Hari berganti, Minggu berganti dan bulanpun berlalu, kandugan Shiera semakin membesar. Sementara dirinya masih berada di rumah besar milik Nicho. Ada rasa canggung dan tidak enak hati yang dirasakan shiera, karena dia harus tinggal dengan orang yang tidak mempunyai ikatan apapun dengannya.
Berbagai gunjingan dan tatapan sinis telah menyebar luas. Banyak orang diluaran sana mengatakan Shiera adalah sinpanan Nicho ada juga yang berghibah anak yang dikandungnya adalah hasil hubungan gelap antara mereka berdua. Meskipun Nicho sudah menjelaskan pada pemuka masyarakat disana, bahwa Shiera itu adalah saudaranya demi membungkam mulut para tetangga yang usil, tetap saja selentingan-selentingan tak mengenakkan itu membuat Shiera tertekan. Dirinya merasa tidak nyaman, seakan menjadi pembawa petaka dalam kehidupan Nicho, orang yang telah banyak membantunya.
"Pak Nicho, saya mau bicara sesuatu dengan anda," Shiera kini berdiri didepan Nicho yang sedang duduk dikursi santainya.
"Ada apa Shiera? Katakan saja," lelaki itu mendongakkan kepalanya memperhatikan Shiera.
"Ahm, begini pak. Sebenarnya saya sudah terlalu lama tinggal bersama bapak sedangkan kita tidak punya ikatan apapun, bagaimana kalau saya pergi saja dari sini pak?" gadis itu bicara sambil memilin ujung bajunya.
Butuh waktu untuk merangkai kata-kata itu baginya, karena dia tak ingin Nicho tersinggung dengan apa yang akan disampaikannya.
"Apa? Kenapa kamu tiba-tiba bicara seperti itu? Apa kamu tidak suka tinggal disini? Atau kamu bosan dengan suasana rumah ini? Kamu mau pindah ke tempat yang lebih bagus? Kalau itu yang kamu mau aku akan ikuti kemauanmu," bujuk Nicho padanya.
"Bu ... bukan begitu pak. Saya sangat bertetimakasih atas semu kebaikan bapak pada saya dan saya juga nyaman tapi pak masyarakat pasti tidak akan menerima keadaan saya," gadis muda itu tertunduk menahan air matanya.
"Hm ... jadi itu masalahnya. Kamu takut jadi ghibahan mereka?" Lelaki itu menatap intens pada Shiera.
Shiera tetap menundukkan kepalanya dan tak berani menjawab.
"Dengarkan aku Shiera, jangan dengarkan ucapan mereka! Cukup aku saja. Jika itu permasalahannya bagaimana kalau kita menikah saja?" pinta lelaki itu dengan penuh kesungguhan.
"Jangan pak, bapak tidak perlu melakukan itu. Biarlah saya saja yang menjadi orang tua bagi anak ini," ujarnya sambil mengusap perutnya.
Semenjak kekasihnya tidak mau bertanggung jawab atas kehamilannya, sejak itu pula Shiera tidak mau menikah dengan lelaki manapun. Dia telah bersumpah pada dirinya sendiri akan membesarkan anak itu sendiri.
Nicho menatap lekat pada wanita muda itu. Sebenarnya, Nicho sangat ingin sekali memberikan perlindungan pada wanita yang berada dihadapannya. Dalam artian Nicho mau menikahinya meskipun didalam rahim wanita itu bukanlah anaknya dia tetap akan menyanyangi anak itu.
"Jika memang itu keputusanmu, baiklah. Aku tidak akan memaksa tapi harus kau tahu Shiera, jika kau siap katakan saja, aku pasti akan menjaga kau dan anakmu itu dengan segenap hatiku," pungkas lelaki itu padanya.
Shiera sangat terharu atas ucapannya tanpa terasa air matanya mengalir begitu saja. Dia tidak menyangka lelaki yang bekerja sebagai seorang dosen itu begitu baik padanya.
"Tetaplah disini bersamaku Shiera, aku janji kau dan anakmu akan aman disini," ujarnya sambil mengusap kepala Shiera. Gadis itu akhirnya menyetujuinya.
***
Saat ini usia kandungan Shiera telah memasuki sembilan bulan, dirinya merasakan sakit yang teramat sangat pada bagian perutnya, sepertinya dia mengalami kontraksi dan akan melahirkan.
Sementara jam telah menunjukkan pukul satu malam, dirinya merasa sungkan untuk membangunkan Nicho tapi anak yang berada didalam kandungannya sudah tidak bisa menunggu lama. Shiera mencoba memegang nakas untuk bangkit dari ranjangnya, tapi tangannya malah menyentuh gelas hingga membuat gelas yang berada di nakas terjatuh dan pecah.
Mendengar suara kegaduhan itu, Nicho terjaga dan segera menghampiri Shiera.
"Shiera! Apa kau baik-baik saja? Katakan padaku apa yanf terjadi?" Nico mengetuk pintu kamar Shiera.
"Tolong! to ... tolong aku!" pekiknya dari dalam kamar.
Nicho yang merasa tidak sabaran dan khawatir, membuka pintu kamar Shiera yang ternyat pintunya tidak dikunci.
Lelaki itu melihat Shiera yang terduduk dibawah ranjang, dengan ketuban yang mengalir disela-sela kakinya.
"Shiera, kau akan melahirkan?" Nicho mendekatinya sambil mencoba membantunya.
"Iya pak, perutku sakit sekali," imbuh gadis itu sambil menangis.
"Aku akan mengantarkanmu ke rumah sakit sekarang juga," tandas lelaki itu sambil menggendong Shiera dan membawanya ke mobil.
Perjalanan dari rumah Nicho menuju rumah sakit sekitar tiga puluh menit, selama perjalanan itu pula Sheira tidak bisa menahan rasa sakit yang menjalara disekujur tubuhnya. "Sabar Shiera, kita akan segera sampai," ujar lelaki itu sambil menggenggam tangan Shiera.
Sementara Shiera masih larut dalam kesakitannya, air matanya tak mau berhenti keluar, keringat mengucur deras didahinya.
"Aku tidak sanggup, rasanya seperti nyawaku aka dicabut saat ini juga," rintihnya menahan sakit.
"Tarik nafas pelan dan keluarkan, kau harus kuat sayang," pungkas lelaki itu padanya.
Akhirnya mereka sampai dirumah sakit dan baru saja sampai di rumah sakit Nicho menggendongnya menuju ICU, "dokter cepat selamatkan dia, wanita ini akan segera melahirkan,"
"Baik pak, ayo bantu tuan ini," titah sang dokter pada perawatnya. Para perawat menyiapkan brankar untuk Shiera, dengan perlahan Nicho meletakkan tubuh Shiera diatas brankar dan menenangkannya.
Para perawat dan dokter membawa Shiera ke ruang bersalin, sesampainya di depan pintu ruang bersalin, dokter itu menghadang Nicho.
"Maaf pak, anda silahkan tunggu diluar dulu biar kami periksa istri anda," ujar dokter muda itu.
Nicho mengangguk dan menunggu Shiera diruang tunggu.
Dengan harap cemas lelaki itu menunggunya. Entah mengapa dia merasa yang didalam ruang bersalin itu seakan istri dan anaknya. Apa mungkin dirinya benar-benar mulai menyayangi kedua orang itu?
Lama menunggu, akhirnya terdengar tangisan suaran bayi.
"Dokter bayinya sudah lahir," ujar perawar yang telah menyambut bayi mungil itu.
Betapa leganya hati Nicho saat mendengar suara tangisan bayi itu. Raut kecemasannya berubah dengan aura kebahagiaan. Tak lama kemudian dokter wanita keluar dari ruang bersalin dan memanggilnya.
"Pak Nicho, selamat bayi anda perempuan. Lihatlah anak ini cantik sekali," tukas dokter itu sambil menggendong bayi merah itu.
Dengan penuh kebahagiaan Nicho menggendong dan mengecup bayi itu. Sungguh ini kebahagiaan terbesar yang dia miliki.
"Terimakasih dok, bagaimana dengan Shiera?"
"Ibunya selamat pak, dia melahirkan normal. Sungguh istri anda orang yang kuat," puji dokter itu padanya.
Nicho sangat bahagia mendengarnya, lelaki itu segera masuk ke ruang bersalin sambil membawa bayi mungil itu dan menunjukkannya pada Shiera.
"Lihatlah Shiera, anak ini sangat cantik sepertimu," ujarnya sambil memberikan bayi itu pada Shiera.
Wanita muda itu memeluk bayinya sambil menangis haru, kemudian menaruh anak itu kedadanya. Bayi mungil itu merespon dan dia menyusu padanya.
"Aku telah menjadi seorang ibu," pungkas gadis itu pada Nicho.
Nicho mengangguk sambil mengusap kepala gadis itu memberikan kenyamanan padanya.
Tidak ada perasaan yang paling menyenangkan selain menjadi seorang ibu. Meskipun Shiera harus membesarkan anak itu sendiri tapi dirinya yakin dia pasti bisa membesarkan anak itu dengan segenap jiwa dan raganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Itha Fitra
dr pd mngundang fitnah n dosa,lebih baik mreka nikah aja thor
2024-01-18
1