Dahlia sudah diperbolehkan pulang dengan bayi Aira. Abyan merasakan double kebahagiaan, kelahiran putri kembarnya dan penantiannya berbulan-bulan membuahkan hasil. Berkat kesabaran dan ketulusannya, dinding hati Dahlia yang sekokoh karang di lautan akhirnya melapuk tersiram deburan ombak cinta Abyan. Tapi dari lubuk Abyan juga masih merasakan penyesalan yang teramat dalam karena pernah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Di saat Dahlia sudah membuka pintu hatinya, Abyan malah menjaga jarak. Abyan takut jika cinta untuknya akan berubah kembali menjadi kebencian.
Dahlia menitipkan bayi Aira ke Bu Marni. Dahlia mendekati Abyan yang duduk di sofa kamar mereka.
"Pah, kenapa mukanya kusut?" Dahlia duduk di samping Abyan.
"Aku takut jika kamu mengingat kembali masa lalu kamu akan membenciku." Jawab Abyan.
"Apakah waktu lima bulan tidak cukup bagiku untuk menilaimu? Baiklah jika itu yang kamu mau. Aku akan memperpanjang masa benciku." Dahlia berdiri, Abyan menahan tangannya. Dahlia tersenyum kecil dan berbalik menatap Abyan.
"Jangan, cukup sudah. Aku sanggup menahan hasratku, tapi aku tidak sanggup di cuekin kamu. Dunia serasa runtuh melihat wajahmu yang membeku. Hatimu sedingin salju, sikapmu yang diam menusuk-nusuk jantungku sampai ke ubun-ubun." Abyan bak seorang pujangga menyampaikan isi hatinya.
Dahlia tertawa kemudian dia duduk di samping Abyan." Aku bukanlah seorang Penyair. Aku tidak pandai merangkai kata-kata puitis, aku hanya bisa menunjukkan hatiku dengan tindakan." Dahlia mendekatkan dirinya ke Abyan dan dengan penuh perasaan dia mendaratkan kecupan ringan di pipi Abyan.
Abyan merasakan aliran listrik mengalir di dalam tubuhnya. Jantungnya berdegup tidak beraturan, Abyan mencoba menahan diri dengan membalikkan punggungnya. Dahlia sangat mengerti Abyan.
"AAAGGHHH!" Dahlia memegang perutnya.
"Sayang, kamu kenapa?" Abyan membalikkan badannya, wajahnya dan wajah Dahlia posisinya sangatlah dekat.
Dahlia kembali melayangkan ciuman, tapi kini ke bibir Abyan. Abyan tidak membuang kesempatan, dia pun membalas ciuman Istrinya dengan penuh cinta.
Matahari kembali ke peraduannya. Bulan dan bintang bercumbu mengiringi malam yang sepi. Di atas langit-langit kamar Dahlia dan Abyan terdengar suara mengecap. Lama-lama semakin jelas.
"Ooeee...ooeee." Aira menangis histeris.
Dahlia, Abyan terbangun. Dahlia mengangkat Aira kedalam pelukannya. Abyan memperjelas indera pendengarannya, mencari sumber suara. Dari atas menetes lendir yang baunya begitu menyengat. Abyan dan Dahlia penasaran dan mendongak ke atas.
"AAAAAAAA!" mereka berteriak keluar kamar.
Bu Marni dan Pak Ridwan yang mendengar teriakan dan tangisan segera keluar kamar mencari tahu apa yang terjadi.
"Dahlia ada apa?" tanya Bu Marni.
"Bu, di atas kamar kami ada kepala yang bisa terbang tanpa badan." Kata Abyan.
"Kuyang!" Pak Ridwan berlari ke dapur mengambil sesuatu diikuti Bu Marni.
Setelah dapat apa yang mereka cari, mereka dengan berani mencari makhluk yang ada di dalam kamar. Benar saja, di atas langit-langit kamar ada kepala yang melayang dengan organ tubuh bagian dalamnya yang menjuntai bergelantungan.
"Keluar kau dari sini!" Pak Ridwan melempar tali ijuk ke arah kuyang.
Kuyang terjatuh, Bu Marni memukul-mukul kepala kuyang dengan sapu lidi. Pak Ridwan membuka jendela kamar. Kuyang dengan cepat melarikan diri.
"Awas kalo berani datang kemari!" teriak Pak Ridwan. Pintu jendela kamar ditutup, dan ditaruh tali ijuk di atasnya.
Bu Marni juga menaruh bawang merah yang ditusuk dengan jarum jahit, gunting kecil dan juga buku Yasin kecil yang dimasukkan ke dalam plastik opp, di samping tempat tidur bayi Aira. Menurut kepercayaan penduduk di sana, benda-benda tadi salah satu penangkal datangnya kuyang.
Pak Ridwan dan Bu Marni keluar dari kamar.
"Sudah Nak, Bapak dan Ibu sudah mengusir kuyang itu keluar." Kata Bapak.
"Apa itu kuyang Pak?" tanya Abyan.
"Kuyang itu manusia hantu yang suka menghisap darah bekas seorang ibu melahirkan, bahkan suka menghisap darah bayi yang baru dilahirkan. Tujuannya untuk hidup abadi dan supaya awet muda. Dia penganut aliran hitam biasanya perempuan." Jawab Pak Ridwan.
"Ih amit-amit Pak, semoga saja dia tidak datang lagi." Dahlia bergidik.
"Dia tidak akan datang lagi, Ibu yakin. Karena kami sudah menaruh penangkalnya di dalam kamar. Jangan lupa banyak berdoa Nak." Kata Bu Marni.
Sementara itu di luar rumah, ada cahaya merah melayang terbang disela-sela pepohonan. Cahaya merah itu terbang kesana kemari seperti mencari sesuatu. Terbang dari satu pohon ke pohon yang lain.
"Apa an tu?" salah satu satpam komplek perumahan menunjukkan sesuatu kepada dua orang temannya.
"Pesawat lampunya kedap kedip, Pak No." Jawab Udin.
"Gak mungkin lah itu pesawat. Gak ada suaranya." Kata Tito.
"Ayo kita cek." Pak No dengan senternya mengikuti cahaya merah itu.
"Gue merinding." Udin berjalan di belakang Tito.
"Pak No, coba lihat di dekat rumah kosong itu ada seseorang yang duduk." Tunjuk Tito.
Pak No mengarahkan senternya.
"Se...se...tan!" teriak Udin.
"Sssst bukan, itu orang." Kata Pak No.
"Tapi gak ada kepalanya." Udin menutup matanya.
"Ayo kita lihat." Pak No mendekati orang yang terlihat duduk dan benar tanpa kepala, dengan keberaniannya Pak No mengintip isi di dalam tubuhnya.
"Apa an Pak No?" Tito memegang tangan Udin tubuhnya bergetar.
"Gawat, komplek kita kedatangan kuyang." Muka Pak No berubah.
"Terus tubuhnya kita apakan?" Udin belum berani membuka matanya.
"Tubuhnya kita sembunyikan, esok pagi kita akan mengetahui siapa dia sebenarnya. Ayo bantu saya memindahkan tubuhnya." Pak No, Udin dan Tito bersama-sama mengangkat tubuh itu.
Mereka menyembunyikan tubuh kuyang di tempat yang mereka pikir aman. Mereka kembali duduk di pos Satpam.
"Permisi, maaf saya orang baru di tempat ini. Numpang nanya rumah suster Erna di mana ya?" seorang gadis kira-kira berusia dua puluh tahunan dengan koper di tangannya.
"Suster Erna yang bekerja di klinik persalinan itu ya?" tanya Udin.
"Iya betul." Jawabnya.
"Rumahnya lumayan jauh dari sini." Kata Tito.
"Bisa minta tolong saya diantarkan? Karena saya sama sekali asing di daerah ini." Pintanya dengan sopan.
"Tentu saja, mari kami antarkan. Sekalian kami patroli." Pak No berdiri.
"Oke, silakan." Udin mempersilakan gadis itu berjalan di depan.
"Kalo boleh tahu nama Mbaknya siapa?" tanya Pak No.
"Perkenalkan nama saya Siti, saya temannya suster Erna. Saya di sini ditugaskan membantu persalinan juga di klinik yang sama." Jawabnya.
"Nah di sini klinik bersalinnya Mbak." Tunjuk Tito.
"Lumayan besar ya kliniknya dan banyak juga yang datang ke sini." Siti melihat dari luar klinik.
"Pak No, coba lihat di atas pohon!" Udin mengarahkan senternya.
Nampaklah sesuatu yang menyangkut di dahan pohon. Kepala seorang perempuan dengan rambut panjang, usus terburai dan meneteskan darah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Queen
🤮🤮🤮
2023-11-21
1
milkchocho
Thor blm up date kh? Ditunggu yaaaa
2023-10-20
1
Na!
Mulai penampakan 😱
2023-10-19
1