"Kamu mau ngapain?" tanya Edgar bingung ketika melihat Maryam membuka sabuk pengaman.
"Aku mau masuk ke dalam."
"Aku akan mengantarkanmu sampai masuk ke dalam rumah," ucap Edgar tegas sambil melihat wajahnya Maryam yang gelisah.
"Ta —."
"Tidak ada tapi-tapian. Ini keadaan darurat, pasti kakak kamu memakluminya. Lagipula sebentar lagi pintu gerbang terbuka secara otomatis."
Sedetik kemudian pintu gerbang rumah itu terbuka. Mau tak mau Maryam memperbolehkan Edgar mengantar dirinya sampai masuk ke dalam rumah. Mobil yang dikemudikan oleh Edgar masuk ke dalam pekarangan rumah yang sangat luas. Pintu gerbang itu otomatis tertutup ketika mobilnya Edgar sudah masuk ke dalam. Edgar melajukan mobilnya dengan pelan. Edgar menghentikan mobilnya ketika berada di depan teras sebuah mansion yang memiliki gaya klasik modern.
Edgar mematikan mesin mobilnya. Edgar membuka kunci semua pintu mobilnya. Edgar membuka sabuk pengaman ketika Maryam membuka salah satu pintu mobil milik Edgar. Sedetik kemudian, pintu utama mansion terbuka dan Edgar membuka pintu mobil bagian pengemudi, lalu berlari kecil menghampiri Maryam. Maryam menundukkan kepalanya ketika kakaknya yang bernama Armstrong berada di ambang pintu.
Tak lama kemudian berjalan menghampiri dirinya dan juga Edgar. Edgar terkejut melihat kakaknya Maryam yang sama sekali tidak mirip dengan Maryam. Armstrong yang memiliki wajah bule tulen dengan tubuh yang tinggi menjulang dan tegap walaupun usianya sudah tua. Edgar menoleh ke Maryam yang sedang menundukkan kepalanya. Edgar mengalihkan pandangannya ke depan. Armstrong berhenti di depan mereka.
"Assalamu'alaikum," salam Maryam, lalu Maryam menyalim tangan kanannya Armstrong.
"Wa'alaikumsalam," balas Armstrong sambil menurunkan tangan kanannya. "Apa yang telah terjadi padamu?" tanya Armstrong khawatir sambil melihat beberapa luka di wajahnya Maryam.
"Maafkan aku Kak," ucap Maryam pelan.
"Kamu siapa?" tanya Armstrong lugas sambil menoleh ke Edgar.
"Assalamu'alaikum, perkenalkan nama saya Edgar," ucap Edgar sopan sambil mengulurkan tangan kanannya ke Armstrong.
"Wa'alaikumsalam. Armstrong. Kamu siapanya Maryam?" ucap Armstrong sambil membalas uluran tangan kanannya Edgar, lalu mereka berjabat tangan.
"Saya yang menolong Maryam," ucap Edgar sambil melepaskan telapak tangan kanannya dari genggaman Armstrong.
"Apakah itu benar?" tanya Armstrong sambil menurunkan tangan kanannya.
"Iya Kak. Tadi mobilku mogok setelah aku pulang dari kajian di masjid Ghuroba. Ketika aku lagi ngecek mesin, tiba-tiba ada seseorang yang menyergap ku dari belakang. Aku berontak dengan menyikut area sensitifnya sehingga pelukannya terlepas. Terus ada beberapa orang yang mengepung aku dan aku diserang oleh mereka. Setelah mereka terkapar, aku berlari untuk mencari pertolongan sehingga aku menemukan Edgar, Kak."
"Ya Allah, apa yang telah terjadi padamu, Sayang," ucap seorang wanita paruh baya yang masih cantik sambil berjalan cepat menghampiri mereka.
"Kak Sofia," ucap Maryam pelan ketika Sofia menghentikan langkah kakinya di depan Maryam.
"Ya ampun, kenapa wajah kamu luka-luka, ayo masuk! Kakak akan mengobati lukamu," ucap Sofia khawatir sambil menarik tangan kanannya Maryam.
"Maryam, kamu masuk ke dalam rumah sama Kak Sofia. Kakak mau ngobrol sebentar dengan Edgar."
"Baik Kak."
Tak lama kemudian, Maryam dan Sofia melangkahkan kakinya masuk ke dalam mansion dengan tempo yang lumayan cepat. Melewati pintu utama yang terbuka lebar. Berjalan melewati lobby mansion, lalu langkah kaki mereka berbelok ke sisi kiri. Menyusuri lorong kamar yang berada di lantai satu hingga langkah kaki mereka berhenti di sebuah ruangan yang berada di ujung lorong.
"Kamu duduk dulu, Kak Sofia mau ambil obat-obatan," ucap Sofia sambil melepaskan pergelangan tangan kanannya Maryam.
"Iya Kak," ucap Maryam sambil berjalan pelan ke sofa panjang.
"Pria tadi siapa?" tanya Sofia sambil berjalan menuju kotak P3K.
"Edgar Kak," ucap Maryam sambil menduduki tubuhnya di sofa panjang.
"Edgar Valentino Middleton?" tanya Sofia sambil membuka kotak P3K.
"Iya Kak, Kakak kok tahu nama lengkapnya?"
"Dia itu sepupu Kakak, pantesan tadi Kakak sempat berfikir kalau orang itu adalah Edgar Valentino Middleton, tapi Kakak ragu karena sudah lama banget kami tidak bertemu lagi. Terakhir ketemu, waktu dia masih kecil," ucap Sofia sambil mencari obat luka lebam.
"Apa yang telah terjadi dengan kamu Maryam?" tanya seorang wanita paruh baya yang berwajah Arab bule sambil berjalan menghampiri Maryam.
"Aku dikepung dan diserang oleh para penjahat, Kak Sarah."
"Kamu lawan mereka?"
"Iya Kak Sarah."
"Good job," ucap Sarah sambil menduduki tubuhnya di samping kanannya Maryam.
"Mana luka-luka kamu," ucap Sofia sambil menduduki tubuhnya di sebelah kirinya Maryam.
"Di wajahnya ada beberapa luka Sofia," ucap Sarah.
"Iya Kak Sarah," ucap Sofia sambil membuka tutup wadah tisu antiseptik.
"Kamu diantar sama siapa?" tanya Sarah.
"Sama Edgar, dia yang menolongku," ucap Maryam sambil merasakan perih di wajahnya.
"Dia ikut berkelahi juga?" tanya Sofia sambil membalurkan obat salep di luka lebam milik Maryam.
"Enggak Kak Sofia, dia hanya membawa aku pergi dari tempat kejadian," ucap Maryam sambil merasakan sakit di wajah dan punggung telapak tangan kanannya.
"Kamu tahu siapa mereka?" tanya Sarah sambil merapikan obat-obatan.
"Aku tidak tahu Kak Sarah," jawab Maryam sambil menoleh ke Sofia.
"Kamu masih ingat wajah mereka?" tanya Sofia sambil merapikan obat-obatan.
"Masih Kak Sofia" jawab Maryam sambil menoleh ke Sarah.
"Kakak akan mengusut peristiwa itu," ucap Armstrong lugas sambil berjalan menghampiri mereka.
"Itu harus Sayang," samber Sarah sambil beranjak berdiri, lalu berjalan menghampiri Armstrong.
"Aku harus menangkap mereka," ucap Armstrong sambil menghentikan langkah kakinya. "Menurut Kakak, Edgar ada hubungannya dengan peristiwa itu," lanjut Armstrong sambil memeluk pinggangnya Sarah dengan erat.
"Bisa jadi Sayang," celetuk Sarah sambil membalas pelukan Armstrong.
"Kalian jangan asal menuduh," ucap Sofia setelah menaruh obat-obatan di dalam kotak P3K sambil berjalan menghampiri Armstrong.
"Dia kan anaknya Maxwell Middleton, mungkin dia ingin balas dendam karena ayahnya dipenjara," ucap Armstrong sambil menoleh ke Sofia yang sedang berjalan menghampiri dirinya.
"Dia nggak ada hubungannya dengan pamanku itu. Sejak kecil dia tinggal sama ibunya di Milan. Pamanku bercerai dengan ibunya Edgar sejak Edgar berusia lima tahun. Aku sangat yakin, tidak ada hubungannya peristiwa itu dengan Edgar."
"Sebaiknya kita serahkan peristiwa ini ke pihak berwajib Kakak," ucap Maryam ketika Sofia berhenti di sebelah kanannya Armstrong.
"Aku setuju dengan Maryam Sayang," ucap Sofia lembut.
"Oh ya Sayang, kamu tahu dia anaknya Max dari siapa?" ucap Sarah lembut.
"Dari dia sendiri," ucap Armstrong sambil merangkul pinggang rampingnya Sofia.
"Aku harus menemuinya," ucap Sofia sambil melepaskan rangkulan Armstrong dari pinggangnya.
"Dia sudah pulang Sayang," ucap Armstrong lembut, lalu mencium pipi kirinya Sofia yang membuat Sofia senang.
"Kakak tidak menyuruhnya masuk ke dalam rumah?" tanya Maryam ketika Armstrong merangkul pinggang rampingnya Sofia.
"Dia tidak mau," ucap Armstrong setelah mencium pipi kanannya Sarah. "Oh ya, kamu tidak boleh terlalu lama ngobrol dan dekat-dekat sama Edgar, karena kamu sudah punya calon suami," lanjut Armstrong sambil menoleh ke Maryam.
"Iya Kak. Aku juga tahu batasannya. Aku janji, hari ini terakhir kami bertemu Kak," ucap Maryam yakin yang masih menoleh ke Armstrong.
"Kamu sudah tahu bahwa dia menyukaimu?"
"Sudah Kak. Aku tahu dari tatapan dia ke aku."
"Kamu yakin Edgar menyukai Maryam? Mana mungkin dia suka sama Maryam. Setahu aku, dia menyukai cewek-cewek yang terbuka, seiman dengannya dan glamor. Aku kan suka lihat status dan story akun sosial medianya," ucap Sofia.
"Dia sudah mualaf Sayang satu tahun yang lalu," ucap Armstrong lembut sambil menoleh ke Sofia.
"Alhamdulillah. Aku akan membantunya mempelajari tentang Agama Islam dan supaya dia Istiqomah," ujar Sofia bersemangat.
"Aku tidak akan mengizinkannya. Masih ada ustadz yang mampu membimbingnya," ucap Armstrong tegas.
"Ih kamu, masa cemburu sama sepupuku."
"Wajar aku cemburu, karena dia bukan mahrammu Sayang."
"Kak, aku ke kamar dulu," ucap Maryam sambil beranjak berdiri dari sofa.
"Iya," ucap Armstrong.
"Maryam, kamu sudah yakin ingin melanjutkan perjodohan itu?" tanya Sofia.
"Iya, aku sudah sangat yakin menerima perjodohan itu," ucap Maryam sambil menoleh ke Sofia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments