Luka Hati Ayana
Ayana terbangun dari tidurnya, mendapati sebuah tangan kekar memeluk tubuhnya begitu erat. Dengan mata terbuka, dia mencoba menjernihkan pikirannya, melihat ke sekeliling kamar yang terlihat tidak seperti kamarnya. Dia menoleh kesamping mencari siapa pemilik tangan kekar yang memeluknya kini. Namun, seketika dia menutup mulutnya, dia tidak menyangka jika pemilik tangan kekar itu adalah seorang lelaki yang selama ini di dikaguminya.
Ayana begitu bingung, apakah dia perlu membangunkan lelaki yang masih tertidur lelap itu? Apakah dia perlu memarahinya? Karena mahkota yang selama ini dijaga seketika direbut oleh lelaki yang sedang tertidur disampingnya kini. Ayana mencoba mengingat kejadian semalam yang membuatnya terperangkap di kamar ini bersama lelaki yang masih terlelap itu.
Ayana seketika itu pula menangis, dia tidak tahu harus berbuat apa. Ini semua adalah kesalahan, jika saja dia tidak ikut saat Gisel mengajaknya, mungkin dia tidak akan bertemu dan terperangkap di kamar ini. Ayana bangun dari kasurnya, memaksanya tubuhnya untuk bergerak meski dia merasakan sekujur tubuhnya begitu sakit. Namun, Ayana tidak ingin membangunkan lelaki yang tertidur itu. Dia mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai, memakainya kembali dan ingin beranjak pergi dari situ.
Dengan pelan-pelan Ayana berjalan mendekati pintu, dia tidak ingin lelaki yang tertidur itu terbangun. Dengan memaksakan dirinya, Ayana berhasil keluar dari kamar tersebut. Dia berjalan dengan cepat meski tubuhnya terasa sakit dan tidak kuat untuk berjalan lagi. Namun Ayana tidak ingin ada yang tahu jika dirinya baru saja keluar dari sebuah kamar hotel.
Dalam keadaan sekujur tubuhnya sakit, dan berjalan dengan tertatih-tatih menuju halte bus. Sambil duduk dan termenung, Ayana menangisi kebodohannya. Kebodohan yang dialaminya mungkin saja dapat menghancurkan impiannya. Impiannya yang selama ini dia perjuangkan. Dia menangisi kesalahannya itu. Dia begitu bodoh dan polos, hanya karena ingin bersenang-senang dia melupakan perjuangannya hingga dia bisa terbuai akan ajakan temannya. Sungguh bodoh dirinya, dia menjadi lupa diri. Menyadari itu Ayana menangis, dan menyesali perbuatannya.
Deringan ponsel, menyadarkan Ayana yang sedari menangis dan meratapi perbuatannya. Telepon dari sang kekasih, yang selama ini setia menghubungi meski jarak yang menjadi penghalang hubungan mereka. Azka menelepon untuk sekedar menanyakan kabar Ayana, yang semalam tidak menghubunginya sama sekali. Ayana menghapus airmata, menahan kesedihannya untuk bisa berbicara dengan kekasihnya itu.
" Ayana? Kamu semalam kemana? Aku terus menghubungi mu, namun tidak ada jawaban." Suara dari telepon itu seolah membuatnya tidak kuat untuk menahan tangisnya.
" Ak.. aku.. semalam ketiduran saat belajar.. maaf.." Ayana menggigit bibir bawahnya menahan tangisnya, lalu mengutuk dirinya dalam hati karena sudah berbohong kepada kekasihnya.
" Kamu sekarang lagi apa? Aku video call ya? Aku ingin melihat wajahmu."
" Jangan! Untuk saat ini jangan dulu.. aku lagi dijalan, sebentar lagi aku mau naik bus ke kampus. Kebetulan ada tugas yang harus aku kerjakan." Lagi-lagi Ayana berbohong, dia tidak berani mengatakan yang sejujurnya kepada Azka. Kebohongan tersebut, membuat Ayana merasa bersalah kepada kekasihnya.
" Baiklah. Kamu hati-hati ya.." ucapan terakhir untuk mengakhiri percakapan itu.
Kembali Ayana menangis, tiba-tiba sebuah bus berhenti di hadapannya. Dengan berjalan pelan, mencoba memaksa dirinya yang masih sakit untuk menaiki bus. Sepanjang perjalanan, Ayana terdiam dan menangis. Ayana cepat ingin pulang, dan bertemu dengan Gisel. Dia ingin bertanya kepada Gisel kenapa dirinya bisa berada sekamar dengan laki-laki itu.
Kejadian semalam..
Ayana tengah belajar di kamar kosnya, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang dari luar. Ayana beranjak dari meja belajar dan membukakan pintu untuk orang tersebut. Ayana terkejut melihat temannya datang dengan pakaian yang terbuka.
" Kamu dari mana?" tanya Ayana melihat temannya yang baru datang itu.
" Aku baru saja menemukan kebahagiaan. Kedatangan ku disini hanya ingin mengajakmu. Kamu mau ikut gak?" ajak gadis itu yang bernama Gisel.
Gisel merupakan orang Thailand yang juga seorang mahasiswa yang sama seperti Ayana. Mereka berdua adalah mahasiswa yang beruntung karena mendapatkan beasiswa untuk belajar di Korea Selatan. Karena itu, mereka berdua menjadi dekat dan bersahabat. Sikap Gisel begitu berbanding kebalik dengan Ayana. Ayana mungkin terkesan polos. Namun tidak bagi Gisel, gadis itu sangat suka dunia malam. Sejak mendapatkan beasiswa, Gisel seperti menemukan sebuah kebebasan tersendiri.
Namun, Ayana yang polos sangat percaya akan setiap perkataan Gisel. Dia bahkan suka dengan pemikiran Gisel yang bebas dan tidak memikirkan apa yang dikatakan orang lain tentangnya. Itulah yang membuat Ayana ingin lebih dekat dengan gadis itu. Pemikiran Gisel yang bebas, membuat Ayana ingin memiliki pemikiran yang sama.
" Jadi, mau ikut gak?" tanya Gisel sekali lagi, karena sedari tadi Ayana hanya terdiam dan memperhatikannya.
" Aku masih belajar."
" Untuk apa lagi belajar, kita sudah mulai liburan semester. Jadi tunggu masuk kuliah saja belajarnya. Lebih baik kamu ikut aku, kita bersenang-senang. Sebagai bentuk melepaskan penat selepas ujian. Mau gak?" ajak Gisel lalu membaringkan tubuhnya di kasur milik Ayana.
Ayana terdiam, masih memikirkan. Dia teringat selama ini dia sudah menguras tenaga dan pikirannya untuk fokus belajar menghadapi ujian bahasa Korea yang begitu sulit. Apa salahnya Ayana mencoba untuk ikut bersama dengan Gisel? Mencoba hal baru dan bersenang-senang untuk melepaskan lelahnya, bukan suatu hal yang tidak salah. Dan justru sangat lumrah untuk dirinya sebagai mahasiswa.
" Iya. Aku ikut. Aku ingin bersenang-senang denganmu." Ayana begitu antusias ingin menikmati kesenangan untuk melepaskan lelahnya.
Ayana bersiap-siap, dia sudah memilih pakaian mana yang akan dikenakan. Dia tersenyum memperlihatkan penampilannya kepada Gisel, namun respon raut wajah Gisel berubah seperti tidak menyukai penampilan Ayana.
" Penampilan mu seperti ke acara resmi saja. Aku carikan pakaian yang bagus. Ay, acara nanti kamu harus terlihat menarik, kalau perlu kamu lepaskan saja hijab mu."
Ayana terdiam, sangat sulit untuk melepaskan hijab yang selama ini ia kenakan. Ayana seorang muslim yang taat, kepercayaan itu turun dari orang tuanya. Bahkan sebelum kedua orang tuanya meninggal, ayahnya sempat berpesan untuk tetap berhijab. Hingga diusianya yang remaja, dia berani untuk memakai hijab menutupi rambutnya.
" Tapi hijab ini.."
" Ay, ini di Korea bukan di negaramu. Negara mu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tapi di Korea, tidak ada sama sekali gadis yang berhijab. Bahkan kamu tahu sendiri beberapa teman kita juga memutuskan untuk melepaskan hijabnya, kan? Kamu tidak perlu takut, paman mu juga tidak mengetahuinya. Cukup malam ini saja. Kamu mau, kan? Kita bersenang-senang loh."
Ayana mengangguk tanpa pikir panjang. Dia melepaskan hijab, mengenakan pakaian milik Gisel yang sedikit terbuka. Ayana dengan berani melakukan hal itu, dia tidak berpikir resiko yang akan dia hadapi. Dia percaya dengan apa yang dikatakan Gisel, jika paman dan bibinya tidak mungkin mengetahuinya.
Dengan polosnya Ayana melepaskan hijab yang selama ini menutupi helaian rambutnya. Hanya demi kebahagiaan yang diartikan oleh Gisel, Ayana rela melepaskan hijab tersebut. Seperti setan yang merasuki tubuhnya, Ayana seolah melupakan akan ajaran agama yang selama ini di pelajari dan taati. Seolah semua itu tidak ada gunanya hanya karena kebebasan serta kebahagiaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments