Menikahi Perawan Desa

Menikahi Perawan Desa

Bagian 1

Raden Syailendra Atmajaya, seorang pemuda berusia  25 tahun. Ia merupakan putra semata wayang pemilik Atmajaya Grup, Surya Atmajaya yang dikenal sebagai pebisnis sukses nan rendah hati.

Setiap harinya, Raden menghabiskan waktu untuk nongkrong di klub, berfoya-foya, bergonta-ganti wanita. Hampir semua hal yang buruk melekat pada pria ini. Namun, karena status sosial nya, banyak wanita yang selalu berusaha mendekatinya, berharap bisa mendapatkan banyak harta dengan menjadi istri Raden.

Sementara itu, dalam hal akademik, Sudah lebih dari enam tahun, namun Raden belum juga menyelesaikan kuliahnya. Bahkan jumlah ketidakhadiran nya lebih banyak dari pada masuk kelas. Jika bukan karena dirinya merupakan anak pemilik kampus, mungkin dia sudah lama di drop out.

***

Di tengah gemerlapnya cahaya neon dan dentuman musik yang menggema di sebuah klub malam di pusat ibu kota bagian selatan, Raden tampak tengah asik berpesta ria. Di sekitarnya, teman-temannya berjoget dan tertawa dengan riang.

Raden menikmati minuman dalam gelasnya, menyeruputnya hingga tak bersisa. Mereka semua bergerak dengan ritme yang bebas. Suara tawa dan percakapan ramai mengisi udara, menciptakan suasana yang cukup riuh.

Pesta semakin memanas seiring malam berlanjut, tanpa mereka sadari waktu sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Di tempat yang berbeda, tepatnya di kediaman Surya Atmajaya, Gayatri Atmajaya tampak cemas menunggu kepulangan putranya. Sejak tadi, Gayatri tidak bisa memejamkan matanya mengkhawatirkan Raden.

Surya keluar dari kamar, menghampiri istrinya yang tampak mondar-mandir di ruang tamu.

“Masih nungguin Raden Ma?”

“Iya Pa,” jawab Gayatri lesu. Kantung matanya begitu kentara di wajahnya yang masih cantik meski sudah memasuki usia lima puluhan.

“Biarin aja Ma, nanti juga dia pulang. Mama istirahat aja! Hampir tiap malem mama nungguin Raden yang selalu pulang pagi. Nanti mama bisa sakit.”

“Tapi mama cemas Pa. Kalo Raden berantem  lagi gimana? Papa ingat kan waktu Raden pulang wajahnya babak belur dan harus dirawat ke Rumah sakit. Mama takut hal itu terjadi lagi. Kita cuma punya Raden Pa!”

“Iya Ma, papa ngerti kekhawatiran mama, tapi mama juga harus mikirin kesehatan mama. Pokoknya, papa akan cari cara supaya Raden bisa berubah.”

“Gimana caranya Pa?”

“Nanti papa pikirin solusi terbaiknya. Sekarang kita kembali ke kamar ya.”

Surya membawa istrinya kembali ke kamar untuk beristirahat.

Di sudut ruangan, Raden tampak tengah duduk sendiri sembari menikmati segelas minuman yang ada di tangannya. Sementara tak jauh dari meja Raden, Rizki dan Nicho tampak tengah sibuk mengobrol dengan dua wanita dengan pakaian terbuka yang begitu menggoda.

Seorang gadis dengan gaya rambut bergelombang  berjalan mendekati Raden. Nama gadis itu adalah Angel, teman satu kelas nya.

“Hai Den, kok lo malah sendirian aja sih disini?” sapa Angel dengan senyuman khasnya. Angel adalah tipe gadis kota yang sangat gaul dan juga famous.

“Yaa…gak papa,  pengen aja.”

“Gue temenin ya?”

“Iya boleh.”

Mendengar hal tersebut ia terlihat senang, lalu mengambil posisi tepat di sebelah Raden berada.

“Raden, gue mau nanya nih.”

“Heum?” Raden menaikkan sebelah alisnya.

“Lo kok gak pernah ngampus lagi?”

“Males aja.”

“Iya gue tau, tapi kok lo semales itu sih?”

“Gak tau. Gue suka ngantuk orangnya kalo pagi-pagi.”

“Kan bisa dateng siang.”

“Siang juga gue males.”

“Emang gak ada gitu hal menarik di kampus yang bikin lo pengen ke kampus?”

“Contohnya?”

“Contohnya yaa… pengen ketemu temen, atau ada cewek yang kamu suka gitu di kampus?

Raden berfikir sejenak, “Gak ada tuh.”

“Ohh gak ada,” raut wajah Anggel tampak sedikit kecewa mendengar jawaban dari Raden.

***

Pagi hari sekitar pukul 5 pagi, Raden membuka pintu rumahnya dengan langkah yang sedikit mengendap-endap. Matanya terasa sangat berat dan mengantuk. Namun, ketika langkahnya memasuki ruang keluarga, dia disambut oleh sorot tajam dari dua pasang mata yang menatapnya penuh selidik. Mereka adalah orang tuanya, Surya dan Gayatri.

“Pulang juga akhirnya kamu, Raden? Mau jadi apa kamu kalo terus-terusan begini?” sindir Gayatri yang memendam amarah.

Langkah Raden langsung terhenti, ia mendengus, mencoba mengatasi rasa kesal yang mulai menyusup ke dalam hatinya. Ia meletakkan kedua tangannya di pinggang seraya berkata,

"Yang aku lakuin itu wajar kali, Ma. Aku itu masih muda, jadi butuh hiburan, lagian Aku gak melukai siapa-siapa kok, aku juga gak merampok atau nipu orang,  jadi apa masalahnya?"

“Tolong pikirin masa depan kamu Raden!”

Gayatri tampak sudah begitu lelah dan kehabisan akal untuk menasihati putranya tersebut.

“Iya, nanti aku pikirin. Sekarang aku ngantuk mau tidur.”

“Raden! Mama belum selesai bicara!”

Seperti tidak peduli, Raden tetap menaiki anak tangga menuju ke kamarnya. Gayatri hanya bisa menarik nafas dalam melihat kelakuan putranya itu.

Surya dan Gayatri sarapan pagi di meja makan, seperti biasanya.

“Semalam Raden pulang jam berapa Ma?” tanya Surya.

“Jam 5 shubuh Pa.”

Surya menarik nafas jengah.

“Jadi gini Ma, papa punya rencana mau ngejodohin Raden sama Sahara anak pak Herman mandor kita di perkebunan teh di Adonara.”

“Kenapa harus dinjodohin, terus kenapa harus sama anaknya pak Harman?”

“Papa bukan cuma ngejodohin tapi mau langsung nikahin mereka, supaya kalo Raden punya istri dia gak bakal kemana-mana lagi. Terus kenapa papa pilih Sahara, karena dia selain cantik juga baik, papa liat ibadah nya juga rajin, siapa tau Sahara dapat meluluhkan hati Raden yang sekeras batu itu.”

“Gimana kalo nanti Raden gak bisa berubah Pa?”

“Untuk kali ini papa yakin Raden pasti bisa berubah, kita berdoa saja.”

“Iya Pa, kalo gitu mama setuju aja, selama itu demi kebaikan anak kita Raden, mama bakal dukung.”

Sementara itu di tempat lain, yaitu di Adonara, seorang gadis cantik nan ayu bernama Sahara yang memakai seragam putih abu-abu tengah sarapan bersama ibu, ayah dan adiknya yang mengenakan seragam putih dongker. Mereka hendak berangkat ke sekolah.

“Sahara, bukannya kamu udah beres ujian, tapi kok masih ke sekolah?” ujar Herman.

“Iya Yah, Sahara emang udah selesai ujian, tapi masih ada beberapa hal yang harus Sahara urus ke sekolah. Terus Sahara juga pengen ketemu teman-teman.”

“Bohong Yah, palingan juga pengen ketemu pacarnya,” ledek Tiara, adik satu-satunya.

“Enak aja, kamu tuh yang kaya gitu.”

“Aku mah orangnya gak macem-macem.”

“Udah..!!! Makannya buruan dihabisin, nanti kalian telat,” seru Elisa kepada kedua putrinya.

“Iya anak-anak ayah yang cantik dan baik, buruan sarapannya terus pergi sekolah. Ohh iya, ban sepedanya kemarin udah dibenerin kan?”

“Udah kok Yah, semalam dibenerin bang Gatot. Kalo gitu Sahara berangkat dulu, ayo Tiara!”

Sahara dan Tiara berangkat ke sekolah bersama dengan sepedanya masing-masing. Kebetulan jarak sekolah mereka tidak terlalu jauh dari rumah sehingga bersepeda adalah pilihan yang pas.

***

Surya berkunjung ke rumahnya yang di Adonara sembari melihat keadaan perkebunan miliknya. Herman pun datang untuk menemui majikannya, Surya.

“Pak Herman, saya mau ngomong sama bapak, ayo kita ngobrol di dalam.”

“Ohh…iya pak.”

Mereka masuk ke dalam rumah lalu duduk di ruang tamu.

“Silakan duduk pak Herman.”

“Iya pak, Makasih.”

“Anak bapak yang bernama Sahara sekarang umurnya berapa ya?” ujar Surya memulai percakapan.

“Tujuh belas tahun pak, tahun ini bakal genap delapan belas.”

“Sekolahnya gimana?”

“Sahara baru beres ujian pak, tinggal nunggu kelulusan aja.”

“Bagus kalo gitu.”

“Memangnya ada apa pak?”

“Saya mau melamar anak bapak Sahara.”

“Maksudnya mau melamar Sahara untuk jadi istri ke dua bapak?”

Surya terkekeh.

“Oh bukan buat saya pak Herman. Saya mau melamar Sahara untuk anak saya Raden.”

“Oh…saya kira buat bapak. Tapi…apa pantes Sahara anak seorang mandor seperti saya  menikah dengan Raden?”

“Saya tidak memandang orang dari pekerjaan ataupun status sosialnya pak Herman.”

“Jujur saja, saya senang sekali pak kalau bapak berniat menjadikan Sahara sebagai menantu bapak, tapi saya tidak bisa membuat keputusan ini sendiri, saya harus bicarakan dulu sama Sahara.”

“Iya pak Herman, bapak obrolin dulu sama Sahara. Tapi tentu saya sangat berharap bapak dan Sahara  mau menerima lamaran saya. Dan jika kita sudah sepakat, saya berencana mau menikahkan mereka dalam waktu dekat ini. Dan juga pak Herman harus tau, setelah menikah Sahara akan saya bawa pindah ke Jakarta dan saya kuliahkan di sana.”

“Saya akan bicarakan dulu dengan keluarga saya. Kalau begitu saya pamit pak, Assalamualaikum.”

BERSAMBUNG…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!