bab 4

Pernikahan Raya dan Riko sudah berlalu beberapa bulan, seperti biasa mereka akan melakukan aktivitas masing-masing. Sekarang Raya sudah setiap hari bekerja di kafe, tidak seperti sebelumnya hanya bekerja dalam beberapa hari dalam satu minggu karena dalam beberapa minggu ke belakang, bengkel motor Riko tidak banyak dapat pelanggan. Jadi, dia ingin membantu keuangan mereka.

"Yang, bangun!" Raya sudah bersiap di saat hari sudah pagi karena dia akan berangkat bekerja, kamu berbeda dengan Riko. Saat ini dia masih berbaring di tempat tidur dan memejamkan matanya.

Ehmmmm

"Yang, udah pagi, loh! Kamu nggak ke bengkel?"

"Iya, bentar lagi!" jawab Riko masih dengan matanya yang terpejam.

Melihat Riko yang masing enggan untuk bangun, Raya memutuskan untuk langsung pergi, karena dia takut akan terlambat. Akhir-akhir ini karena di bengkelnya tidak ramai, Riko seperti malas untuk datang ke sana dalam waktu cepat.

"Aku berangkat dulu, ya. Aku udah siapin sarapan buat kamu, sekalian untuk makan siang kalau nanti mau makan di rumah!" Raya memberitahu sambil berpamitan kepada Riko dan menciumnya meski dia masih tidur.

Hingga jam waktu menunjukkan jam sebelas siang, Riko baru bangkit dari tempat tidur. Setelah membersihkan diri dia memakan sarapan yang sudah disiapkan oleh Raya kepadanya sejak subuh tadi. Setelahnya dia berangkat pergi ke bengkel, dan tiba di bengkelnya dia sedikit merasa suntuk dan bosan karena suasananya sama seperti beberapa minggu yang lalu, terlihat sangat sepi.

Hufffff

Riko menghela nafas dengan pelan. Sekarang dia sedang bersendirian di bengkel itu. Namun dalam beberapa menit kemudian, dia melihat sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan bengkelnya, lalu dari dalam mobil itu keluar seorang perempuan paruh baya yang terlihat elegan dengan pakaiannya yang terlihat mewah dan sangat dia kenal. Ya, wanita parah baya itu adalah dia yang dipanggil mama olehnya.

"Mama...." Riko memanggil, dia sedikit terkejut melihat sang mama yang tiba-tiba datang ke bengkelnya. Sejak dia meninggalkan rumah beberapa tahun ini, jarang sekali ada keluarganya yang datang melihatnya kecuali di awal-awal pada saat dia meninggalkan rumah.

"Gimana kabar kamu?" Mama Riko bertanya sambil ikut duduk bersama Riko.

"Aku baik, Ma."

Riko menjawab dengan santai, dia bukanlah tipe orang yang akan marah jika didatangi oleh keluarganya meskipun keluarganya mengabaikannya selama ini. Dia tetap akan bersikap baik jika mereka datang dengan baik-baik juga.

"Mama kenapa ke sini?" Riko bertanya karena penasaran dengan kedatangan mamanya yang tiba-tiba.

"Apa mama nggak boleh datang ke sini?"

"Bukannya gitu, Ma. Biasanya mama nggak pernah mau datang ke sini." Riko mengingatkan.

"Mama mau nengokin kamu aja. Bengkelnya kok sepi, sih?" tanya sang mama sambil memutar kepala ke sekeliling bengkel Riko yang tidak terlalu besar itu.

"Yah, sekarang memang lagi sepi, Ma. Nggak tau juga orang-orang pada ke mana," jawab Riko dengan wajah sedikit merengut.

Mama Riko terus bertanya kepadanya tentang usaha bengkelnya, dan tanpa mereka sadari pembicaraan yang awal mulanya mengenai bengkel berlanjut dengan berbagai cerita yang lainnya. mamanya terus berbicara saling bertanya dan bercerita. Mereka terlihat sangat akrab apalagi sudah lama mereka tidak pernah bercerita seperti ini. Sang mama juga merasa sangat rindu dengan anaknya bungsunya itu, meskipun dia sedikit pembangkang.

Selama mereka terus bercerita, tidak ada seorang pun yang singgah ke bengkel itu seakan mereka diberi waktu untuk saling melepas rindu karena telah lama tidak saling bercerita sebagai sebuah keluarga.

"Nggak usah, Ma." Riko menolak uang yang ingin diberikan oleh sang mama saat dia ingin berpamitan untuk pulang karena hari sudah sore.

"Nggak pa-pa, Riko. Kamu ambil aja, buat beli jajan!"

"Ih Mama, aku bukan anak kecil, Ma. Masak dikasih jajan."

Mamanya Riko tetap memaksanya untuk mengambil uang tersebut. Dia merasa kasihan melihat putranya. Apalagi melihat seharian ini hampir tidak ada orang yang singgah di bengkelnya.

"Riko, Mama ini masih mama kamu loh, jadi nggak masalah kalau mama kasih uang sama kamu."

"Iya, Ma, Riko tahu. Tapikan nggak seharusnya mama kasih uang lagi sama Riko, yang benarnya Riko yang harusnya kasih mama uang."

"Udah, ambil aja. Mama mau pulang dulu. Nanti papa kamu sempat nyariin mama."

Riko akhirnya ditinggalkan sang mama dengan beberapa lembar uang ditangannya. Tapi didalam hati, Riko juga sedikit senang karena uang ini bisa dia berikan nantinya kepada Raya untuk membeli kebutuhan mereka. Selama beberapa minggu ini, dia jarang memberi uang kepada Raya karena bengkelnya yang sepi.

Tringgg tring

Handpohone Riko yang berada di dalam saku celananya berbunyi.

"Kapan, nih?" tanya Riko ketika dia menjawab panggikannya.

"Gue ke sana sekarang!" kata Riko dengan cepat.

Ketika waktu sore, Riko tidak langsung pulang ke rumah,karena baru saja teman-teman genk motornya mengajak dia untuk nongkrong bersama di daerah yang sedikit jauh dari tempat mereka.

Setelah menutup bengkelnya, Riko langsung menuju tempat yang telah mereka janjikan. Hingga jam dua belas malam Riko belum juga kembali ke rumah. Sementara Raya sudah sejak sore tadi pulang ke rumah, dia masih menunggu sang suami pulang meskipun dia sudah terasa mengantuk.

"Dari mana, Sayang? Kenapa jam begini baru pulang?" Raya bertanya kepada Riko yang baru saja tiba di rumah mereka.

"Maaf, Yang. Tadi anak-anak ngajak ngumpul, mau bahas tentang rencana motoran minggu depan."

"Mau motoran kemana?" tanya Raya memastikan.

"Rencananya mau ke arah selatan sana."

"Yang, bukannya aku ngelarang kamu, ya. Tapi sekarang kan kita lagi nggak banyak nyimpan uang. Katanya bengkel kamu lagi sepi, trus uang motorannya dari mana?"

Riko diam sejenak karena baru menyadari bahwa uang yang rencana telah dia simpan untuk diberikan kepada Raya dari mamanya, sudah dia berikan untuk persiapan pergi motoran minggu depan.

"Uangnya dari anak-anak." Riko tidak ingin mengatakan kepada Raya jika dia mendapat uang dari mamanya.

"Kalau lagi nggak ada uangnya, nggak usah dipaksain dulu, Sayang."

"Nggak dipaksain kok, Sayang."

"Terus motorannya mau berapa hari?" Raya ingin memastikan berapa lama Riko akan pergi, karena biasanya Riko dan temannya membutuhkan waktu yang lama jika sudah pergi motoran.

Riko menatap Raya lagi, dia sedikit ragu untuk memberitahu.

"Tiga hari, Yang." Riko akhirnya memberitahu agar tidak ada permasalahan nantinya di antara mereka.

"Trus, aku ditinggal sendirian ni ceritanya?"

"Ngak lama, cuma 3 hari kok, Sayang."

"Batalin aja deh, Yang. Aku nggak berani tinggal sendiri."

Raya merasa takut jika harus tinggal sendiri di rumah mereka. Berbeda dengan dulu, sewaktu dia tinggal sendiri di rumah kontrakannya.

"Aku udah janji untuk ikut."

"Kalau dibatalin, juga nggak masalah, kan?"

Riko melihat ke arah Raya dengan lekat. Dia tidak pernah melihat sikap Raya yang begitu ingin menghalangi keinginannya. Biasanya Raya selalu mendukung semua apa yang dia lakukan semasa mereka berpacaran.

"Kok kamu gitu sih? Biasanya nggak pernah larang aku kalau pergi motoran sama anak-anak?"

"Aku nggak ngelarang, Sayang. Tapi kan sekarang daripada kamu motoran, mending kasih uangnya buat beli kebutuhan kita."

Riko terdiam sejenak memikirkan perkataan Raya. Tapi dihatinya ada rasa kesal karena Raya seperti tidak mengizinkan dia untuk pergi motoran.

"Aku nggak enak juga kalau batalinnya."

"Iya deh, nggak pa-pa lah. Besok aku ambil kerja tambahan malam, biar nggak sendirian di rumah."

"Tapi nggak boleh di atas jam 10, ya!" Riko sedikit khawatir mendengar Raya mengatakan akan mengambil kerja tambahan, karena selama ini Raya tidak pernah lagi bekerja sampai malam.

Raya mengangguk pertanda setuju, tapi di dalam hatinya merasa kesal karena demi pergi motoran, Riko mengizinkan dia untuk mengambil kerja tambahan di restoran.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!