Bagian 3

Sahara menunaikan ibadah sholat magribnya. Selesai mengucapkan salam, Sahara lalu berdoa.

“Yaa Allah, tolong beri hamba petunjuk atas perjodohan ini. Beritahu hamba apa yang harus hamba lakukan, hamba belum ingin menikah tetapi hamba juga tidak ingin melukai perasaan ayah hamba,hamba mohon ya Allah, beri hamba jalan keluar yang terbaik karna hanya engkau yang tau apa yang terbaik buat hamba. Amin ya robbal alamin…”

Baru saja selesai berdoa, Herman  mengetuk pintu kamarnya, Sahara menoleh ke belakang.

“Ada apa pak?”

“Ada Raden di depan.”

“Iya pak.”

Sahara tidak menanggalkan mukena yang ia kenakan, ia langsung saja ke depan untuk menemui Raden.

“Ngapain ke sini kak?”

Raden yang berada di depan mobil yang terparkir di depan rumah lalu menoleh ke arah sumber suara. Saat dia menatap wajah lembut yang sedang berdiri di muka pintu, ia langsung tertegun seolah-olah ada bidadari di hadapannya. Wajah teduh sahara yang dibaluti mukena terasa sangat menyejukkan jiwa yang memandang.

Namun sepersekian detik kemudian, Raden segera merubah raut wajahnya menjadi terlihat kesal. Ia berjalan beberapa langkah ke arah Sahara.

“Obrolan kita tadi siang belum selesai, kamu main pergi aja.”

“Jadi sekarang kakak maunya gimana?”

“Tolong dong bantu saya supaya pernikahan ini batal, saya belum mau nikah.”

“Saya juga kak, saya belum mau nikah. Saya masih tujuh belas tahun, sekolah aja baru mau lulus.

“Bener kamu belum mau?”

“Iya kak, ngapain saya bohong. Tapi bapak saya gak mungkin berani nolak, pak surya kan majikan bapak saya.”

“Oke kalo gitu sekarang saya mau ngomong sama papa, saya mau bilang yang sebenernya, semuanya. Kalo gitu saya pergi dulu.”

Raden kembali ke mobil dan langsung tancap gas pergi dari rumah Sahara. Dia tidak butuh waktu lama untuk sampai di rumahnya. Raden langsung menemui papa nya yang berada di ruang kerja.

“Pa, aku mau ngomong,” ujar Raden setelah mengetuk pintu.

“Mau ngomong apa Den?”

Raden berjalan masuk ke ruangan Papanya, ia mendudukkan tubuhnya diatas kursi yang berhadapan dengan Surya.

“Pa, aku mohon batalin pernikahan aku pa. Bukan cuma aku yang gak mau, Sahara juga gak mau Pa.”

“Kata siapa Sahara gak mau?”

“Dia ngomong sendiri sama aku.”

“Ya sudah, besok bawa Sahara ke hadapan papa! Papa pengen denger langsung dari Sahara nya. Kalo bener Sahara gak mau papa bakal batalin, tapi kalo ternyata Sahara setuju kamu juga harus setuju.”

“Oke pa, aku setuju.”

Keesokan hari nya, pagi-pagi  sekali mobil Raden sudah terparkir di depan rumah Sahara. Sahara terkejut pun heran. Raden keluar dari mobil berjalan menghampiri Sahara di muka rumah yang Sudah tampak rapi dengan seragamnya. Hari ini sahara memakai kardigan karena cuaca yang lumayan dingin di pagi ini.

“Kak Raden pagi-pagi udah ada disini, ada apa?”

“Aku mau jemput kamu.”

“Heuh, kemana kak?”

“udah…ikut aja!”

“Tapi saya mau ke sekolah.”

“Cuma bentar kok,” Raden meraih tangan Sahara dan menariknya.

“Saya pamit dulu sama ibuk,” Sahara berteriak untuk berpamitan.

“Iya Ra, kamu hati-hati ya,” sahut Elisa dari dalam rumah.

“Iya buk, Tia kamu berangkat duluan aja.”

“Oke kak,” jawab Tiara yang baru saja keluar dari rumah menatap kakaknya dengan perasaan heran.

Sahara masuk ke dalam mobil. Raden melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah Sahara, membawanya ke rumah untuk menemui Surya.

“Pa, ini Sahara udah aku bawa,” ujar Raden saat menemui papanya yang tengah membaca buku di ruang keluarga. Kacamata minus yang menempel di wajahnya pun ia lepaskan dan letakkan di atas nakas.

“Silakan duduk Sahara.”

“Iya pak,” jawab Sahara sopan kemudian mengambil posisi.

“Sahara, bapak mau tanya, kamu tau kan kamu mau bapak jodohin sama Raden.”

“Iya pak, saya tahu.”

“Terus jawaban kamu apa, kamu mau apa tidak?”

“Eum…” Sahara melirik sejenak ke arah Raden yang tampak wajah harap-harap cemas, sebelum akhirnya menjawab, “Saya mau pak.”

Seketika Raden tertegun mendengar jawaban Sahara yang tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.

“Sahara, kok kamu tega sih?”

“Udah Den, kamu jangan marah! Sekarang semuanya udah jelas papa akan mempersiapkan pernikahan kalian dan pernikahannya akan papa percepat menjadi dua hari lagi.”

“Tapi Pa?”

“Gak ada tapi-tapian. Kamu sudah setuju sebelumnya.”

Surya beralih menatap Sahara. “Sahara, kamu mau sekolah kan?”

“Iya pak.”

“Ya udah, berangkat sekarang aja nanti kesiangan. Oh ya, kamu ke sekolah biar diantar sopir bapak aja.”

Raden terus menatap Sahara dengan wajah yang kesal dan penuh amarah. Tetapi Sahara tidak menggubris dan segera keluar dari rumah.

“Saya pamit pak.”

“Iya Sahara, kamu hati-hati.”

Sahara masuk ke dalam mobil yang telah disiapkan untuk mengantarnya ke sekolah.

“Ingat Den, kamu ga bisa ngelak lagi.”

Raden tidak berkata apapun. Ia lalu pergi ke kamar nya.

Di dalam kamar, Raden mengeluarkan ponselnya lalu menelpon Angga.

“Halo Den, gimana lo udah berhasil belum  ngebatalin pernikahan lo?”

“Gagal Ga, malah pernikahan gue dipercepat,  dua hari lagi gue kawin.”

“Kok bisa gagal?”

“Gak tau gimana ceritanya tuh cewe jadi mau di jodohin. Sial..!! Liat aja nanti,  gue bakal bikin dia menderita jadi istri gue.”

Setibanya di Sekolah, Sahara turun dari mobil yang membuat semua mata tertuju padanya. Bagaimana tidak, mobil putih dengan plat B tersebut berhasil mencuri perhatian semua orang, bahkan mungkin di desa tersebut belum ada yang memiliki mobil mewah itu.

“Wihh, si Sahara dianter sama siapa tuh? Kok dia turun dari mobil mewah itu. Keluarganya mendadak melihara tuyul apa gimana?”

Teman-teman Sahara tampak berbisik-bisik menaruh rasa penasaran terhadap gadis itu.

“Ntah tuh. Setau aku keluarga Sahara gak ada yang kaya deh.”

Luna yang melihat kedatangan Sahara, langsung menghampirinya.

“Kamu dianter siapa tuh Ra?” Luna menunjuk mobil mewah yang tampak sudah hendak berlalu.

“Sopirnya pak Surya, majikan bapak aku.”

“Kok bisa dia yang nganter?”

“Tadi kebetulan aja. Yaa udah, mending sekarang kita segera ke kelas.”

Luna pun tidak membahas hal itu lagi.

Disaat mereka hendak masuk ke dalam kelas, tiba-tiba mereka di cegat oleh gadis bernama mawar dan beberapa orang teman yang berada di belakangnya. Mawar merupakan teman satu kelas Sahara yang sangat suka membuat keributan. Ia tipikal perempuan julid yang sangat takut tersaingi.

“Tadi kamu kok dianter sama mobil? Itu siapa kamu?”

“Bukan siapa-siapa kok,” jawab Sahara.

“Kamu kepo banget sih, itu bukan urusan kamu tau,” ujar Luna yang tampak kesal.

“Santai aja kali, aku kan cuma nanya,” ujar Mawar dengan gaya khasnya yang arogan.

“Kamu nanya karena takut tersaingi kan sama Sahara. Kamu takut kan kalo ada yang lebih kaya di sekolah ini dari pada kamu. Asal kamu tau aja, yang tadi anter Sahara itu keluarganya dari kota, yang pasti jauh lebih kaya dari pada kamu.”

“Lun, udah! Gak usah di ladeni,” Sahara pun menarik Luna dan segera masuk ke dalam kelas. Sesampainya dia di meja, Sahara langsung menarik nafas dalam. Baru juga ia dianter oleh supir pak Surya sudah membuat sekolah heboh. Apalagi jika mereka mengetahui tentang perjodohannya dengan Raden, pasti mereka akan habis-habisan mem-bully dirinya.

BERSAMBUNG…

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!