Pergumulan panas baru saja selesai, Elang puas hari ini. Flory yang tak pernah bisa berekspresi saat bercinta, entah tiba-tiba wanita itu menggila.
Elang bersyukur karena Flory di malam ini sangat memuaskan. Andai dari dulu Flory bisa segila tadi, Elang takkan pernah selingkuh.
Mungkin sekarang Flory telah tahu, siapa yang mencintai dan siapa yang pecundang, Liam ayah putrinya tidak lebih dari seorang pecundang.
Watak licik Liam sangat jauh sekali jika dibandingkan dengan dirinya yang tulus bak malaikat di mata Flory terutama Maurin.
"Kamu suka yang barusan?" Flory memainkan dada bidang Elang yang ditumbuhi bulu-bulu halus. Dagu wanita itu juga melekat di atas sana.
"Sangat suka. Kamu luar biasa." Elang cium kening Flory lalu tersenyum. "Terima kasih mau memperbaiki diri seperti ini." Dia belai rambut Flory pelan.
"Demi Maurin dan hubungan kita. Aku akan perbaiki semuanya, Elang." Senyum Flory tiba-tiba redup tanpa Elang sadari.
Di balik kebahagiaan ini. Flory teringat akan sesuatu yang cukup miris bahkan terbilang sangat amat miris.
Barusan, Flory mampu menggila untuk Elang karena sentuhan kecil Liam beberapa waktu lalu, ya, sebelum mereka bergulat di ranjang.
Jujur, Flory bingung, ini antara merasa bersalah tapi juga senang karena pada akhirnya Elang bisa terpuaskan olehnya.
Bicara tentang apa yang membuat Flory bergairah. Ini tidak pantas dibicarakan sama sekali, karena Flory mulai gila saat ini, yah, sentuhan Liam membuat dirinya berfantasi.
Dalam lamunan Flory, Elang bangkit dari rebahannya. "Aku harus keluar Sayang."
"Ke mana?" Flory menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang masih polos.
"Ke taman. Ada meeting." Elang meraih celana hitamnya, mengenakannya, lalu mengecup kening istrinya. "Kau istirahatlah."
"Baiklah Pak dosen." Flory tersenyum, tapi kemudian redup ketika Elang melupakan sesuatu. "Hape mu, Elang."
Lelaki itu tertawa, lantas kembali untuk meraih ponselnya. "Aku lupa." Sekali lagi kening Flory dia kecup sebelum keluar lagi.
Menjelang tahun ajaran baru, Elang pasti akan lebih sibuk. Flory maklum untuk itu, apa lagi Elang juga memiliki rangkap jabatan di lingkungan pekerjaannya.
Flory terdiam termenung, setelah sekian lama tak pernah merasakan yang namanya orgas, hari ini Flory lega karena bisa melakukan itu bersama Elang.
Tubuhnya melemas, dan mengantuk membuatnya bersiap untuk tidur. Tapi, nyatanya dering ponsel yang pekak seperti tak membiarkan wanita itu beristirahat.
Berkali kali diacuhkan, berkali-kali pula ponsel itu mengulangi deringnya. Flory mendengus, dan tanpa keluar dari selimut ia mengulurkan tangan, mengambil ponsel dari atas nakas.
Liam Bagaskara, nama yang tertera di layar ponsel tipis itu. Flory menghela pelan, rupanya si arogan mantan mulai menyimpan nomor teleponnya.
"Mau apa lagi!?" Ketus yang Flory unjuk saat mengangkat panggilan itu.
📞 "Jangan galak-galak." Santai, pelan, suara yang Liam sampaikan.
"Bicara!" Flory masih ketus. "Kalau tujuan mu Maurin, dia sudah tidur!" Ada kekehan dari Liam, dan Flory mendengarnya.
📞 "Aku tahu Maurin tidur. Aku sengaja menelepon mu ... Ada film bagus. Aku punya dua tiket. Kamu mau nonton dengan ku?"
"Kau ini gila?" Flory duduk untuk menekan kata-katanya. Pria tidak tahu malu, benalu, hanya hama menyakitkan dalam hidupnya.
📞 "Aku serius mengajak mu, Flo."
Flory meremas kuat selimut tebalnya. Dia muak, sangat muak. "Kau berbuat seperti karena mau rebut Maurin? Maaf Liam, Maurin putriku tidak akan pernah bisa kau dapatkan!" tegasnya.
📞 "Aku hanya merindukan mu." Setelah cukup lama terdiam, Liam bicara. Yang mana hal itu membuat Flory tersentuh.
Flory memegangi dada yang tiba-tiba sesak, rasanya seperti tak ada udara yang mampu dia hirup dari sekelilingnya. Hampa, hingga dia terus mengasar deru napasnya.
Tak mau mendengar Liam lebih jauh, Flory memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Dia tak ingin mengasihi pria arogan yang membuatnya bertahun-tahun sengsara.
...➿➿➿➿...
Pagi ini, Elang harus tinggal di rumah karena Flory memiliki banyak jadwal pertemuan di kantor. Salah satu dari mereka harus ada yang berjaga untuk kesembuhan Maurin.
"Kamu kenapa?"
Flory menatap wajah tertekuk suaminya. Di meja makan minimalis modern itu, mereka saling berhadapan dengan suguhan potongan sandwich.
"Biasa, banyak pekerjaan." Elang tampak muram sedari meeting sore, dan mungkin atasannya menambahkan pekerjaan.
"Aku kan bilang, Elang. Berhenti ngajar terus kerja di perusahaan keluarga Daddy. Kita bisa saling bantu masalah kerjaan."
Elang menggeleng tersenyum. "Kamu tahu aku tidak menyukai pekerjaan yang seperti mu. Aku suka mengajar. Membagi ilmu itu mulia."
Yah, Flory akui jika Elang tak suka bergantung pada perusahaan mertua. Elang punya harga diri yang cukup tinggi. "Kamu bisa berangkat sendiri kan, Sayang?"
"Bisa." Flory minum, bangkit, lalu mencium bibir pria itu. Flory meraih tas, kemudian keluar dari rumah.
Ada tukang kebun, Pak Wiratama namanya, itu pekerja yang Daddy Alex kirim untuk menjaga Flory dan Maurin. "Pagi Pak..."
Lelaki itu berlari membawa buket bunga mawar pada untuk disodorkan. "Ini Neng, ini ada kiriman dari seseorang."
Flory mengerut kening sebelum menerima dan membaca note yang terselip di antara bunga-bunga segar itu. "Bunga yang cantik untuk wanita yang sangat cantik."
Liam nama pengirimnya. "Memuakkan!"
Flory mengumpat, Pak Wira memberikan satu lembar note kembali. "Katanya kalo Neng Flo kesal, Neng baca ini juga."
Flory semakin mengernyit. Ini seperti note yang sudah disiapkan Liam secara terpisah.
..."Cukup pura-pura bahagia di depan ku. Suatu saat. Kau akan memperlihatkan kekecewaan karena mulai tahu siapa suami mu."...
Flory ingin merobek-robek kertas itu, tapi dia mengingat, dia akan membuat perca sampah yang mungkin menambah pekerjaan Pak Wira lagi.
Flory juga ingin membuang buket bunga dari Liam, tapi kembali mengingat, bunga itu cukup mahal, mungkin akan lebih bijaksana jika menghibahkannya pada Pak Wira.
"Ini untuk Bapak saja. Beri ini untuk istri Bapak. Semoga bermanfaat, dan istri Bapak bisa tambah sayang sama Bapak," ulur Flory.
"Wah, wah, wah, Neng." Wiratama menyengir sambil sedikit menunduk, "bunga mahal ini Neng Flo. Atuh istri Bapak, pasti marah kalo dikasih bunga begini." Tapi tetap menerima.
Flory tertawa, Wiratama benar, bagi hidup Wiratama dan keluarga, bunga mahal seperti ini tidak sama sekali penting. Realistis saja, bunga itu akan layu satu atau dua hari lagi.
Flory meraih dompet dari tasnya, lantas meraih banyak uang. "Kalau sama yang ini pasti istri Pak Wira tidak marah lagi."
"Nyonya memang paling mengerti." Wiratama menyengir sambil menerima uluran uang dari majikannya.
Namun, setelah itu Wiratama tampak memberi Flory satu lembar lagi kertas pesan berwarna merah. "Ini kertas yang terakhir yang dikasih sama pengirim bunga tadi, Neng."
Flory menerima lipatan kertas itu dengan kesal kali ini. Jujur Flory geram, kenapa Liam menyuruh Wiratama memberi kertas- kertas itu dalam waktu yang berbeda-beda.
..."Aku yakin, kau tidak akan tega membuang bunga dariku. Kamu masih Flory ku yang dulu."...
Flory meremas kuat kertas tersebut, dia masuk ke dalam mobil untuk memukuli setir dengan tasnya. Apa Liam bilang?
Flory yang dulu? Flory yang mana? Di masa lalu, dia bahkan tak pernah berarti bagi Liam, lantas kenapa Liam bersikap seolah tahu semua tentangnya, bahkan memprediksi apa yang akan Flory lakukan pada bunganya.
...📌Up lagi siang... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Yuyu sri Rahayu
kamu juga bukan cowok singel liam karena kamu punya tunangan dan mau nikah urus duli urusanmu baru k flo gtu ngerti kamu liam?/Facepalm/
2025-01-20
0
Nanik Kusno
Haishhhhh... Flo g bisa berpaling dari Liam ternyata... cintanya selalu tersembunyi di hati....kena sentuhan sedikit aja langsung on.....🥴🥴🥴🥴☹️☹️☹️
2025-03-19
0
Jihanisa Jihan
stagaaa Flo. namanya mah itu BKN trauma. cmn gairahmu yg terkunci gembok cinta SM Liam. sebenci apapun Flo SM Liam ttp TDK membuat pupus cintamu ke Liam
2024-11-08
0