"Johan!" teriak Casey membuka pintu ruangan Johan dengan kasar.
"Kalian dengar itu?" tanya Bian memastikan pendengarannya tidak salah
"Aku dengar, sepertinya seseorang tengah berteriak memanggil nama Johan." tukas Dika
Ketiga pria di dalam ruang CEO seketika terdiam.
"Dimana kau Johan? Jangan coba-coba sembunyi dariku!" teriak Casey
"Aku akan memeriksanya Pak." pamit Dika melangkah keluar ruangan
"Dia wanitamu?" tanya Alex menatap Bian dengan heran
"Kurasa." balas Bian ikut berdiri untuk memastikan keadaan
"Johan, aku tahu kau di dalam sana. Keluarlah! Gara-gara kau aku dipermalukan di rapat dewan direksi. Kau harus bertanggung jawab Johan!" teriak Casey menggedor pintu kamar mandi
"Nona Valencia, Johan baru saja diminta untuk mengecek perkembangan proyek apartement." tukas Dika menyadari siapa pemilik suara yang mengganggu itu
"Apa? Dia pergi begitu saja setelah apa yang dia lakukan padaku. Aku tidak akan menerimanya. Aku harus mencarinya." tekad Casey mengabaikan keberadaan Dika dan keluar dari divisi pengembangan
"Memangnya apa yang Johan lakukan?" gumam Dika
Casey melangkah kesal melewati lorong. Beberapa karyawan menatapnya aneh. Ada yang berbisik lalu menertawakannya. Ada juga yang terang-terangan menggibahkannya.
"Ku dengar dia membuat surat cinta saat rapat dewan direksi." seloroh seorang wanita berambut pendek
"Benar, apa dia berniat menggoda Pak Bastian dengan kata-katanya?"
"Apa dia tidak berkaca, dia bukan selera bos kita. Dia hanya akan menjadi mimpi buruk untuk Pak Bastian."
"Cara seperti itu tidak akan mempan, memangnya siapa dia?"
"Diam! Aku sama sekali tidak berniat menggoda CEO kalian. Aku hanya.." Kalimat Casey terhenti menyadari orang yang dia bicarakan datang dari ujung lorong
"Pak Bastian." sapa para karyawati itu memberi jalan untuk Bian
Casey pun ikut menunduk. Kedua tangannya tertaut satu sama lain. Kakinya bergerak gusar, takut jika Bian mendengar semuanya.
"Kenapa kalian masih disini? Jam kerja sudah berakhir setengah jam yang lalu." tukas Bian melirik jam rolexnya
"Baik Pak Bastian, kami akan segera pulang." ujar beberapa karyawati sambil senyum-senyum meninggalkan tempatnya
"Aku juga akan pulang!" ujar Casey ketus berbalik meninggalkan Bian
"Kau yakin, dia wanita yang sama dengan gadis di SMAmu itu?" tanya Alex menatap langkah kaki Casey yang semakin menjauh
"Hanya ada satu Casey yang ku kenal Alex. Dan hanya dialah yang memenangkan hatiku." Bian mengikuti arah langkah Casey. Sedikit memberi space agar tidak terkesan menguntitnya. Sesekali Bian menghentikan langkah untuk memastikan jarak mereka bertiga tidak terpantau oleh Casey.
Casey melangkah kesal ke arah sebuah bangku. Kakinya menendang setiap batu kecil yang dilewatinya. Bibirnya mengerucut tanpa alasan. Sesekali terdengar umpatan kecil yang Casey katakan.
"Aku hanya melakukan kesalahan kecil, tapi mereka justru menggunjingku habis-habisan!" gerutu Casey mendaratkan pantatnya pada bangku panjang di halaman kantor
"Lagipula, ini juga salah Johan. Kenapa dia harus membawakanku kopi! Jika bukan karena kopi itu, aku tidak akan terlibat dalam masalah seperti ini." ujar Casey memainkan kakinya di bawah sana
"Pak Robert juga keterlaluan, setelah memintaku lembur. Bukannya berterima kasih, dia malah membuka aib terburukku di depan semua orang. Aaahh.. Kenapa tidak ada keadilan untukku? Sial sekali!" omel Casey entah pada siapa
Casey terdiam. Menatap jalanan berpaving yang mulai lengang. Matanya menerawang ke arah taburan bintang di atas sana.
"Andai Bian disini, setidaknya sakit hatiku ini akan terobati." sedih Casey, tanpa sadar kedua matanya berair.
Bulir air mata mulai menghiasi pipi tirusnya. Matanya sayu memandang kosong ke arah jalanan.
"Bian, sebenarnya dimana kau ini? Haruskah aku mabuk setiap hari agar merasa tenang?" gumam Casey
"Aku tidak pandai minum Bian, tapi keadaanku hari ini benar-benar kacau." lirih Casey
Sedetik kemudian, ekspresi Casey berubah.
"Baiklah, aku akan minum sendiri. Ku dengar dari Johan, ada pub baru di sekitar sini." Casey beranjak dari duduknya. Membenahi tas jinjingnya dan berjalan menyusuri trotoar sendirian.
"Apa yang akan dia lakukan?" gumam Bian yang mengamati dari kejauhan
"Apa kau berniat mengikutinya?" terka Alex
"Harus ku ikuti. Ini sudah malam, dan dia seorang gadis yang berjalan sendirian. Ini Alex, kembalilah ke apartementku." Bian memberikan kartu akses apartementnya
"Sampai kapan kau bertingkah kekanakan seperti ini? Menunggu gadis itu dilahap orang?" ledek Alex
"Akan ku pastikan, hanya akulah yang boleh memilikinya." yakin Bian melangkah meninggalkan dua asistennya di belakang
"Menurutmu apa yang akan terjadi malam ini Dika?" tanya Alex
"Sesuatu yang tidak biasa Pak." balas Dika tersenyum simpul
"Ayo kita kembali." ajak Alex membiarkan Bian melakukan apa yang dia inginkan.
Casey masuk ke dalam ruangan minim cahaya dengan lampu warna warni menyorot bergantian. Muda mudi yang berjoget asyik di lantai dansa. Juga beberapa pria berkumpul di pojokan bersama para gadis. Casey melangkah masuk. Mengeratkan blazer di tubuhnya, lalu berjalan menuju bartender yang tampak ramai. Seorang pria botak mendatanginya.
"Hai nona manis, ada yang ingin kau pesan?" tanya Bobby
"Em.. Sebenarnya aku tidak terlalu pandai minum alkohol. Tapi.. Malam ini, tolong berikan aku yang terbaik disini." ujar Casey
"Mungkin applejack ini cocok untukmu." ujar Bobby mengocok sebuah minuman dan menuangkan segelas kecil untuk Casey
"Terima kasih." Casey meminumnya sekali teguk. Ada sensasi aneh saat minuman itu berada di dalam mulutnya. Rasa manis apel dan sedikit asam yang menyengat, membuat Casey sedikit mengernyitkan dahinya. Rasa hangat mulai menjalar di tenggorokan dan perutnya.
Gelas kedua, Casey meneguknya kembali. Kali ini dia merasakan tubuhnya perlahan memanas. Seperti kegerahan. Debaran di jantungnya pun bertambah cepat. Napasnya memburu. Sangat tidak lucu, jika Casey mabuk hanya karena dua gelas kecil ini.
"Nona Valencia." sapa Bian menyadari kondisi Casey yang tidak baik-baik saja
"Hei Tuan Fabastiano yang terhormat. Kenapa kau kemari? Apa kau ingin minum bersamaku?" ucapan Casey terdengar melantur
Bobby menuangkan segelas juga untuk Bian. Tanpa ragu Bian juga meminumnya. Bian menatap lekat wajah Casey yang memerah. Caranya minum seperti menelan air putih, semakin meyakinkan Bian bahwa Casey memang gadis yang polos.
Casey meneguk gelasnya yang kelima, kali ini efeknya begitu terasa. Tubuh Casey terasa lemas. Seperti kapas yang melayang di udara. Casey tersenyum membayangkan sosok Bian yang ada di pelukannya.
"Bian, bawa aku pergi. Aku janji akan menyerahkan hidupku untukmu. Tidak apa-apa jika kau sudah beristri, aku akan tetap menerimamu sebagai kekasihku." kalimat itu lancar Casey ucapkan
"Hentikan Casey. Kau tidak boleh minum lagi." titah Bian menjauhkan gelas kecil itu dari Casey.
"Pak Bastian, untuk apa kau mengaturku. Kau sendiri bahkan belum minum. Ayo minum ini!" Casey mengangkat sebotol minuman yang berwarna cokelat. Dengan paksa membuat Bian meminumnya.
Bian tersedak. Menyadari vodka dengan kadar tinggi yang telah Casey berikan, membuatnya gelagapan. Tubuhnya kini terasa gerah. Ruangan luas yang ramai oleh hiruk pikuk manusia membuat kepalanya berdenyut.
"Ini, ku bayar semuanya." Bian meninggalkan beberapa lembar uang.
"Kemarilah Casey, kita harus pulang." ajak Bian mencoba memapah Casey
Namun Casey menarik dirinya. Menjauhkan tubuhnya dari rengkuhan Bian.
"Pak Bastian, anda tidak boleh sembarangan menyentuhku. Aku ini masih gadis. Satu saja kesalahan, akan membuatku kehilangan mahkotaku. Hehehe." Tiba-tiba Casey tertawa.
Bian kembali mendekatinya, menarik lengan Casey menjauh dari kerumunan. Dua orang yang sama-sama mabuk itu berjalan sempoyongan menuju sebuah kamar. Hotel tersembunyi untuk kalangan kelas atas seperti Bian. Bian membuka pintunya dan membawa masuk tubuh lunglai Casey. Dengan hati-hati Bian merebahkan tubuh Casey.
"Bian.." panggil Casey dengan mata terpejam
"Aku menginginkanmu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments