Bismillahirrohmanirrohim.
Sebelum baca jangan lupa bismillah dan shalawat dulu 🤗
بسم الله الر حمن الر حيم
Allahumma sholli ala sayyidina Muhammad wa ala ali sayyidina Muhammad.
اللهم صلي عل سيدن محمد و عل ال سيدن محمد.
Sudah 2 minggu berlalu setelah Cia menyetujui perjodohan yang disetujui oleh ayahnya tanpa sepengetahuan Cia terlebih dahulu.
Gadis itu kini tengah duduk di depan sebuah cerim berbalut gaun pengantin, sedang didandani oleh seorang mua perempuan.
Cia telah membuat keputusan besar setelah menyetujui perjodoahan ini. Tidak ada jalan lain bagi Cia karena sang ayah telah menerima 5% saham perusahan. Jika Cia tidak menerima perjodohan ini sama saja dia akan membuat malu sang ayah.
Cia tidak ingin membuat malu ayahnya, dia begitu menghormati kedua orang tuanya.
Di dalam lubuk hatinya Cia merasa sangat bersalah pada sang sahabat Ulya karena tidak memberi kabar pernikahan dirinya. Bukan Cia tidak ingin mengabari Ulya, hanya saja dirinya tak akan sanggup.
'Maafkan aku, Ulya. Aku memang bukan sahabat yang baik, tidak memberi tahumu tentang pernikahanku ini, maaf aku benar-benar minta maaf,' rasanya Cia ingin menetaskan air mata tapi sebisa mungkin Cia menahan semua itu.
"Mbak make upnya sudah selesai saya keluar dulu sebentar," ucap perempuan yang mendandani Cia, gadis itu mengangguk saja.
Tak banyak orang yang datang keacara pernikahannya, karena Cia hanya ingin pernikahan sesederhana tanpa ada pesta ataupun semacamnya. Begitu juga dengan Riko.
Di dalam kamarnya Cia duduk sendiri disana sambil menatap keluar jendela. Dari dalam kamarnya Cia dapat mendegar calon suaminya mengucapkan ijab qabul.
Ketika kata sah terdengar di telinganya air mata Cia langsung jatuh membasahi pipinya, itu bukan air mata bahagia melainkan air mata kesedihan.
"Aku tak pernah menyangka jika semua akan begini, sebelum aku mulai detik ini akan melupakanmu Bang Fahri, aku ingin mengatakan dua hal padamu 'I Love You' aku tidak tahu kapan perasaan ini datang, namun takdir berkata lain kita mungkin memang bukan jodoh. Selamat tinggal mulai hari ini namamu akan aku kubur dalam-dalam," ucap Cia pada diri sendiri.
Air matanya semakin deras kala Cia merasa Fahri seperti ada di depannya. Benar, semalam Cia telah menyadari jika dia mencintai Kakak sahabatnya sendiri. Sayangnya semua itu terlambat karena Cia sudah menyetujui perjodohan yang ditawarkan pada dirinya.
Juga tepat paginya yaitu hari ini dia telah menikah dengan Riko, bahkan sekarang dia sudah menjadi istri Riko.
Salah satu alasan kenapa Cia tidak ingin memberitahu pada Ulya dirinya akan segera menikah karena sahabatnya itu peka terhadap dirinya juga Ulya begitu mirip dengan Fahri, jika melihat Ulya pasti Cia tidak akan sanggup, karena dia seakan melihat Fahri.
Ceklek!
Pintu kamar Cia terbuka tapi tidak membuat gadis itu menatap kearah pintu dia tetap memandang keluar jendela.
"Cia, ayo kita temui suamimu, Nak." Sinta berjalan mendekati putri sulungnya.
Perlahan Sinta menepuk pudak putrinya itu. "Cia, kamu baik-baik saja, sayang?" tanya Sinta khawatir mendengar Cia yang sedang terisak.
Buru-buru Cia menghapus air matanya lalu berbalik tersenyum menatap sang bunda. "Cia baik-baik saja Bun, memang Cia kenapa?"
Sinta menggeleng pelan, "ayo kita temui suamimu." Cia mengangguk setuju.
Bagi Cia sendiri pernikahan ini terasa biasa saja tidak ada yang spesial sedikitpun.
Kini Cia telah duduk disebelah suaminya, dia mencium takzim punggung tangan sang suami, Riko pun hanya mencium singkat kening istrinya membuat Cia sedikit heran.
Acara dilanjut dengan beberapa pesan yang disampaikan untuk kedua mempelai.
Waktu bergulir.
"Bunda, Ayah. Cia pamit," ucapnya sambil memeluk kedua orang tuanya secara bergantian.
"Ingat Cia jadilah istri yang patuh akan apa kata suami," pesan Ayah Cia yang diangguki oleh pengantin baru itu.
Cia beralih pada kedua adiknya menatap senyum adik perempuan dan adik laki-lakinya itu.
"Ingat dirumah kalian berdua jangan nakal dengar apa kata Bunda sama Ayah," pesan Cia pada kedua adiknya tersebut.
"Siap Mbak, Insya Allah," jawab keduanya kompak.
Tak lupa Riko juga berpamitan pada kedua mertuanya dan adik iparnya.
Setelah itu Riko benar-benar membawa Cia pergi dari hadapan keluarganya, diam-diam Sinta meneteskan air mata karena putrinya tak lagi tinggal bersama mereka.
Sekitar dua jam setengah berlalu mereka sudah sampai di rumah orang tua Riko juga rumah Riko.
Hari itu juga Cia langsung ikut bersama suaminya, Riko memang tinggal bersama kedua orang tuanya tapi di kediaman berbeda dia punya tempatnya sendiri.
Sampai kediaman Riko juga terlihat besar sama seperti kediaman orang tuanya yang sempat Cia lewati tadi.
"Kamar kamu disini," ketus Riko pada Cia.
Cia tampak kaget karena suara Riko yang sedikit keras. "Astagfirullah," gumam Cia pelan.
Laki-laki itu yang dari tadi hanya diam saja dari mulai mereka meninggalkan rumah orang tua Cia sampai di dalam mobil dia baru bersuara sekarang, suara yang tidak terdengar ramah di telinga Cia.
"Tapi Mas-"
"Apa? jagan pernah berharap kita akan tidur satu kamar! aku tak pernah menginginkan pernikahan ini, jadi jangan berharap lebih. Jika kamu ingin tahu kenapa aku menerimamu sebagai istri tanyakan langsung pada Mama," belum selesai Cia bicara, Riko. laki-laki itu lebih dulu memotong pembicaraan Cia.
Kedua bola mata Cia membolak sempurna mendengar setiap kata yang keluar dari mulut suaminya, baru saja dia ingin membuka hati untuk suaminya melupakan seorang yang sudah lama bersemayam di hatinya. Tapi kenapa semua menjadi begini?
'Astagfirullah, sabar Cia, kamu bukan gadis lemah kamu bisa melewati semua ini. Jika Allah menempatkanmu diposisi saat ini, Allah tahu yang terbaik untuk dirimu, kamu pasti bisa meluluhkan hati suamimu, setidaknya agar dia tak berbicara kerasa lagi,' batinya berusaha tetap tegar.
"Satu lagi pesan untukmu, jangan pernah kamu masuk ke dalam kamarku, paham! aku tidak suka orang asing masuk ke dalam kamarku," ucap Riko lagi, entah dia sadar atau tidak kata-katanya telah menyakiti hati Cia.
Deg!
Nyes!
Sesak sekali hati Cia, benar-benar sesak apa yang dia bayangkan tidak sesuai harapan, benar pasti ada sesuatu dibalik perjodohan ini, kuncinya ada pada orang tua Riko mertuanya sendiri.
"Udah sono masuk ngapain masih berdiri disini, dari tadi saya ngomong kamu malah diem aja, bisu kamu, hah," sentak Riko membuat Cia kaget.
"Astagfirullah, Cia dengar Mas. Cia paham semua yang Mas katakan," sahut Cia cepat kalau tidak dia akan kembali serangan jantung mendengar suara keras laki-laki di depannya ini yang tak lain suami sendiri.
"Bagus kalau kamu paham, sekali saja kamu melanggar wasa saja kau."
Setelahnya Riko berlalu pergi dari hadapan Cia tanpa menoleh sedikitpun pada istrinya itu, dia bahkan terlihat begitu angkuh.
"Sabar Cia, benar kamu harus banyak sabarnya sekarang, mungkin kamu dulu kurang bersabar."
Kala Cia hendak masuk ke dalam kamarnya seorang pelayan muda mendekati dirinya.
"Non, ada pesan dari nyonya besar nanti suruh menemui beliau di kediamannya," ucap pelayan muda itu pada Cia dengan ramah.
"Insya Allah, jangan panggil non. Panggil aja aku, Cia. Aku masuk dulu ya nanti aku temui Mama," jawab Cia tak kalah ramah.
"Tapi-"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments