Bagian 5

Sahara mengangguk. Kini Raden mengambil posisi mengukung gadis itu. Berada di atas tubuh Sahara dengan kedua tangannya yang berada di sisi tubuh Sahara, sengaja menutup pergerakan sang istri agar tak dapat menghindar. Raden merendahkan tubuh, mengecup bibir istrinya sehingga menjadi ******* yang agak lama.

Mereka saling tatap sebentar sembari menetralkan nafas yang sudah tak beraturan. “Aku akan mengambil hak Ku malam ini,” bisik Raden berat pada istrinya.

Tubuh gadis itu meremang. “Aku minta jangan kasar,” lirih Sahara yang sedikit khawatir.

Raden menggeleng. “Aku bakal berusaha lembut,” sahutnya menyeringai.

Kala nafsu sudah menguasai, mereka berdua pun menyetujui. Raden melepaskan sisa pakaian yang masih tertinggal di tubuh Sahara.

***

Waktu menunjukan pukul dua pagi, Raden terbangun dari tidurnya. Namun betapa terkejutnya ia saat menyadari bahwa dirinya berada didalam satu selimut bersama dengan Sahara tanpa sehelai benang pun.

Raden segera bangkit, matanya melirik ke arah Sahara yang tampak tertidur pulas sembari bergumam,

“Sial! Kok ini bisa terjadi sih? Padahal tadinya kan gue cuma berniat buat nakut-nukitin Sahara, tapi malah gue nya yang gak bisa ngontrol diri dan semuanya terjadi.”

Raden mengamati wajah Sahara yang tampak teduh dengan mata yang terpejam.

“Sahara, ternyata bukan nama kamu doang yang cantik, tapi hati kamu juga. Aku kagum sama kamu, kamu bisa menjaga kesucian kamu sebagai seorang perempuan, akhlak kamu juga baik.” batin Raden.

Ada perasaan bangga di hatinya karena ia bisa menjadi orang pertama untuk pengalaman pertama Sahara. Ini memang bukan yang pertama kali bagi Raden, sebagai seseorang dengan kehidupan yang bebas, sebelumnya Raden telah sering melakukannya dengan wanita-wanitanya  terdahulu. Namun yang masih perawan tentu hanyalah Sahara, sehingga memberikan sensasi dan pengalaman yang berbeda untuk Raden.

Raden menarik nafas panjang, ia memungut pakaiannya yang tergeletak diatas lantai kemudian memakainya kembali. Raden berjalan keluar dari kamar menuju teras rumah, ia mengeluarkan sebatang rokok lalu menghisapnya. Asap dari bakaran rokok tampak mengepul di udara, Raden duduk di kursi sembari melamun.

“Hati sama perasaan gue kok jadi aneh gini yah? Otak gue juga jadi gak bisa mikir, apa yang sebenarnya gue rasain? kenapa gue jadi gini cuma karena gue udah tidur sama  Sahara. Dia perempuan baik umurnya juga masih muda, masa gue harus nyakitin dia?”

Banyak pertanyaan-pertanyaan yang menghantui benak Raden, hingga akhirnya Raden mengeluarkan ponsel yang ada di saku celananya dan memutuskan untuk menghubungi sahabatnya, Nicho.

“Hai penganten, lagi apa? Bukannya asik malam pertama yah, kok malah nelpon gue, heuh?” jawab Nicho.

“Lagi party yah, berisik banget.”

“Yoi, lo juga pasti lagi party kan di kamar sama bini lo?”

Rizki lalu merebut telepon tersebut dari tangan Nicho.

“Gimana Den malam pertama lo, lo tidur sekamar apa pisah kamar?” tanya Rizki penasaran.

“Sekamar.”

“Pasti bini lo tidur di ranjang, terus di sofa kan?”

“Enggak juga.”

“Maksudnya enggak juga, kalian tidur sekasur?”

“Iya.”

“Jangan bilang kalo kalian untuk bercocok tanam?”

“Apaan sih? Kayak petani aja bercocok tanam.”

“Yaa…maksudnya lo udah ***** ama bini lo?” jelas Rizki dengan bahasa yang sedikit vulgar.

“Iya Ki, emang kayak gitu,” jujur Raden.

Mendengar jawaban tersebut, Rizki dan Nicho beserta teman-temannya yang sedari tadi mendengarkan percakapan mereka langsung tertawa terbahak-bahak.

“Buset, ada yang belah duren nih.”

“Sialan,kemaren aja lo ngotot banget pengen ngebatalin perjodohan, pas udah nikah malah langsung kawin. Mubazir gue kemaren dengerin curhatan lo,” sinis Nicho.

“terus sekarang lo nelpon kita mau pamer gitu?” lanjut Rizki.

“bukan lah.”

“Gimana, masih asli ga? haha…,” ledek Nicho sembari tertawa.

“masih legit dan ori, gue yang buka segelannya.”

“Sialan, enak banget lo.”

“Tapi sebenarnya gue nelpon bukan mau ngomongin itu, gue lagi bingung banget nih.”

“Bingung kenapa lagi lo?”

“Gue bingung, apa yang harus gue lakuin sama tuh cewek, karena gue udah ngelakuin hal itu sama dia.”

“Maksud lo, elo ngerasa bersalah gitu, karena udah perawanin dia?”

“Iya.”

“Lah…napa harus merasa bersalah, dia kan udah sah jadi bini lo. Udah ah, lo ganggu party kita aja, mendingan lo terusin gih malam pertama lo lagi, kita juga mau terusin acara kita.”

Nicho langsung menutup telpon, yang mendapat umpatan dari Raden. “Sial, gue kan belom selesai ngomong.”

Herman yang saat itu hendak menuju ke kamar mandi, melihat pintu depan rumahnya terbuka. Curiga ada maling yang masuk, Herman langsung menuju ke depan untuk memastikan. setelah dicek, ternyata ia menemukan Raden yang sedang duduk di kursi teras. Herman pun langsung menghampirinya.

“Kok nak Raden ada di luar, apa nak Raden di usir sama Sahara?”

Raden melirik ke sumber suara.  “Oh enggak kok pak, saya cuma lagi ngadem aja.”

“Maaf ya nak Raden, kamarnya sempit dan panas , ga ada ac soalnya.

“oh enggak pak,  bukan karena itu kok.”

“Apa ada yang di pikirin? cerita aja sama bapak.”

Lalu Herman ikut duduk bersama Raden di teras.

“Pak, kenapa bapak mau menjodohkan Sahara dengan orang kaya saya? Padahal bapak tau kalau saya kehidupannya gak bener.”

Herman berfikir sejenak, mencerna dengan baik terlebih dahulu pertanyaan dari menantunya itu.

“Selain karena bapak merasa berhutang budi kepada pak Surya, bapak yakin setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Tapi, apakah selamanya akan seperti itu, belum tentukan. Kalau dia mau berubah, dan mau keluar dari hal buruk tersebut, pasti dia akan bisa menjadi lebih baik.”

Raden tersenyum mendengar jawaban dari Herman yang sebenarnya lebih terdengar seperti nasehat.

“Ya sudah, sekarang nak Raden masuk, disini terus nanti malah masuk angin.”

“Iya pak.”

Raden dan Herman pun masuk ke dalam rumah. Raden kembali ke kamar Sahara. Dia mengambil posisi tepat di sebelah sahara yang sedang tertidur. Raden menatap dengan seksama wajah Sahara.

“Kenapa hati gue jadi deg-degan ya kalo ngeliat wajah dia. Apa gue udah  jatuh cinta sama dia. Masa hanya dalam waktu dua hari gue bisa jatuh cinta. kalo udah kaya gini, mana mungkin gue tega nyakitin dia,” batin Raden.

Raden melihat jam yang menempel di dinding, ternyata sudah jam empat pagi. Raden memutuskan untuk membangunkan Sahara.

“Ra…Bangun! udah jam empat, bentar lagi shubuh,” ujar Raden dengan lembut.

Sahara yang merasa tidurnya terusik langsung membuka matanya. Sahara menatap Raden yang berada di sampingnya. Dia sempat heran, kenapa pria itu membangunkannya untuk sholat. Namun tidak berfikir lama, Sahara langsung bangkit untuk mandi. Selesai melakukan ritual mandinya, Sahara kembali ke kamar hanya dengan mengenakan handuk yang memperlihatkan sebagai kulit tubuhnya.

Melihat hal tersebut, Raden tidak bisa menahan dirinya. Dia memeluk Sahara dari arah belakang. Sahara tersentak, sehingga ia sedikit berteriak.

“Maaf udah bikin kamu kaget, kayanya kamu harus mandi lagi.”

Sahara terdiam dan hanya menganggukkan kepala setelah mengerti apa yang Raden inginkan. Dan di pagi itu, mereka kembali melakukan apa yang mereka lakukan sebelumnya.

***

Mentari menyapa, Sahara membantu ibunya  di dapur, berkutat dengan alat-alat dapur untuk menyiapkan sarapan bagi anggota keluarganya.  Orang tua Sahara dan adiknya sudah duduk di meja makan. Sahara berjalan keluar untuk memanggil Raden yang  tengah duduk di teras rumah untuk sarapan pagi bersama.

“Kak, sarapannya udah siap . kita makan bareng, ibu sama bapak udah nunggu di dalem. “

“Iya Ra.”

Raden mengikuti langkah Sahara menuju masuk ke dalam rumah. Sesampainya di ruang makan, ia duduk bersama di meja makan.

“Ayo makan Den, maaf makanannya sederhana,” ujar Elisa.

“Iya, gak apa-apa Bu,” jawab Raden tersenyum.

“Kak, tadi pas shubuh aku liat kakak udah mandi. Terus kenapa mandi lagi, emang kakak gak dingin ya?” tanya Tiara dengan polosnya.

Mendengar omongan Tiara, Sahara dan Raden merasa malu pun kikuk. Orang tua Sahara tersenyum kecil melihat Raden dan Sahara yang tertunduk malu.

“Tiara, mendingan habisin dulu makannya, baru ngobrol,” tegur Elisa.

“Pak, Bu. Nanti saya sama Sahara disuruh papa dateng kerumah,” ujar Raden setelah menghabisnkan makanannya.

“Jam berapa kesana nya?”

“Paling jam sembilan, kalo boleh saya pinjem motor bapa.”

“Iya, pakai aja.”

Sahara dibonceng Raden dengan menggunakan motor tua milik Herman menuju ke rumah orang tuanya. Perjalanan kali ini terasa begitu tersiksa karena mereka merasa sangat kaku dan kikuk. Selama perjalanan mereka tidak saling bicara sedikitpun hingga akhirnya mereka sampai ke tujuan.

Setibanya di sana, rumah orang tua Raden terlihat masih ramai dengan keluarga besarnya yang belum kembali ke Jakarta. Melihat kedatangan Raden dan Sahara membuat mereka menjadi heboh. Mereka bersorak sekaligus bercanda. Mereka terus-terusan meledek pasangan pengantin baru itu,  hingga Raden dan Sahara merasa malu. Untungnya Surya segera datang dan langsung mengajak mereka berdua menuju ruang kerjanya yang terletak di lantai dua.

“Papa memanggil kalian berdua kesini karena papa mau menawarkan kalian untuk pergi berbulan madu ke tempat manapun yang kalian inginkan,” jelas Surya.

“Aku pengen ke Yunani aja Pa,” jawab Raden tanpa pikir panjang.

“Bagaimana dengan kamu Sahara?” Surya melirik ke arah Sahara yang berada di sebelah Raden.

“Maaf.. Tapi Sahara kayaknya gak mau kemana dulu. Soalnya nanti Sahara bakalan sibuk ngurus kelulusan,” tolak Sahara dengan sopan.

“Kalau ditunda nanti kalian keburu masuk kuliah dong.”

“Iya pak, gak apa-apa.”

“Loh, kok manggil pak, sekarang papa dong manggil nya!”

“Eum…i-iya Pa,” Sahara tersenyum canggung.

“Papa tau Sahara ingin kuliah kan? Papa udah mempersiapkan semuanya, nanti Sahara akan tinggal sama Raden berdua, papa udah siapin rumah untuk kalian tempati di Jakarta. Papa ngerti Sahara masih tujuh belas tahun, papa juga akan membantu merahasiakan pernikahan kalian, papa juga gak mau jika nantinya terjadi masalah di kemudian hari sama pernikahan kalian.  Ini alamat rumahnya Raden,” Surya mengulurkan secarik kertas yang diterima oleh Raden.

“Sahara, kalau boleh papa mau bicara berdua sama Raden.”

Sahara mengangguk mengerti.

“oh iya, kalau gitu Sahara keluar dulu.”

Sahara berjalan menuju keluar dari ruangan kerja itu. Gayatri yang melihat Sahara, mengajaknya menuju dapur untuk memasak.

“Papa mau ngomong apa?” Raden melirik ke arah Surya.

“Papa udah transfer uang ke rekening kamu, dan jumlahnya lebih besar dari pada biasanya.”

“Widih…papa baik banget,” senyum di wajah Raden merekah. Bagaimana tidak? Bahkan sebelumnya Surya sempat memblokir rekening miliknya yang sangat mempersulit gaya hidup mewahnya.

“Jangan senang dulu kamu, itu berdua untuk kamu sama Sahara, dia kan istri kamu, karna kamu belum kerja, jadi papa yang bakal membiayai rumah tangga kalian.”

“Nah itu papa tau, aku belum kerja tapi papa tetep nikahin aku.”

Setelah keluar dari ruang kerja Surya, Raden menuruni anak tangga untuk mencari keberadaan Sahara, ia pun menemukan gadis itu di dapur sedang memasak bersama dengan Gayatri.

Raden memperhatikan Sahara yang sedang membantu mama nya memasak, Sahara tampak cantik dan anggun.

“Perasaan apa yang sekarang gue rasaain, kok gue jadi selalu pengen ngeliat wajah Sahara, sebelum nikah gue ngerasa kesal tapi baru dua hari bersama dia, dada gue jadi berdebar setiap kali melihat Sahara. Gue jadi selalu pengen dekat-dakat dia, gue jadi malu sama diri gue sendiri, malu sama omongan gue dulu, tapi apa ya yang Sahara rasain ke gue?”

BERSAMBUNG

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!