Ayana terbangun dari tidurnya, mendapati sebuah tangan kekar memeluk tubuhnya begitu erat. Dengan mata terbuka, dia mencoba menjernihkan pikirannya, melihat ke sekeliling kamar yang terlihat tidak seperti kamarnya. Dia menoleh kesamping mencari siapa pemilik tangan kekar yang memeluknya kini. Namun, seketika dia menutup mulutnya, dia tidak menyangka jika pemilik tangan kekar itu adalah seorang lelaki yang selama ini di dikaguminya.
Ayana begitu bingung, apakah dia perlu membangunkan lelaki yang masih tertidur lelap itu? Apakah dia perlu memarahinya? Karena mahkota yang selama ini dijaga seketika direbut oleh lelaki yang sedang tertidur disampingnya kini. Ayana mencoba mengingat kejadian semalam yang membuatnya terperangkap di kamar ini bersama lelaki yang masih terlelap itu.
Ayana seketika itu pula menangis, dia tidak tahu harus berbuat apa. Ini semua adalah kesalahan, jika saja dia tidak ikut saat Gisel mengajaknya, mungkin dia tidak akan bertemu dan terperangkap di kamar ini. Ayana bangun dari kasurnya, memaksanya tubuhnya untuk bergerak meski dia merasakan sekujur tubuhnya begitu sakit. Namun, Ayana tidak ingin membangunkan lelaki yang tertidur itu. Dia mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai, memakainya kembali dan ingin beranjak pergi dari situ.
Dengan pelan-pelan Ayana berjalan mendekati pintu, dia tidak ingin lelaki yang tertidur itu terbangun. Dengan memaksakan dirinya, Ayana berhasil keluar dari kamar tersebut. Dia berjalan dengan cepat meski tubuhnya terasa sakit dan tidak kuat untuk berjalan lagi. Namun Ayana tidak ingin ada yang tahu jika dirinya baru saja keluar dari sebuah kamar hotel.
Dalam keadaan sekujur tubuhnya sakit, dan berjalan dengan tertatih-tatih menuju halte bus. Sambil duduk dan termenung, Ayana menangisi kebodohannya. Kebodohan yang dialaminya mungkin saja dapat menghancurkan impiannya. Impiannya yang selama ini dia perjuangkan. Dia menangisi kesalahannya itu. Dia begitu bodoh dan polos, hanya karena ingin bersenang-senang dia melupakan perjuangannya hingga dia bisa terbuai akan ajakan temannya. Sungguh bodoh dirinya, dia menjadi lupa diri. Menyadari itu Ayana menangis, dan menyesali perbuatannya.
Deringan ponsel, menyadarkan Ayana yang sedari menangis dan meratapi perbuatannya. Telepon dari sang kekasih, yang selama ini setia menghubungi meski jarak yang menjadi penghalang hubungan mereka. Azka menelepon untuk sekedar menanyakan kabar Ayana, yang semalam tidak menghubunginya sama sekali. Ayana menghapus airmata, menahan kesedihannya untuk bisa berbicara dengan kekasihnya itu.
" Ayana? Kamu semalam kemana? Aku terus menghubungi mu, namun tidak ada jawaban." Suara dari telepon itu seolah membuatnya tidak kuat untuk menahan tangisnya.
" Ak.. aku.. semalam ketiduran saat belajar.. maaf.." Ayana menggigit bibir bawahnya menahan tangisnya, lalu mengutuk dirinya dalam hati karena sudah berbohong kepada kekasihnya.
" Kamu sekarang lagi apa? Aku video call ya? Aku ingin melihat wajahmu."
" Jangan! Untuk saat ini jangan dulu.. aku lagi dijalan, sebentar lagi aku mau naik bus ke kampus. Kebetulan ada tugas yang harus aku kerjakan." Lagi-lagi Ayana berbohong, dia tidak berani mengatakan yang sejujurnya kepada Azka. Kebohongan tersebut, membuat Ayana merasa bersalah kepada kekasihnya.
" Baiklah. Kamu hati-hati ya.." ucapan terakhir untuk mengakhiri percakapan itu.
Kembali Ayana menangis, tiba-tiba sebuah bus berhenti di hadapannya. Dengan berjalan pelan, mencoba memaksa dirinya yang masih sakit untuk menaiki bus. Sepanjang perjalanan, Ayana terdiam dan menangis. Ayana cepat ingin pulang, dan bertemu dengan Gisel. Dia ingin bertanya kepada Gisel kenapa dirinya bisa berada sekamar dengan laki-laki itu.
Kejadian semalam..
Ayana tengah belajar di kamar kosnya, tiba-tiba pintu kamarnya di ketuk oleh seseorang dari luar. Ayana beranjak dari meja belajar dan membukakan pintu untuk orang tersebut. Ayana terkejut melihat temannya datang dengan pakaian yang terbuka.
" Kamu dari mana?" tanya Ayana melihat temannya yang baru datang itu.
" Aku baru saja menemukan kebahagiaan. Kedatangan ku disini hanya ingin mengajakmu. Kamu mau ikut gak?" ajak gadis itu yang bernama Gisel.
Gisel merupakan orang Thailand yang juga seorang mahasiswa yang sama seperti Ayana. Mereka berdua adalah mahasiswa yang beruntung karena mendapatkan beasiswa untuk belajar di Korea Selatan. Karena itu, mereka berdua menjadi dekat dan bersahabat. Sikap Gisel begitu berbanding kebalik dengan Ayana. Ayana mungkin terkesan polos. Namun tidak bagi Gisel, gadis itu sangat suka dunia malam. Sejak mendapatkan beasiswa, Gisel seperti menemukan sebuah kebebasan tersendiri.
Namun, Ayana yang polos sangat percaya akan setiap perkataan Gisel. Dia bahkan suka dengan pemikiran Gisel yang bebas dan tidak memikirkan apa yang dikatakan orang lain tentangnya. Itulah yang membuat Ayana ingin lebih dekat dengan gadis itu. Pemikiran Gisel yang bebas, membuat Ayana ingin memiliki pemikiran yang sama.
" Jadi, mau ikut gak?" tanya Gisel sekali lagi, karena sedari tadi Ayana hanya terdiam dan memperhatikannya.
" Aku masih belajar."
" Untuk apa lagi belajar, kita sudah mulai liburan semester. Jadi tunggu masuk kuliah saja belajarnya. Lebih baik kamu ikut aku, kita bersenang-senang. Sebagai bentuk melepaskan penat selepas ujian. Mau gak?" ajak Gisel lalu membaringkan tubuhnya di kasur milik Ayana.
Ayana terdiam, masih memikirkan. Dia teringat selama ini dia sudah menguras tenaga dan pikirannya untuk fokus belajar menghadapi ujian bahasa Korea yang begitu sulit. Apa salahnya Ayana mencoba untuk ikut bersama dengan Gisel? Mencoba hal baru dan bersenang-senang untuk melepaskan lelahnya, bukan suatu hal yang tidak salah. Dan justru sangat lumrah untuk dirinya sebagai mahasiswa.
" Iya. Aku ikut. Aku ingin bersenang-senang denganmu." Ayana begitu antusias ingin menikmati kesenangan untuk melepaskan lelahnya.
Ayana bersiap-siap, dia sudah memilih pakaian mana yang akan dikenakan. Dia tersenyum memperlihatkan penampilannya kepada Gisel, namun respon raut wajah Gisel berubah seperti tidak menyukai penampilan Ayana.
" Penampilan mu seperti ke acara resmi saja. Aku carikan pakaian yang bagus. Ay, acara nanti kamu harus terlihat menarik, kalau perlu kamu lepaskan saja hijab mu."
Ayana terdiam, sangat sulit untuk melepaskan hijab yang selama ini ia kenakan. Ayana seorang muslim yang taat, kepercayaan itu turun dari orang tuanya. Bahkan sebelum kedua orang tuanya meninggal, ayahnya sempat berpesan untuk tetap berhijab. Hingga diusianya yang remaja, dia berani untuk memakai hijab menutupi rambutnya.
" Tapi hijab ini.."
" Ay, ini di Korea bukan di negaramu. Negara mu sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Tapi di Korea, tidak ada sama sekali gadis yang berhijab. Bahkan kamu tahu sendiri beberapa teman kita juga memutuskan untuk melepaskan hijabnya, kan? Kamu tidak perlu takut, paman mu juga tidak mengetahuinya. Cukup malam ini saja. Kamu mau, kan? Kita bersenang-senang loh."
Ayana mengangguk tanpa pikir panjang. Dia melepaskan hijab, mengenakan pakaian milik Gisel yang sedikit terbuka. Ayana dengan berani melakukan hal itu, dia tidak berpikir resiko yang akan dia hadapi. Dia percaya dengan apa yang dikatakan Gisel, jika paman dan bibinya tidak mungkin mengetahuinya.
Dengan polosnya Ayana melepaskan hijab yang selama ini menutupi helaian rambutnya. Hanya demi kebahagiaan yang diartikan oleh Gisel, Ayana rela melepaskan hijab tersebut. Seperti setan yang merasuki tubuhnya, Ayana seolah melupakan akan ajaran agama yang selama ini di pelajari dan taati. Seolah semua itu tidak ada gunanya hanya karena kebebasan serta kebahagiaan.
Gisel mengajak Ayana ke tempat bar malam. Musik terdengar memenuhi semua ruangan. Ayana yang polos, memandangi lampu warna-warni yang berkelap-kelip di langit ruangan itu. Banyak sekali anak muda baik perempuan dan laki-laki bergoyang sesuai dengan irama musik.
" Gisel, kamu yakin ini tempatnya?" Ayana seperti tidak percaya dengan tempat ini, seperti bukan tempat bagi para mahasiswa untuk bersenang-senang.
" Iya. Ayo sini duduk. Kamu tahu, disini bukan hanya mayoritas orang Korea orang luar juga ada kok. Bahkan, dengar-dengar ada idol K-Pop kesukaan mu juga."
" Masa sih! Mana mungkin member hype boy juga ada disini. Apa mereka gak takut di marahi sama menajemen mereka?" Ayana tidak percaya, jika boy grup favoritnya berkunjung ketempat ini.
" Gak usah sepolos itu deh! Ini tempat anak muda. Bahkan artis dan idol K-Pop juga bersenang-senang disini. Dari pada kamu bertanya terus mendingan kamu nikmati minuman ini." tawar Gisel memberikan sebuah gelas berisi air berwarna kuning keemasan, minuman itu baru saja di pesannya kepada seorang barista untuk dirinya dan juga Ayana.
" Ini apaan?" Ayana yang begitu polos tidak tahu apa minuman yang diberikan oleh Gisel kepadanya.
" Sudah, cobain saja dulu."
Gisel mengangkat gelas minumannya sambil berteriak, "Mari kita bersenang-senang!" Kemudian dia meneguk minuman itu.
Ayana yang polos mengikuti Gisel, dia juga meminumnya namun sekali teguk dia sudah ingin menyudahinya. Karena rasa minuman itu sangat aneh di lidah Ayana. Namun, Gisel memaksa Ayana untuk tetap minum dengan menahan gelas tersebut agar tidak menjauh dari mulut Ayana. Mau tidak mau, Ayana memaksakan dirinya untuk menghabiskan segelas minuman itu. Gisel menariknya untuk menari sesuai dengan irama musik.
" Bagaimana kamu senang, bukan?" tanya Gisel dengan berteriak disela-sela suara musik yang kencang.
Ayana mengangguk sambil tersenyum, ternyata hal seperti ini membuatnya terasa sangat senang. Dia seperti ingin meluapkan rasa lelahnya selama ini, Ayana menari sesuai dengan irama musik. Gisel merangkulnya, salah satu tangannya menunjuk ke seorang laki-laki yang duduk di kursi.
" Ay, kamu pasti kenal siapa laki-laki itu?" ucap Gisel menunjuk laki-laki yang tengah duduk sambil menggoyangkan kepalanya menikmati irama musik.
" Itu..." Ayana menatap laki-laki itu. Dia sangat mengetahui siapa lelaki itu. Laki-laki yang sangat Ayana kagumi selama ini. Laki-laki yang membuatnya belajar dengan giat untuk bisa mendapatkan beasiswa di Korea Selatan. Siapa lagi jika bukan kim Seungmin, seorang member boy grup hype boy yang terkenal, bukan hanya di Korea saja namun juga di mancanegara. Itu alasan kenapa Ayana mengejar mimpinya dengan menempuh pendidikan di Korea, agar dia bisa lebih memiliki kesempatan untuk bertemu dengan idolanya itu.
" Sudah ku bilang, di tempat ini kamu tidak hanya menemukan teman, tetapi juga idolamu juga."
Perkataan Gisel hanya dijawab anggukan oleh Ayana. Gisel kembali memberikan segelas minuman yang sama, padangan ayana tidak luput dari Seungmin yang masih duduk sambil menikmati musik. Dengan minuman di tangannya, Ayana meneguknya sampai habis. Gisel yang melihat hanya bisa tertawa, melihat temannya itu.
Seketika itu, kepala Ayana terasa pusing. Dia melihat sekitarnya, irama musik masih terdengar, pandangannya mulai kabur. Ayana dengan oleng berjalan, tidak tahu kemana. Dia hanya berjalan melewati bahkan tidak sengaja menabrak orang yang tengah menari. Dia berjalan kedepan dengan padangan kaburnya, dia hanya melihat sedikit bayangan wajah Seungmin. Dia terus berjalan hingga Ayana terjatuh dan tidak sadarkan diri.
Hanya itu ingatan Ayana tentang kejadian semalam yang menimpanya. Dia tidak tahu kejadian seterusnya, hingga dia sadar dirinya berada dalam sebuah kamar dengan sebuah tangan kekar yang memeluknya. Mengingat kejadian itu membuatnya lagi-lagi menangis. Dia berjalan dengan tertatih-tatih menuju kamar milik Gisel yang berada disamping kamarnya. Dia mengetuk pintu kamar Gisel, menangis sambil memanggil nama temannya itu.
" Ay, kamu dari mana saja?" tanya seseorang yang keluar dari kamar sebelah.
" Dimana Gisel? Aku sudah memanggilnya sedari tadi, kenapa dia tidak keluar juga?" Ayana seperti orang yang kebingungan, dia tidak menjawab pertanyaan temannya itu melainkan dirinya ingin tahu dimana Gisel, dia butuh penjelasan dari Gisel.
" Masa kamu gak tahu sih! Gisel tadi pagi sudah pergi ke bandara, katanya dia mau pulang ke negeranya untuk liburan." jawab teman dari kamar sebelah bernama Catlin.
" Apa!" Ayana seperti tersambar petir, dia butuh penjelasan namun Gisel justru pergi meninggalkannya.
" Emangnya Gisel gak memberitahumu?"
Ayana tidak menjawab, dia berjalan menuju kamarnya dengan airmata. Membuka pintu kamar kosnya. Dan menangis sejadi-jadinya. Kini awal kehancuran sudah mulai terasa. Mahkota yang dijaganya seketika sudah direbut oleh lelaki lain. Prinsip hidupnya hancur, karena kepolosannya sendiri.
Dulu, Ayana selalu berprinsip jika dia akan menjaga dirinya sesuai dengan ajaran agama yang selalu dia tekuni. Dia tidak akan memberikan mahkota yang dia jaga kepada siapapun. Dia ingin menjaga sampai dia menikah dan menemukan pasangan yang seharusnya. Namun, prinsip itu seketika hancur karena kesalahannya. Dia juga merasa bersalah kepada Azka, kekasihnya yang selalu setia.
Azka merupakan lelaki yang baik, selama bersama dengan Ayan, Azka sangat tahu akan larangan agama. Azka yang awalnya berniat ingin menikahi Ayana, namun terpaksa di undur karena Ayana ingin fokus pada pendidikannya. Meskipun begitu, Azka sebagai kekasih tetap setia dan mendukung Ayana. Namun, kesetiaan Azka dibalas dengan sebuah pengkhianatan dari Ayana. Ayana yang tidak sadar diri, malah terjatuh dan terbuai hingga dirinya terperangkap sekamar dengan seorang laki-laki lain.
Ayana menyesali semua perbuatannya itu. Dia bahkan ingin meminta untuk mengulangi semuanya, dengan menolak ajakan dari Gisel. Hal yang pahit itu terjadi dalam hidupnya. Dia memukuli perutnya bahkan mengambil pisau ingin melukai dirinya.
" Aku harus bagaimana, ya Allah. Aku harus bagaimana. Apa yang harus katakan pada Azka, paman dan bibi. Kenapa aku sebodoh ini..." Ayana dalam tangisan meratapi nasibnya.
Deringan dari ponselnya, Ayana meraih ponselnya. Panggilan bukan dari Azka melainkan paman dan bibinya. Ayana mencoba untuk menenangkan dirinya, menghapus airmatanya. Setelah merasa tenang, dia menjawab telepon tersebut.
" Ayana.. kamu apa kabar, nak?"
" Bi.. Alhamdulillah kabar Ayana baik." jawabnya sambil mengigit bibir bawanya menahan diri untuk tidak menangis.
" Kamu lagi liburan semester, kan? Ayana gak berencana pulang ke Indonesia?"
" Maaf bi.. untuk liburan ini Ayana gak pulang dulu. Soalnya hemat biaya juga, pulang pergi Korea-Indonesia itu mahal. Lebih baik Ayana disini dulu."
" Baiklah.. kamu jaga diri disana baik-baik. Ingat jangan lupa sholat. Kamu tahu, Azka sering berkunjung ke rumah akhir-akhir ini. Jangan lupa kasih kabar ke calon suamimu."
" Iya bi.. baru saja tadi Azka menelepon. Kebetulan Ayana ada tugas di kampus sebentar. Jadi gak lama meneleponnya. Bibi juga jaga kesehatan ya." Percakapan telepon itu berakhir, Ayana kembali bersedih. Dia tidak tahu harus bagaimana.
Ayana Zakiyah, nama yang cantik seperti pemiliknya. Nama itu merupakan pemberian sang ibu ketika beliau sebelum meninggal saat melahirkan Ayana. Meski dibesarkan tanpa ibu, Ayana sangat bersyukur karena bapaknya sangat menyayanginya bahkan mengajarkannya akan ajaran agama Islam. Itulah kenapa Ayana memutuskan untuk menggunakan hijab, karena bapaknya yang meminta sebelum beliau menyusul istrinya ketika usia Ayana masih 14 tahun.
Saat orang tuanya meninggal, Ayana di titipkan kepada paman dan bibinya. Dan beruntung, paman dan bibi Ayana juga sangat menyayangi Ayana layaknya anak mereka sendiri. Ayana di sekolah di sekolah agama, pendidikan agama seolah begitu berarti bagi keluarga Ayana. Karena hidup di kota kecil bernama Tapak tuan, membuat Ayana menjadi gadis yang sangat polos, bahkan paman dan bibinya sangat menjaga dirinya untuk tidak bergaul dengan anak yang dipandangan mereka tidak sesuai dengan ajaran agama. Namun, Ayana begitu penasaran akan dunia anak-anak tersebut, terkadang dia ingin seperti mereka dengan mempunyai pemikiran yang bebas tanpa harus takut dengan dosa.
Karena hidup dengan keluarga yang sangat kukuh akan ajaran agama, Ayana di sekolahkan di pondok, karena kebetulan paman dan bibinya juga mengajar di pondok tersebut. Di sekolah pondok itulah Ayana bertemu dengan Azka. Azka sendiri merupakan anak dari salah satu ustadz yang juga mengajar di pondok tersebut. Azka yang pintar dan rajin beribadah membuat Ayana sangat menyukai laki-laki tersebut. Namun, lagi-lagi Ayana mendapatkan keberuntungan, Azka yang disukai ternyata juga menyukainya.
Hingga saat lulus SMA, Azka langsung datang untuk melamar Ayana. Namun, pernikahan yang tertunda karena Ayana mendaftar dirinya untuk melanjutkan pendidikan di Korea Selatan. Meski sering mendapatkan ilmu agama, Ayana adalah gadis remaja seperti pada umumnya. Era KPop yang merajela hingga terdengar di kota kecil tempat Ayana tinggal. Ayana mengenal dunia K-Pop karena teman satu kamarnya di pondok suka mengoleksi foto idol Korea. Bahkan bukan hanya foto temannya bernama Laras juga menyimpan buku yang menuliskan tentang idolanya itu.
Ayana yang memiliki rasa ingin tahu, mulai penasaran dan ingin tahu tentang idol K-Pop tersebut. Dia membaca buku yang berisikan biodata dan perjuangan sebuah boyband bernama Hype boy pemberian Laras. Dari situlah jiwa fangirl mulai tumbuh. Dia mengagumi sosok idol K-Pop bernama Kim Seungmin. Dia mengagumi perjuangan Seungmin yang memutuskan jalan hidupnya dan menentang keinginan orangtua atas dirinya. Ayana ingin seperti Kim Seungmin.
Meski dia hidup dengan kasih sayang dari paman dan bibinya. Pemikiran Ayana justru sangat bertolak belakang. Dia tahu jika ajaran agama sangatlah penting, namun bagi anak seusia dirinya, Ayana ingin menikmati dunia dengan penuh kebebasan serta jalan hidupnya sendiri. Karena rasa kekagumannya terhadap Kim seungmin, membuat dia memutuskan untuk mencoba mendaftar beasiswa di Korea Selatan. Keputusan yang berat, karena dirinya harus berpisah dengan orang di cintai, Azka. Bagi Ayana jalan hidupnya sangat berarti, dia tidak ingin menikah cepat, dia ingin menikmati hidup dengan jalannya sendiri.
" Bibi!" teriak Ayana, " lihat ini.." Ayana menghampiri bibinya yang tengah memasak di dapur.
" Ada apa, nak? Kok teriak-teriak, gak baik loh."
" Bibi lihat! Aku di terima! Aku di terima beasiswa di Korea bi!" Ayana menunjukan tampilan laptopnya.
" Serius?"
" Lihat ini!" ucap Ayana sangat bersemangat.
" Alhamdulillah.. tapi kamu harus berbicara dengan paman mu dulu ya. Bibi tidak masalah dengan keputusan mu, tapi kamu ini sudah bertunangan dengan Azka. Jadi bicarakan dulu sama pamanmu ya."
Ayana mendaftar beasiswa tersebut tanpa memberitahu pamannya. Dia takut jika paman tidak menyetujuinya, apalagi dirinya sudah bertunangan dengan Azka. Namun, Ayana melakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan pamannya.
" Baik bi, aku akan bicarakan dengan paman."
Saat makan malam, Ayana langsung menyampaikan niatnya kepada pamannya. Paman sangat menentang hal itu, karena merasa tidak enak dengan Azka yang sudah melamar Ayana. Namun, Ayana terus meyakinkan keinginannya.
" Bukannya paman menolak dengan keputusan Ayana. Tapi, kamu sudah terikat dengan Azka, lebih baik kamu bicarakan saja dulu dengan Azka. Itu tergantung dari keputusan kalian berdua, pihak keluarga Azka maupun paman dan bibi akan menerimanya." ujar paman Ayana memberikan solusi.
" Baiklah, akan aku bicarakan ini kepada Azka."
Besoknya, Ayana memutuskan untuk menemui Azka. Mendengar keputusan Ayana, Azka merasa tidak rela melepaskan Ayana untuk melanjutkan pendidikannya namun di satu sisi Azka juga tidak ingin menjadi laki-laki yang egois. Pihak keluarga meminta mereka untuk menikah dulu sebelum Ayana berangkat kuliah. Namun, Ayana sudah berbicara kepada Azka jika dia ingin menundanya dulu. Akan terasa lebih berat lagi jika dia pergi dengan status istri, karena Ayana merasa jika dirinya begitu beban, sebagai istri dia tidak bisa berada disisi sang suami. Bahkan Azka juga tidak bisa mengikuti Ayana ke Korea, karena pekerjaannya yang melanjutkan tugas bapaknya sebagai ustadz di pondok pesantren.
Setelah berunding dengan kedua pihak keluarga, mereka memberikan keputusan untuk Ayana tetap melanjutkan dengan status masih bertunangan dengan Azka. Mereka menyetujui alasan Ayana membuat ayana begitu senang, dan berjanji kepada Azka jika dirinya akan selalu mencintai Azka dan tetap untuk setia, begitupula dengan Azka.
" Nak, kamu baik-baik ya disana. Jangan lupa sholat. Ingat, tujuan mu kesana untuk kuliah, dan jangan menentang apa yang sudah di ajarkan dari pondok pesantren mu, nak." Bibi Ayana menasihati, karena Korea Selatan merupakan negara yang mayoritas tidak beragama muslim. Sebagai orang tua Ayana, bibinya sangat takut jika ayana tidak kuat akan imannya.
" Tenang saja bi, Ayana tidak akan melakukan hal-hal yang sudah di larang oleh agama. Ayana akan selalu ingat tujuan Ayana." ujar Ayana sambil mengemasi barang-barang untuk berangkat ke Jakarta.
" Sekarang, keluarlah. Pamit sama Azka, karena dia tidak bisa mengantarkan kamu ke Jakarta."
Ayana keluar, dia pamit kepada Azka dan keluarganya. Ayana ke Jakarta diantar oleh pamannya. Kebetulan Ayana masih belum tahu kota jakarta, karena selama ini Ayana hanya hidup di kota tempat tinggalnya. Belum pernah Ayana menyentuh kota besar seperti Jakarta. Karena itu, membuatnya harus di antar oleh sang paman ke sana.
Ayana pamit ke calon suaminya, ada rasa berat untuk berpisah. Namun, Ayana ingin mewujudkan mimpinya dengan di Korea dia juga bisa bertemu dengan idola yang sudah mengubah pola pikirnya.
" Azka, aku akan kembali secepat mungkin demi pernikahan kita. Aku janji, di pikiran ku tujuan ku hanya belajar." ujar Ayana mengancungkan jari kelingking sebagai bukti janjinya.
Paman hanya mengantar sampai jakarta, Ayana harus berangkat sendiri ke Korea. Beruntungnya, Ayana memiliki teman yang baru dia kenal karena sama-sama mendapatkan beasiswa tersebut. Namun sayang, saat penentuan kelas bahasa Korea, mereka di kota berbeda. Karena beasiswa yang diambil oleh Ayana, merupakan beasiswa dengan persyaratan satu tahun belajar bahasa Korea di universitas yang ditentukan di kota-kota Korea Selatan. Setelah lulus akan di tempatkan di universitas yang sudah disediakan untuk anak beasiswa dengan jurusan yang di ambil.
Ayana memilih kota Daegu, di kota Daegu dia berkenalan dengan seorang gadis yang juga jalur beasiswa bernama Gisel dari Thailand. Karena sama-sama dan memiliki kecocokan, membuat mereka semakin dekat. Setelah setahun belajar bahas Korea, mereka berdua di tetapkan di universitas di Seoul, untuk melanjutkan kuliah sesuai dengan jurusan masing-masing.
Belum genap setahun, Ayana berada di Seoul, dia harus mendapatkan masalah. Dengan polos Ayana mengikuti Gisel pergi ke klub malam. Hingga dirinya terjebak dengan seorang laki-laki di sebuah kamar hotel. Awal kehancuran Ayana sudah di mulai, ketika Ayana membutuhkan penjelasan, Gisel justru kabur dengan alasan pulang liburan ke negara asalnya. Ayana hanya bisa pasrah, karena kebodohannya dia menghancurkan janjinya kepada Azka.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!