Sangat pagi sekali Dara sudah bersiap-siap untuk pergi bekerja. Ibunya yang memperhatikan Dara sangat lahap makan masakannya sangat senang. Anak dihadapannya ini adalah pelita hidupnya. Dia yang menemani Yundari kala terpuruk.
Merasa diperhatikan Dara mengernyitkan dahinya. "Ada apa Ibu, kenapa memandang Dara seperti itu?" tanya Dara menatap Yundari.
"Bagaimana kamu bisa tumbuh seperti ini? Pasti melelahkan, ya. Hidup serba kekurangan dan mempunyai ibu setengah waras?" ungkap kembali Yundari dengan mata berkaca-kaca menahan air matanya jangan sampai jatuh.
"Ibu, jangan pernah berpikir yang tidak perlu. Kita bahagia meskipun jauh dari kata cukup. Siapa yang bilang Ibuku cantik ini tidak sehat, jangan keseringan mendengarkan perkataan orang, Ibu," balas Dara alih-alih menenangkan.
Dahulu saat pertama kali dia mengetahui suaminya mempunyai hubungan dengan wanita lain yang tak disangka dia adalah sahabatnya sendiri. Hatinya benar-benar hancur, tadinya dia hanya dengar dari ibu-ibu arisan. Tidak menerima tuduhan yang mengatasnamakan suami dam sahabatnya, Yundari tidak memperhatikannya seperti angin lewat saja.
Tidak lama berita itu menyebar, tadinya tidak ingin mempercayai dan menelan mentah saja ternyata ada kejadian yang dirasakan, sangat aneh dari tingkah suaminya. Dia memang sering mabuk dan berjudi, tetapi selalu menyisihkan uang untuk keluarga. Yundari seperti biasa meminta uang bulanan padanya, bukannya mendapat apa yang diminta malah diberi tamparan keras pada pipi sebelah kirinya kencang. Dicaci karena hanya bisa meminta terus, padahal dia juga ikut makan bersama dan dikatakan cerewet, bekerja di rumah hanya sebagai pembantu mengalahkan dia yang bekerja.
"Ibu tidak sanggup melihat kamu, sulit untuk bisa bernapas sehari saja, hanya malam teman istirahatmu, Nak," tutur Yundari menundukkan kepalanya.
Dara pindah tempat duduk mendekati Yundari dan memeluknya. Air mata Yundari keluar tanpa disengaja, dengan cepat dia menyekanya. Tidak ingin terlihat lemah dihadapan putrinya.
"Kalau kamu terus memeluk Ibu, bagaimana Ibu menghentikan air mata ini?" tanya Yundari yang sebenarnya merasakan ketenangan mendapat pelukan hangat.
"Makanya Ibu tidak perlu memikirkan masa lalu lagi. Di kehidupan kita sekarang, hanya ada Aku, Ibu, dan Ika. Selain itu, Ibu jangan mengingat ke belakang lagi. Kita bisa bahagia dengan menikmati setiap proses ini, Bu," jawab Dara meyakinkan.
Setelah menenangkan ibunya, Dara sengaja berangkat lebih pagi. Motornya kemarin malam mogok, langsung dia antar ke bengkel dengan paksa, meskipun sangat menyayangkan harus pengeluaran. Dia berjalan belum jauh dari rumah, kebiasaan para ibu ketika membeli sayur ada saja kegiatan lain yang mereka lakukan yaitu merumpi. Dara segera melewati mereka tetapi pandangan tidak lepas darinya. Salah satu dari mereka memanggil Dara.
"Dara ... kemari sebentar, ada berita untuk keluarga kamu," panggil Sokinah, ibu dari teman adiknya.
"Iya Bu, ada apa? Sebelumnya mohon maaf saya tidak bisa lama takut telat kerja," balas Dara yang memang dia terburu-buru.
Jalan kaki berbeda dengan naik motor, itulah alasan Dara segera berangkat. Sekalian nanti mampir ke bengkel apakah motornya sudah bisa dibawa pulang.
"Kamu tahu tidak kalau Ika sekarang bekerja?" tanya Sokinah langsung.
"Tidak Bu, Ika tidak saya izinkan bekerja. Kemarin sempat memberitahu, tapi tidak diperbolehkan oleh Ibu juga," kata Dara berhati-hati.
"Berarti kamu tidak tahu sama sekali ya, Ika itu kerja Dar, di tempat pijat plus-plus. Beberapa hari lalu Ibu mengunjungi Qia, dia pulang bersama pria dewasa. Pakaiannya juga sedikit terbuka, mau memfoto sebagai bukti mereka terlalu cepat berpisah," jelas Sokinah dengan nada berlebihan, sehingga orang lain yang mendengar sampai membuat reaksi tidak terduga.
"Tidak mungkin Ika melakukan hal semacam itu, Bu," jawab Dara tidak percaya.
"Kalau tidak percaya iya sudah, Ibu itu melihatnya bukan sekali, Dar. Awas nanti Adik kamu belajar dari Ayah kalian, senang menyeleweng, dan merampas kebahagian orang lain!" ketus Sokinah lalu pergi bersama ketiga sohibnya.
Dara yang tidak ingin dipengaruhi oleh kata-kata yang membuat telinganya sakit, terus melanjutkan perjalanannya. Tangannya mengepal kuat, agar dia bisa bertahan mengelola emosinya tidak meledak. Bukankah Sokinah terlalu berlebihan menuduh Ika. Mereka memang keluarga yang tidak mampu, tetapi bukan berarti menjual diri menjadi solusi mengatasi keuangannya.
Dia percaya Ika anak yang berkualitas dan berpendidikan tinggi. Mudah sekali dia menyerah hanya untuk mencari uang dengan cara yang salah. Dara sudah sampai di bengkel ternyata masih belum bisa diperbaiki.
Hari ini akan menjadi hari yang panjang untuknya. Kepalanya berdenyut sakit, memijit pelipisnya berharap dapat menenangkannya. Napas yang berpacu cepat menandakan bahwa dia telah berjalan lumayan jauh. Melihat jam di layar ponselnya, masih ada beberapa menit untuk istirahat di dalam.
"Mbak, pagi sekali datang. Jalan?" tanya Nia yang memperhatikan Dara sangat kelelahan.
"Iya Mami, motor Dara mogok semalam. Jadi lebih baik berangkat lebih pagi," balaw Dara.
"Ya ampun Mbak, coba bilang saja bisa Mami suruh Pak sopir menjemput. Lain kali hubungi saja Mbak," tutur Nia yang merasa kasihan.
"Baik Mi, terima kasih atas perhatiannya. Jalan pagi sambil olahraga juga Mami," jawab Dara tulus.
Dengan keadaan berkeringat, Dara memulai dengan bersih-bersih terlebih dahulu karena Nunu masih digendong oleh Nia. Setelah selesai, dia memasak makanan yang tidak terlalu berat. Dia tidak ingin ada keterlambatan masak sambil mencuci piring bersamaan. Kemudian membersihkan badan di kamar mandi khusus pembantu, agar memegang Nunu sudah dalam keadaan bersih.
Nia dan Jaya telah selesai sarapan, menunggu Dara keluar, waktunya mereka berangkat. Dara kececeran melakukan pekerjaannya, namun masih dimaklumi oleh Nia. Jarang sekali menemui manusia sebaik ini, beruntung Dara bisa bekerja dengannya.
"Mbak, sudah selesai? Mami mau berangkat," pamit Nia melihat Dara keluar dari kamar mandi.
"Sudah Mami, maaf ya Mi kalau Dara lama," jawad Dara tak enak.
"Iya, Mbak. Mami berangkat, ya," ucap Nia sambil mengecup kening Nunu.
Dara segera memandikan Nunu, seperti biasa setelahnya memberikan sarapan, bermain kata agar Nunu bisa belajar mengingat, dan menidurkan Nunu jika waktu sudah menjelang siang. Kelelahan dengan pekerjaannya membuat Dara menguap, takut ketiduran dia langsung mengusap wajahnya dengan air. Mengangkat jemuran yang sudah kering selanjutnya menyetrikanya.
...*****...
Pulang bekerja, Dara mengambil motornya akhirnya sudah bisa hidup lagi. Untuk memperbaiki motor tuanya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit menurutnya. Meskipun berat untuk membayarkannya, Dara tetap harus bayar. Bisa saja dia berhutang, tetapi lebih baik membayarnya secara langsung.
Ketika memberikan uangnya, pemilik bengkel mengatakan bahwa pembayaran perbaikan sudah dilunasi. Dara yang terkejut langsung berpikiran bahwa Wirya lah yang membantunya.
Waktu sore memang waktu untuk Sokinah bersama ibu-ibu yang lain berkumpul di suatu rumah salah satu mereka. Dara yang lewat dengan kecepatan pelan, mendapatkan sorotan mata tajam dan cibiran. Mungkin mereka pikir Dara tidak tahu tetapi dia bisa merasakan dari tatapan mereka.
"Sungguh jahat sekali omongan mereka, memfitnah tanpa tahu apa yang terjadi," batin Dara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
PORREN46R
pasti cape mempunyai ibu setengah waras
2023-10-09
2
Alfan
aku bantu like dan subscribe ya kak, semoga kakak semangat up nya
2023-10-07
0