CHAPTER 01 :

"Hosh... Hosh... Permisi! Permisi! Jangan halangi jalan ku!" Teriakku. "Permisi! Jika tidak ada yang ingin aku tabrak!" Lanjut ku lagi.

Napasku menggebu-gebu bersamaan dengan detak jantungku yang berdetak begitu cepat. Sesekali lengan ku menyeka keringat yang membasahi dahi.

Hei! Kalian tahu aku sedang apa? Yup! Itu benar. Aku sedang berlari.

Aku terus berlari, Berlari dan berlari sangat kencang seperti tidak ada waktu untuk berhenti sedetik pun. Sementara kedua tanganku sibuk mengikat dasi dan mulut ku yang sibuk mengunyah roti yang ku genggam pada satu tangan yang ku bawa lari dari rumah. Aku tidak peduli lagi dengan lutut ku yang sudah berdarah-darah karena terjatuh tersandung oleh batu yang entah mengapa itu sama sekali tidak terlihat oleh penglihatan ku. Dan yang aku pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya aku bisa sampai ke sekolah sementara dalam waktu 15 menit sebentar lagi gerbang sekolah akan di tutup.

"Ah, Sial!" Umpat ku.

Saat ku lihat dari kejauhan orang-orang begitu memadati halte untuk menunggu bus datang. Tetapi benar itulah jawabannya. Bis belum datang dan bukan waktu yang tepat jika aku juga harus berdiam diri di sana hanya untuk menunggu kedatangan bis untuk waktu yang cukup mendesak ini. Langsung saja aku membelokkan langkah ke arah lain, Sebut saja namanya adalah jalan tikus. Jalan pintas di mana kalian bisa cepat sampai ke tujuan.

...----------------...

"Wah! lihat deh, Itu siapa, Ya?"

"Ih, Ganteng banget!"

"Tinggi kayanya. Bahu nya kelihatan kuat banget,"

Seru beberapa para siswi yang sudah sekitar 10 menitan mereka hanya berdiam diri di depan pintu kantor guru. Tampaknya sedang berkumpul terpesona oleh satu siswa yang sedang duduk di sebelah meja salah satu guru dan sudah sekitar 10 menitan mereka hanya berdiam diri di depan pintu ruangan guru.

"Kalian ingin di hukum atau pergi ke kelas kalian masing-masing?"

Sontak para siswi itu terkejut dengan kedatangan seorang guru yang mendadak ada di belakang mereka. Tentu saja mereka begitu saja dengan ketakutan.

...----------------...

Drrrtttt..... Drrrtttt.....

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menjawab panggilan ini. Silahkan hubungi beberapa saat lagi..... "

Drrrtttt..... Drrrtttt.....

"Nomor yang anda tuju tidak dapat menjawab panggilan ini. Silahkan hubungi— "

Tut!

Bunyi panggilan di matikan.

"Kemana sih, Dia? Sedikit lagi mau masuk lho! Tapi belum dateng juga," Karin nampak gelisah dengan teman nya itu, Kemudian menghela napas pendek.

...----------------...

"AKHIRNYA!!! YES! YES! HAHA!" Teriakku, Heboh.

Mataku berbinar, Bibirku melengkung membentuk garis senyuman saat melihat wujud gerbang sekolah yang masih terbuka lebar dari kejauhan. Tidak sia-sia perjuangan ku melewati jalan tikus hanya untuk sampai ke sekolah. Tentu saja, Karena aku merasa senang dengan ini membuat ku bersemangat hingga menambah kecepatan lari ku lebih cepat dari sebelumnya.

"YES! YES! AKU TIDAK TELAT! AKU TIDAK JADI TE—Eh? Eh! Eh! Eh!"

Aku menghentikan paksa langkah ku dan segera bersembunyi di balik semak-semak rumput. Sesekali kepala ku naik turun untuk mengintip siapa di sana, Mataku menyipit.

Duh, Gawat!

Batinku, Seraya menggigit bibir bawahku.

Pria yang berdiri menjaga pintu gerbang di sana, Memakai setelan olahraga juga membawa tongkat baseball pada tangannya itu adalah pak Jim. Dia itu guru yang suka menghukum murid-murid yang terlambat datang ke sekolah atau murid yang kerjaannya buat onar dan murid-murid yang walaupun itu cuma kesalahan sepele pasti akan berhadapan dengan pak Jim. Dia juga mengajar sebagai guru olahraga di sekolah ini. Bahkan dia juga selalu menyimpan buku catatan kecil pada saku celananya agar dia mencatat nama-nama murid yang akan di kenai hukuman sekaligus di berikan sanksi poin pelanggaran. Pak Jim, Guru yang juga terkenal karena wajahnya yang juga tampan di antara guru laki-laki lainnya di sekolah ini.

Tapi masalahnya adalah sekarang aku. Aku paling tidak mau berurusan dengannya. Selama ini aku cuma menonton murid-murid lain yang berhadapan dengan nya, Ya menonton karena secara tidak sengaja sih. Aku tidak tahu kalau ternyata aku juga memiliki giliran untuk itu. Aku terduduk lesu dan menundukkan kepala, Berpikir bagaimana caranya aku bisa sampai ke kelas tanpa di ketahui oleh pak Jim.

Gerbang utama ada pak Jim, Melewati gerbang belakang sekolah pun juga pasti sudah di tutup dan entah kenapa perasaanku merasa kurang baik, Karena aku yakin pak Jim sudah berada di sana sekarang melihat gerbang utama sudah tertutup rapat.

"Apa aku bolos saja, Ya?" Ucapku, Kemudian menggeleng cepat. "Apa, Sih? Mana bisa begitu!" Bantah ku pada diri sendiri bersamaan dengan aku yang menghela napas panjang lesu.

Tidak lama, Pandangan ku tertuju pada satu murid laki-laki berseragam sama dengan ku berjalan ke arah samping sekolah. Aku yang terheran dan rasa penasaranku yang langsung melonjak tinggi, Ku putuskan untuk mengikutinya dari belakang dengan mengendap-endap. Pikirku, Bagaimana kalau ternyata dia adalah penjahat yang menyamar menjadi seorang murid untuk membantai warga sekolah ku dan diam-diam dia sudah janjian dengan yang lainnya tetapi ternyata dugaan ku salah.

Mulut ku menganga seakan tidak percaya dengan apa yang aku lihat. "Sejak kapan ada lubang begini di pagar sekolah?"

Aku berdiri di hadapan lubang pada pagar sekolah, Aku tidak bersuara sama sekali dalam beberapa detik seakan masih tidak percaya. Anak itu, Anak yang tadi aku ikuti itu dia memasuki area sekolah dengan melewati lubang ini.

"Lubang nya memang tidak terlalu besar sih... tapi sepertinya layak untuk aku coba," Aku menaruh tas lebih dahulu ke dalam lubang di pagar di lanjutkan dengan tubuhku yang berusaha merangkak.

...----------------...

"Beri salam pada guru!" Titah sang ketua kelas kelas.

"Selamat pagi bu!!!" Ucap murid-murid di kelas serempak sambil membungkuk hormat.

Tetapi tidak lama kelas pun mulai ricuh karena wali kelas mereka tidak datang sendiri, Melainkan ada seseorang yang ikut bersamanya.

"Anak-anak berhenti bicara dan diam!" Tegur guru pada mereka dan suasana langsung hening seketika. "Sekarang kau boleh memperkenalkan diri mu," Lanjut guru, Pada seseorang yang berdiri tidak jauh di sebelahnya.

"Kim sion. Salam kenal," Ucapnya, Singkat jelas dan padat.

"Kalau begitu Kim Sion, Kau boleh duduk sekarang ya di bangku kosong di sebelah sana," Ucap wali kelas berkacamata itu, Menunjuk ke salah satu meja yang masih kosong tak berpenghuni.

"Baik bu, Terima kasih," Sion membungkuk hormat kemudian berjalan menuju bangku yang sudah di tunjukkan.

Tentu saja. Tatapan-tatapan mata para siswi yang tiada habisnya terpesona dengan ketampanannya itu terus mengekori dirinya bahkan saat sudah menduduki bangku nya pun, Di ikuti dengan bisik-bisik yang isinya cuma tidak jauh-jauh dari kata tampan. Tetapi itu sudah biasa baginya jadi tidak ada reaksi apapun, Baginya itu seperti angin dingin yang lewat. Sambil menggantungkan tas selempangnya pada kaitan ke sebelah kanan meja, Dirinya sempat melirik bangku kosong yang berada di sebelahnya. Bangku yang juga bersebelahan dengan jendela itu.

Ada murid pindahan lainnya lagi, Kah?

Batinnya, Menatap bangku tersebut.

BRAK!

Dan seisi kelas tertuju pada sumber suara yang mengejutkan berasal dari pintu kelas yang di geser dengan sangat kencang. Mereka melihat penampakan siswi berambut pendek sebahu dengan tampilannya yang cukup berantakan. Pakaian seragamnya kotor, Tas yang di gendong di depan tubuhnya, Dasi yang terpasang asal-asalan, Bahkan luka pada dengan darah yang sudah setengah mengering ini sedang berdiri setengah membungkuk di depan pintu kelas, Mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal.

"Hehehe..... Maafkan saya ya bu,"

Siswi berambut pendek itu hanya terkekeh melihat ke arah sang guru yang menghela napas panjangnya.

Dan ya, Betul sekali. Berakhir dengan aku yang mendapatkan hukuman membersihkan ruang seni cuma seorang diri. Padahal aku sudah bersusah payah menghindari pak Jim dan hampir saja aku ketahuan saat melewati lubang pada pagar saat pak Jim berjalan melewati area itu. Tapi ternyata aku mendapatkannya dari wali kelas ku sendiri. Untungnya aku juga sudah mengganti pakaian atas ku yang kotor itu dan mengganti nya dengan atasan olahraga milik teman dekatku.

"Bersihkan ruang seni sekarang!"

Hanya itu saja ocehan terakhirnya yang ku ingat dari semua ocehannya yang membanjiri telinga ku sekaligus guru yang menjabat sebagai wali kelas ku.

Sruk.

"Apa, Sih? Siapa yang taruh bekas makan makanan ringan di sini? Jorok banget!" Gerutu ku, Saat melihat sampah makanan yang berjatuhan dari salah satu laci meja." Nongkrong kok di ruang seni," Lanjut ku, Baru juga memulai sudah merasa jengkel tetapi aku harus sabar.

Tidak ada pilihan lain selain aku yang terpaksa memulung sampah makanan itu dengan tangan kosong ku yang berharga. Membereskan barang-barang di sana, Membersihkan kaca, Kemudian aku menyapu lantai yang banyak sekali debu kotoran, Di lanjutkan dengan mengepel lantai ruangan.

krucuuukkk.....

Aku menundukkan kepala menatap perutku yang sudah berdemo itu. Lalu melirik ke arah pergelangan tangan ku," Pantas saja, Memang sudah saatnya jam makan siang,"

Sreeek.

Kepalaku menoleh ke arah pintu yang di geser. Seseorang berdiri di depan pintu ruang seni dengan tangannya yang tidak kosong. Alisku mengernyit heran karena kedatangannya yang mendadak kemari, Anak baru yang jadi teman sebangku ku itu. Aku bahkan tidak tahu namanya karena pertama kali melihatnya hari ini di kelas, Tidak sempat berkenalan karena aku hanya bisa menaruh tas saja ke dalam dan langsung meninggalkan kelas membersihkan ruangan seni.

"Kenapa?" Tanyaku.

Tetapi dia hanya bergeming, Berjalan ke salah satu meja dan menaruh nampan berisi makan siang hari ini. Sedangkan aku hanya kebingungan dengan reaksinya yang seperti itu. Tentu aku sedikit kesal dan memilih melanjutkan aktivitas mengepel ku yang sedikit lagi selesai setelah itu aku akan pergi ke kantin untuk makan siang.

"Belum makan, Kan? Makan dulu sana!" Titahnya padaku.

Aku yang sedang mengepel lantai sontak saja terkejut saat dia tiba-tiba saja merebut kain pel dari tanganku kemudian langsung saja dia melakukan kegiatan pel mengepel lantai. Sementara aku yang diam mematung di tempat ini masih mencerna segalanya, Pikiran ku bergelut. Tiba-tiba datang, Lalu menyuruhku untuk makan dan menggantikan ku untuk mengepel lantai. Aneh sekali aku jadi curiga, Pikir ku dia ada keinginan lain dari ku atau mungkin lebih tepatnya dia ada maksud lain.

Atau jangan-jangan dia memberi racun pada makanan itu? Itu bisa saja, Kan? Walaupun kita baru bertemu tetapi bisa saja dia adalah psikopat yang sedang mencari mangsa dan kebetulan aku yang menjadi target selanjutnya.

"Kenapa? Tidak mau? Oke, Akan ku buang," Celetuknya, Tanpa berniat menoleh sedikitpun padaku.

"Apa, Sih? Masih muda galak banget," Protes ku.

Apalagi selain itu? Tentu saja aku yang berjalan ke arah meja dengan nampan berisi makanan itu, Mendudukkan diri dan mulai melahap makanan.

Kalau bukan karena aku butuh makanan, Aku pasti sudah cuci wajahnya dia pakai kain pel.

Batinku, Meliriknya kesal.

"Ehem! Terimakasih," Ucapku. Setidaknya aku tahu diri dengan mengucapkan terimakasih walaupun tindakannya Itu sangatlah mendadak.

Tapi lagi-lagi dia cuma diam dalam beberapa saat. Antara tuli atau memang dia membalasnya dalam bahasa kalbu, Aku tidak mengerti dengan anak ini. Dan aku hanya bisa menghela napas pendek. Tetapi tidak lama, Dia berdiri tegap menatap ku, Menaruh kain pel ke dinding lalu berjalan ke arahku dan berdiri di hadapan ku. Kami bertatapan satu sama lain. Sungguh deh, Baru pertama kali ketemu tapi rasanya aku sudah tidak suka dengan sorot matanya yang dingin, Tajam dan terlihat menyebalkan itu.

"Jawab! Kau yang bawa keychain punya itu, Kan?" Tanyanya tiba-tiba.

"Hah?!" Respon alami ku dengan ekspresi ku kebingungan.

" Kau yang membawa key-chain ku, Kan?" Tanyanya lagi, Sedikit penuh penekanan pada benda yang dia maksud.

Aku terdiam sesaat dan berpikir. "Keychain? Keychain apa? tidak tuh!"

" Tidak menerima kebohongan," Desaknya. Dia mendekatkan wajahnya pada wajahku, Hanya berkisar satu jengkal.

"Ini jawaban jujur. Aku tidak tahu apapun termasuk benda yang kau bilang itu," Jawabku. Aku balik menatap matanya tanpa merasa terintimidasi.

Dia berdiri tegap dan bersedekap dada." Aku tahu kau si daun bawang itu. Si daun bawang yang malam itu—"

Aku berdiri bersamaan dengan tangan ku yang menggebrak meja. "Ngomong apa sih, Kau? Daun bawang apalagi? Aneh-aneh saja kalau bicara! Masih siang jangan buat aku kesal, Ya!"

Pada akhirnya aku terpancing juga di tambah aku yang sedang kelaparan begini.

"Aku tidak mau tahu, Pokoknya kembalikan keychain itu. Apapun alasan mu itu tidak penting. Aku ingin keychain punya ku itu kembali kepada pemiliknya," Tuturnya.

Aku hanya tertawa kecil tidak percaya mengenai pembicaraan anak ini. "Astaga! Sudah ku bilang aku tidak tahu! Kau tuli, Ya? Aku tidak tahu keychain mu dimana dan bagaimana bentuknya pun aku tidak tahu. Jadi stop! Menuduh hal yang tidak benar!"

"Bukan bermaksud menuduh!"

"Lalu apa?"

"Cermati dulu!"

"Kau pikir ini pelajaran?"

"Kau bahkan memotong penjelasan ku sebelum akhirnya aku benar-benar selesai!"

"Ini tidak lucu! Kau memberikan ku makanan dan kau tiba-tiba menggantikan ku melakukan pekerjaan mengepel lantai untuk tujuan begini? Apa untung nya kau melakukan kebaikan padaku tapi menuduh ku juga?"

"Salah mu memotong penjelasan ku lebih dulu. Maka dari itu kau bisa berpikir aku ini menuduh mu,"

"Apa?"

"Lupakan,"

Dalam beberapa menit kami hanya saling beradu tatapan tanpa adanya sepatah katapun yang keluar dari mulut kami. Aku merasa muak.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!