Pov Lean
" Aku tidak mencintai Lean, apapun yang aku lakukan padanya hanya pelarian."
Jeduaarrrrrr.....
Bagai di sambar petir di siang bolong, tubuhku terasa kaku karena saking terkejutnya mendengar pengakuan dari om Tama. Aku bagai terdampar ke dalam jurang yang sangat dalam. Harga diri, kehormatan dan kesucian telah aku korbankan di sini. Tapi apa yang aku dapatkan? Hanya rasa sakit yang begitu mendalam menggores hatiku.
Pria yang aku percaya, pria yang telah membuat aku merasa nyaman, pria yang bahkan aku cintai telah mengkhianati kepercayaanku. Hancur.. Kecewa... Sedih... Semuanya aku rasakan dalam waktu yang bersamaan.
Murahan... Ya.. Aku memang murahan, hanya karena bujuk rayuan dan kata kata manis aku terperdaya oleh laki laki yang sudah beristri. Aku tidak berpikir istrinya saja bisa di bohongi, apalagi aku? Aku benar benar menyalahkan diriku sendiri atas semua ini. Entah kebodohan atau kepolosan yang aku miliki hingga aku berada di posisi seperti ini. Posisi paling hina yang pernah aku duduki.
Dadaku terasa sesak, aku duduk di lantai bersandar pada ranjang sambil menekuk kedua lututku. Ingin rasanya aku berteriak mengeluarkan rasa sesak ini, namun aku tidak bisa. Lidahku kelu hanya untuk sekedar bersuara.
Bayangan bayangan kebersamaan kami seolah menari nari di dalam kepalaku. Tawa, canda dan kebahagiaan yang pernah kami lalui seolah sedang menertawakan aku. Mereka mengejekku, dan menghina kebodohanku. Tak terasa air mata menetes begitu saja di pipiku.
" Hiks... Kenapa aku tidak berpikir sejauh ini? Kenapa aku justru terbuai dengan cinta palsunya? Kenapa aku tidak bisa menolaknya? Bodoh kau Lean... Kau benar benar wanita terbodoh di dunia ini. Hiks... Sakit ya Tuhan... Aku pikir dia benar benar mencintaiku, aku pikir akan memilihku jika tante Anita tahu tentang hubungan kami, tapi ternyata dia tidak ada perasaan padaku sama sekali. Ternyata aku hanya di jadikan sebagai pelarian olehnya, hiks.... Kenapa aku harus jatuh cinta pada pria brengsek sepertinya? hiks..." Aku memukul dadaku sendiri berharap rasa sesak itu bisa segera pergi, namun tiba tiba perutku terasa mual. Entah karena asam lambungku naik akibat terlalu banyak pikiran atau karena aku belum sarapan.
Semakin aku tahan, rasa mual itu semakin menjadi. Aku berlari ke kamar mandi sambil membekap mulutku dengan tanganku sendiri.
Huek...
Aku muntahkan cairan bening dari dalam perutku yang terasa pahit dan asam. Rasanya benar benar tidak nyaman, perutku seperti di aduk aduk di dalam sana hingga membuatku terus muntah. Hampir lima belas menit lamanya, akhirnya aku bisa mengatasi rasa mual itu. Aku cuci mulutku lalu aku keringkan dengan tisu.
" Sebelum semuanya hancur, aku harus segera pergi dari sini. Aku akan mencari tempat yang akan membuatku nyaman." Ucapku sambil menatap cermin di depanku.
Aku segera kembali ke kamar, aku mengambil koper di atas almari lalu aku masukkan semua barang barangku di sana. Keputusanku sudah bulat, aku harus segera meninggalkan rumah ini. Biarlah aku saja yang hancur, tapi jangan dengan rumah tangga tante Anita dan om Tama. Aku mengambil ponselku dan berniat untuk menghubungi salah satu teman lamaku yang sudah bekerja di kota Bandung saat ini. Aku punya rencana untuk meminta bantuannya, tentu saja bantuan untuk mencarikan lowongan pekerjaan.
Deg...
Jantungku berdetak sangat kencang saat layar ponselku menyala. Tanggal tujuh belas, aku baru menyadari jika sampai saat ini aku belum mendapat tamu bulanan. Padahal seharusnya aku mendapatkannya pada tanggal sepuluh. Itu artinya aku sudah telat satu minggu.
Mendadak pikiranku menjadi kacau, bayangan bayangan buruk melintas begitu saja di dalam pikiranku. Apakah aku hamil? Atau hanya telat saja? Lalu bagaimana jika aku hamil? Apakah om Tama akan bertanggung jawab? Aku harus memastikannya.
Aku teringat dengan benda pipih milik tante Anita, ya satu minggu yang lalu tante Anita memintaku untuk membelikan tespeck, namun sepertinya dia lupa memintanya karena langsung pergi ke luar kota saat itu. Sampai saat ini dia tidak menagihnya, mungkin dia sudah membelinya sendiri.
Aku segera mengambil benda itu lalu membawanya ke kamar mandi. Aku mengikuti petunjuk yang ada untuk mengetes urineku sendiri. Setelah selesai aku mencoba menunggunya hingga sepuluh menit.
Deg...
Jantungku bertalu talu saat melihat dua garis merah di alat itu, bagaikan jatuh tertimpa tangga pula. Itulah diriku saat ini. Di saat aku ingin pergi, justru aku mendapati kenyataan yang lebih pahit dari sebelumnya.
" Ya Tuhan.... Ternyata aku memang hamil. Bagaimana ini?" Aku duduk bersandar di balik pintu kamar mandi. Aku merasa bingung, bimbang dan gelisah. Aku tidak tahu harus bagaimana, apakah aku harus pergi dari sini? Atau aku harus memberitahu om Tama tentang ini?
Tidak...
Om Tama tidak mencintaiku, tidak ada gunanya aku memberitahunya. Dia pasti akan memintaku untuk membuangnya. Janin ini tidak berdosa, walaupun aku tidak menginginkannya tapi aku juga tidak akan tega membuangnya.
Tapi jika aku mempertahankannya, lalu darimana aku bisa menghidupinya? Dalam kondisi seperti ini, apakah aku bisa bekerja?
Pikiranku benar benar buntu saat itu, aku merasa terjebak dengan ulahku sendiri. Tapi satu keinginanku, aku ingin tetap pergi dari sini. Cukup sudah aku membuat keretakan dalam rumah tangga tante Anita. Tante yang sangat aku sayangi selama ini. Yah... Aku harus pergi dari sini.
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, aku segera menyeret koperku keluar dari rumah itu. Rumah yang telah banyak meninggalkan kenangan untukku dan ayah dari janin dalam kandunganku. Beruntung saat ini om Tama dan tante Anita belum keluar dari kamarnya jadi aku bisa leluasa pergi dari sana.
Aku menyetop taksi yang lewat di depan rumah, aku segera meminta sang driver untuk meninggalkan rumah itu, tapi aku tidak tahu kemana tujuanku.
" Mau di antar kemana Mbak?" Tanya driver.
Aku merasa bingung, kemana aku hendak pergi? Masa' iya aku pergi ke Bandung menggunakan taksi? Mana cukup uangku untuk membayarnya. Yang aku bawa saja uang jatah bulanan dari tante Anita, ah... Bodohnya aku yang tidak minta gaji selama aku berada di sana. Malang sudah nasibku kali ini...
" Mbak." Panggil sang driver lagi.
" Aku tidak tahu mau kemana Mas." Aku lihat dang driver masih seumuran denganku makanya aku panggil Mas. Wajahnya juga tampan, tidak memperlihatkan seperti seorang driver taksi pada umumnya. Penampilannya lebih terlihat seperti pekerja kantoran. Namun aku tidak peduli, yang jelas aku harus memikirkan nasibku ke depannya.
" Kalau anda tidak tahu mau kemana? Lalu kenapa anda naik taksi? Seharusnya anda berada di dalam rumah saja Mbak. Sungguh merepotkan." Ucapnya.
Entah mengapa aku justru menangis mendengar ucapannya, rasanya hatiku sangat sensitif. Mendengar ucapannya yang menyalahkan aku, hatiku terasa teriris.
" Eh eh kok malah nangis Mbak." Sang driver menepikan taksinya ke pinggir jalan. Ia menghadap ke belakang, lalu menatapku. Tak lupa ia juga memberikan tisu padaku.
Aku mengambilnya lalu mengelap air mataku, entah mengapa rasanya sedih sekali dalam kondisi seperti sekarang ini.
" Apa kamu ada masalah? Atau kamu sedang berusaha kabur dari suamimu?" Tanya driver itu.
Aku menggelengkan kepalaku.
" Lalu?"
Aku hanya diam saja, tidak mungkin aku mengatakan yang sebenarnya pada orang yang tidak aku kenal.
" Bukan maksudku untuk ikut campur dalam masalahmu, tapi kau bisa memberitahuku sedikit permasalahanmu saja agar aku bisa membantumu." Ucapnya.
Aku menatapnya, begitupun sebaliknya. Dia menganggukkan kepala seolah memintaku untuk bercerita.
" Aku butuh bantuanmu, tolong carikan tempat tinggal! Aku tidak tahu daerah sini." Ucapku.
" Baiklah jika hanya itu yang kau butuhkan, aku akan membawamu ke kostan tempat aku tinggal. Kita bisa jadi tetangga, dan aku akan membantumu kapan pun kau mau." Ucapnya.
Mataku berbinar mendengarnya, benarkah masih ada orang baik di zaman sekarang? Tapi aku harus mempercayainya karena orang itu memang ada.
Driver itu kembali melajukan taksinya menuju tempat yang ia bicarakan tadi. Aku hanya duduk diam sambil merenungkan nasibku.
" Aku akan selalu membawa kenangan kita bersamaku om, semoga kau bahagia."
Kira kira bagaimana nih reaksi Tama saat tahu Lean pergi?
Gimana readers? Enakan pov author atau pov tokoh nih? Author akan turuti keinginan kalian..
Jangan lupa untuk selalu tinggalkan jejak ya...
Terima kasih...
Miss U All....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Rahmawati
kasian lean
2023-11-10
1
Novi Sri
mang murahan sih yg rugi kan diri sendiri laki² jd th celup pling di blng playboy tp ttp cw msh pd mau lah klo cw sekali di celup di capnya murahan sampai seumur hidup dan di ingat seumur hidup
2023-10-16
1
Erchapram
POV mana aja terserah, yg penting rajin update aja.
2023-10-16
2