidak tahu nomor handphonenya Maryam.
Edgar sangat merindukan Maryam yang memiliki pipi chubby, hidung mancung, kulit putih bersih dan bibir yang merah dan ranum. Tiba - tiba jantungnya berdetak tak beraturan. Dirinya bergeming, merasakan gelayar aneh di hatinya dan desiran lembut menyelusuri setiap aliran darahnya. Sebuah perasaan di hatinya terhadap Maryam.
"Assalamu'alaikum, maaf Edgar," ucap Maryam spontan sambil menoleh ke Edgar.
"Wa'alaikumsalam. Iya nggak apa - apa, cuma luka lecet aja," ucap Edgar ramah sambil tersenyum manis ke Maryam.
"Apakah kaki kamu sakit?" tanya Maryam khawatir sambil melihat luka gores di pergelangan kaki kanannya Edgar.
"Tidak, kaki saya tidak sakit. Apa kabar kamu, Maryam?" ucap Edgar.
"Luka kamu harus diobati," ucap Maryam sambil berjalan mendekati Edgar.
"Tidak perlu, nanti juga sembuh sendiri," ucap Edgar sambil menoleh ke Maryam yang sedang berjongkok di hadapannya.
"Kamu yakin tidak mau diobati?" tanya Maryam sambil beranjak berdiri.
"Iya."
"Baiklah kalau begitu," ucap Maryam.
Ketika Maryam membalikkan badannya, tak sengaja ujung bawah gamisnya ke injak sehingga membuat dirinya terhuyung ke belakang. Dengan sigap, Edgar memeluk pinggang rampingnya Maryam supaya tidak terjatuh. Hatinya Edgar berdebar dahsyat ketika menyentuh Maryam. Pandangan mata mereka saling memaku. Sedetik kemudian Maryam menegakkan tubuhnya. Edgar melepaskan pelukannya.
"Bagaimana kabar kamu Maryam?" tanya Edgar supaya bisa menghilangkan rasa kikuknya.
"Alhamdulillah baik," jawab Maryam sambil berjalan mendekati trolleynya.
"Maaf, boleh saya tanya sesuatu?" tanya Edgar basa - basi.
"Boleh, kamu mau tanya apa?" ucap Maryam ramah menggenggam pegangan trolleynya.
"Kalau mau ke daerah Condet dari sini naik apa ya?" ucap Edgar basa-basi.
"Ehmmm ... biar lebih praktis, sebaiknya kamu naik taksi aja. Soalnya kalau naik angkutan umum yang lainnya ribet, harus beberapa kali ganti angkutan umum," ucap Maryam sesuai dengan pengetahuannya.
"Kamu mau ke daerah mana Maryam?" tanya Edgar.
"Aku mau ke daerah Menteng."
"Kamu sendirian ke sananya?"
"Nggak, nanti aku dijemput sama Kakakku."
"Oh ya, gimana kelanjutan kasus pengepungan itu?"
"Sudah selesai, para penjahat telah dijatuhi hukuman yang setimpal."
"Siapa mereka?"
"Para preman yang menguasai daerah itu."
"Oh ya, dua gelas hari setelah kejadian itu, aku datang ke rumah kakak kamu yang bernama Armstrong untuk bersilaturahmi, tapi kamu dan keluarga kakak kamu sudah pergi ke Berlin. Terus aku tanya tentang berapa hari kalian di Berlin dan nomor handphone kamu ke orang yang bekerja di sana, dia jawabnya tidak tahu."
"Iya, waktu itu ada acara keluarga."
"Boleh aku minta nomor handphone kamu?"
Waduh aku harus bagaimana ini? Kalau aku nggak kasih tahu nomor handphone ku yang berlaku di negara ini, nanti dia kecewa sedangkan dia pernah menolongku. Kalau aku kasih, aku takutnya dia berharap perasaannya dibalas olehku.
Batin Maryam.
"Nomor handphoneku sudah nggak berlaku di sini."
"Oh iya, kita kan sekarang bukan di Inggris. Kamu di sini ingin berlibur atau ingin bekerja?"
"Bekerja."
"Aku juga akan bekerja di sini, test tertulis secara online sudah lulus, tinggal test tertulis secara offline dan test wawancara. Kalau kamu sudah lulus semuanya?"
"Sudah."
"Berarti nanti selamanya kamu tinggal di Jakarta?"
"Mungkin, tergantung situasinya."
Sepertinya Maryam belum menyukai diriku, aku harus bisa mencuri hatinya supaya aku bisa mendekatinya dan mengenal dirinya lebih dalam lagi, tapi bagaimana caranya?
Batin Edgar.
"Maryam!" teriak seorang pria paruh baya yang bernama Rafael.
Maryam menoleh ke arah sumber suara yang telah memanggil namanya. Dia melihat seorang pria paruh baya yang didampingi oleh kedua bodyguard sambil tersenyum lebar kepada dirinya berdiri di depan pintu keluar terminal. Maryam membalas senyuman pria itu.
"Permisi ya, aku sudah dijemput sama kakakku," ucap Maryam lembut.
Tak lama kemudian Maryam berjalan cepat sambil mendorong trolley ke luar ruangan terminal. Edgar memandang bahunya Maryam yang semakin lama, semakin menghilang dari pandangannya. Maryam berjalan melewati beberapa orang dan pintu otomatis. Maryam menghentikan langkah kakinya ketika berada di samping kanannya kakaknya yang bernama Rafael Darmawan Pandjaitan.
Maryam melepaskan pegangan trolley dan langsung memeluk erat kakaknya dengan kerinduan yang begitu besar. Rafael membalas pelukan Maryam. Mereka saling melepaskan rasa rindu karena hampir dua tahun mereka tidak bertemu. Mereka adalah saudara satu ayah. Rafael sangat menyayangi Maryam. Maryam melepaskan pelukannya, lalu menatap manja ke Rafael.
"Ih Abang, jemputnya telat," rengek Maryam manja.
"Maaf, tadi kliennya Abang datangnya telat," ucap Rafael sambil melepaskan pelukannya.
"Abang Rafael, kenapa waktu acara pengajian keluarga di Berlin nggak datang?" rengek manja Maryam.
"Sorry, waktu itu Abang lagi sibuk mengurusi tiga proyek," ucap Rafael, lalu dia mengusap puncak kepalanya Aisya. "Tadi kamu lagi ngobrol sama siapa?"
"Sama Edgar."
"Teman kamu?"
"Bukan. Dia yang telah menolongku waktu aku dikepung sama para preman di wilayah perbatasan kota London dengan kota Luton."
"Ooo, dia orangnya. Makanya ikuti saran kakak kamu. Kalau kamu mengikuti sarannya, kejadian itu tak akan terjadi. Kakak-kakak kamu tidak suka dengan sifat keras kepala kamu yang seperti itu," ucap Rafael tegas.
"Iya Abang."
"Oh ya, satu lagi, tidak baik terlalu dekat dengan orang asing," ucap Rafael.
"Masa sich, kami kelihatan dekat?"
"Dia menatap kamu dengan tatapan mata yang ingin memiliki dirimu. Ingat, kamu itu udah dijodohkan dan akan dinikahi oleh Ibrahim!" ucap Rafael tegas.
"Iya Abang."
"Ayo kita pergi dari sini!" ajak Rafael.
Tak lama kemudian mereka berjalan menuju ke tempat parkiran VVIP. Sekilas Maryam melihat Edgar yang sedang duduk di bangku. Sontak Edgar mengalihkan pandangannya ke Maryam yang sedang menatap ke dirinya. Edgar tersenyum manis ke Maryam dan mereka saling memandang. Sedetik kemudian Maryam mengalihkan pandangannya ke depan.
"Tadi kamu ngeliat apa?
"Ngeliat Edgar Bang."
"Kamu masih ingat kan batasan kamu sebagai seorang muslimah yang sudah punya calon suami?" ucap Rafael tegas.
"Iya Abang."
"Abang tidak mau kamu mengecewakan kami," ucap Rafael tegas.
"Iya Abang," ucap Maryam sambil menundukkan kepalanya.
"Setelah Abang pikir-pikir, sebaiknya kamu melupakan semua yang berhubungan dengan Edgar, melupakan kejadian yang kemarin waktu kamu dikepung oleh para preman dan melupakan kejadian di airport."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments