Ucapan Hanifah membuat semua orang yang ada di sana menatap dengan tidak percaya, bukankah semuanya tahu bagaimana hubungan Reyhan dan juga Nehta. Dua orang itu bersahabat, namun setiap harinya selalu saja ada keributan atau pertengkaran kecil di antara keduanya. Jadi, rasanya tidak mungkin Reyhan dan juga Nehta mau menikah.
“Nek...”
Nehta ingin menolak, tapi dia tidak sampai hati jika harus membuat perempuan yang telah menyayanginya setelah ibunya itu kecewa dan bersedih.
“Baiklah, kalau itu yang nenek inginkan. Kita berdua bersedia menikah. Iya kan, Ta?” Jawaban dari Reyhan membuat semua orang terkejut.
Mereka pikir, Reyhan akan menolak permintaan neneknya itu. Tapi ternyata, dia menyetujui keinginan Hanifah tanpa berpikir terlebih dahulu.
“Reyhan...” Nehta sepertinya hendak protes, namun keburu di potong oleh Reyhan.
“Arman. Tolong bantu aku mengurus semuanya. Aku dan Nehta akan menikah hari ini juga.”
“Reyhan!” Nehta hampir saja berteriak di depan semua orang.
“Nenek, om tante semuanya, Nehta sama Reyhan keluar dulu.” Pamitnya sambil menarik tangan Reyhan agar mengikutinya keluar.
Meskipun Nehta menarik tangannya dengan kuat, Reyhan sama sekali tidak melawan. Dia mengikuti kemanapun Nehta membawanya. Hingga sampailah mereka di koridor yang tampak sepi.
“Rey, apa kamu berubah jadi gilla setelah di tinggal sama Devita di hari pernikahan kalian?” Kesal Nehta.
“Aku hanya ingin menuruti keinginan nenek, Nehta.”
“Rey... Pernikahan bukanlah hal yang bisa di permainkan. Asal kamu tahu, aku...”
“Pacaran dengan Gibran?” Potong Reyhan.
“Ka-kamu tahu dari mana?”
“Itu tidak penting. Asal kamu tahu juga, Nehta. Aku tidak pernah berniat mempermainkan pernikahan. Tapi aku sudah berjanji untuk menikah denganmu.”
Nehta sama sekali tidak menemukan kebohongan dari sorot mata Reyhan, tapi tetap saja, saat ini hatinya sudah terpaut dengan Gibran.
“Tapi Rey...”
“Nehta, apa kamu tega membuat nenek bertambah sakit, dengan penolakan kamu itu?”
Pertanyaan Reyhan membuat Nehta goyah. Benar dengan apa yang di katakan oleh Reyhan. Bisa saja, keadaan Hanifah bertambah buruk. Atau bahkan keinginannya tidak terpenuhi sampai akhir hayat.
“Tapi, jika memang itu keputusan kamu. Aku akan mencari perempuan lain, agar aku bisa segera menikah.”
Reyhan baru saja akan melangkahkan kakinya, namun lengannya keburu di cekal oleh Nehta. Padahal ucapannya hanya untuk menggertak Nehta, supaya perempuan itu bersedia menikah dengannya.
“Baiklah, ayo kita menikah, Rey.” Lirih Nehta.
“Apa, Ta? Aku tidak bisa mendengar suaramu.”
“Ayo kita menikah, Rey.” Pekik Nehta setengah kesal, karena laki-laki itu sengaja pura-pura tidak mendengar ucapannya.
“Tapi dengan satu syarat.” Imbuhnya.
“Aku ingin pernikahan kita di rahasiakan dulu untuk saat ini, terutama jangan sampai Gibran tahu. Biar aku yang memberitahunya nanti, kalau waktunya tepat. Jadi ayo kita menikah.”
Entah berapa kali perempuan itu berkata ayo kita menikah, yang jelas dia setuju untuk menikah dengan Reyhan.
“Aku terima lamaranmu, Nehta.” Ucap Reyhan sambil meninggalkan Nehta yang masih berdiri di tempatnya, dengan senyum smirk di wajahnya, namun jelas Nehta tidak bisa melihatnya.
“Dasar Reyhantuuuuuu...” Teriak Nehta, kakinya menghentak lantai dengan keras, saking kesalnya.
...*****...
Kemampuan uang memang tidak bisa di ragukan lagi, meski uang tidak bisa membeli cinta dan kebahagiaan. Tapi kenyataannya, dengan uang seseorang bisa melakukan apapun hanya dengan menjentikkan jari.
Seperti saat ini, Reyhan menyewa satu kamar VVIP yang berada di sebelah kamar dimana Hanifah berada, untuk di jadikannya ruangan untuk merias Nehta.
“Kak, apa aku boleh bertanya?” Pertanyaan Azka membuyarkan lamunannya yang sejak tadi menatap kosong penampilannya yang sudah cantik itu di cermin.
“Kenapa Ka?”
“Apa kakak yakin dengan pernikahan ini? Maksud aku, aku nggak mau kakak menjalani pernikahan dengan terpaksa. Karna pernikahan itu adalah ibadah terlama, bisa jadi seumur hidup, kakak akan terus bersama dengan bang Reyhan.” Azka sebenarnya ragu mengatakan itu, karena tidak ingin kakak kandungnya salah paham dengan ucapannya.
Nehta berbalik, kemudian menatap Azka dengan bibirnya tersenyum manis. Walaupun tidak ada yang tahu seperti apa perasaannya saat ini.
“Makasih ya. Kakak tahu, kamu mau yang terbaik untuk kakak. Kamu mau kakak bahagia. Tapi ini udah jadi keputusan kakak. Doakan aja ya, semoga kakak bisa menjadi istri yang baik untuk Reyhan.”
“Aku selalu mendoakan yang terbaik untuk kakak.” Azka memeluk kakaknya dengan erat.
Tok. Tok. Tok.
“Masuk.”
“Kenapa, Man?” Tanya Nehta saat tahu kalau yang mengetuk pintu adalah asisten calon suaminya.
“Nona, apa sudah selesai? Kalau sudah, mari ke ruangan sebelah, sebentar lagi penghulunya datang.” Tutur Arman.
“Sudah kok, sudah selesai. Ayo Azka.”
Azka menggandeng tangan Nehta saat berjalan masuk ke ruangan Hanifah.
Tidak ada satupun orang yang tidak terpesona dengan kecantikan Nehta. Meskipun kebaya pengantin yang di pakainya begitu sederhana, riasannya yang tidak terlalu menor, membuat aura kecantikannya semakin terlihat.
“Nenek...”
“Kamu cantik sekali sayang.” Mata Hanifah terlihat berkaca-kaca.
Sementara Dewi dan Rasti hanya menatap tidak suka pada Nehta. Menurut mereka, perhatian Hanifah pada Nehta selama ini terlalu berlebihan.
“Makasih, nek.”
“Tidak sayang, nenek yang seharusnya bilang makasih sama kamu.” Hanifah mengelus lembut dagu Ellaiana.
Atensi teralihkan pada seseorang yang masuk bersamaan dengan Arman. Orang itu tak lain adalah penghulu yang akan menikahkan Reyhan dan juga Nehta.
Reyhan dan Nehta sudah duduk bersebelahan di hadapan penghulu. Rasa gugup mendera keduanya, karena sebentar lagi, status keduanya akan berubah menjadi sepasang suami istri.
“Apakah semuanya sudah siap?”
“Sudah pak penghulu.”
“Sebelum saya memandu pernikahan kalian ada beberapa pertanyaan yang ingin saya tanyakan.”
“Silakan pak.” Ucap Reyhan.
“Nak Reyhan, apa benar perempuan yang ada di samping nak Reyhan ini calon istrinya?”
“Benar pak.”
“Siapa namanya?”
“Nehta Tania Zara, pak.”
“Apa benar nak Nehta? Nak Reyhan ini calon suaminya?”
“Benar pak, Reyhan Arshavin Haris adalah calon suami saya.”
“Wali nikah ada?”
“Saya Azka pak, adik kandungnya kak Nehta. Papa kami sudah meninggal, jadi saya selaku adik kandung dari kakak saya, berkewajiban menikahkan kakak saya setelah kepergian papa saya.”
Penghulu pun mengangguk.
“Saksi nikah ada?”
“Ada pak.” Ucap dua orang saksi bersamaan, kedua orang itu tak lain adalah Arman selaku asisten Reyhan dan juga Leo, seorang pengacara hukum keluarga dari Hanifah.
“Mahar sudah di siapkan?”
“Sudah pak.”
“Baik, kalau begitu kita mulai ijab kabulnya. Sebelumnya mari kita berdoa terlebih dahulu.”
Semuanya serempak mengangkat tangan untuk berdoa, kecuali Dewi dan Rasti yang tampak ogah-ogahan mengangkat kedua tangannya.
“Silahkan, di mulai nak Azka.”
“Baik pak.”
“Nak Reyhan silakan jabat tangannya nak Azka.”
Rehyan mengangguk, lalu meraih tangan Azka yang sebelumnya sudah menunggu jabatan dari tangannya.
“Saudara, Reyhan Arshavin Haris bin Haris Wiratama. Saya nikahkan dan kawinkan engaku, dengan kakak kandung saya. Yang bernama Nehta Tania Zara binti Alvin Martadipura. Dengan mas kawin, perhiasan emas 27 gram bertahtakan berlian 9 karat dan seperangkat alat shalat di bayar tunai.” Azka mengguncang tangan Reyhan, sebagai isyarat bahwa dia telah selesai mengucapkan ijab.
“Saya terima nikah dan kawinnya, Nehta Tania Zara binti Alvin Martadipura dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai.” Reyhan mengucapkan kalimat kabul dengan lancar dan lantang.
“Bagaimana saksi?”
“Sah... Sah...”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments