BAB 4 : Siksaan Kesekian

"Kinanti, sebenarnya saya kurang setuju saat guru yang lain merekomendasikan kamu untuk berada di kelas ini, karena selama saya mengajar kamu kurang aktif," kata Bu Indira setelah kelas mulai tenang.

Kinanti tak tahu harus merespon bagaimana.

"Tapi kata guru yang lain kamu cukup berprestasi di akademik jadi, semoga kamu nyaman ya, berada di kelas ini."

Kinanti hanya mengangguk pelan. Setelah mengatakan hal itu Guru yang masih wali kelasnya itu mempersilahkan siswa lain untuk memperkenalkan diri.

Dari bangkunya yang berada di pojok kelas Kinanti dapat melihat di kelasnya hanya ada sekitar tiga puluh siswa, apa ini benar-benar siswa pilihan? Entahlah Kinanti kembali mencoret-coret bukunya dengan asal.

"Kinanti aku duduk di sini ya?" Seseorang terlihat menarik kursi di sampingnya.

Kinanti sedikit merasa lega karena ternyata bukan orang yang sama dengan tadi pagi.

"Boleh," jawab Kinanti singkat, namun kali ini dirinya tak merasa gugup.

Ternyata seorang siswa yang duduk di sebelahnya adalah siswa yang tadi sempat Kinanti lihat mencoret-coret papan tulis sebelum gurunya datang.

Kinanti melihat sekilas siswa di sampingnya membuka telepon genggam untuk bermain game.

Yang awalnya Kinanti bingung harus bagaimana memulai obrolan jadi tenang, setidaknya siswa itu sibuk sendiri.

Ia sedikit melongok melihat nama di seragam siswa itu Syahril sebutnya dalam hati, kemudian Kinanti kembali dengan kegiatannya tadi.

"Anak-anak karena hari ini ada rapat dengan kepala sekolah jadi kalian dipulangkan lebih cepat."

Sontak semua penjuru kelas berteriak girang.

"Oh iya, Anak-anak ada pesan dari Pak Ridwan untuk pelajaran Fisika kalian ditugaskan membuat catatan di rumah."

Kali ini semua murid tampak tidak bersemangat, pasalnya belum pernah mengajar dikelas tapi sudah di kasih tugas.

"Catatan apa bu?" Tanya salah satu murid berkacamata.

"Tugasnya kalian membuat  catatan mengenai apa saja yang kalian ketahui tentang Fisika, pesan beliau kalian dibebaskan untuk menulis apa saja. Besok harus dikumpulkan ya anak-anak. "

Kinanti sedikit kecewa dengan hal itu bukan apa-apa, dia malas untuk pulang ke rumahnya, ralat ke rumah neneknya pasti akan ada banyak pekerjaan yang menunggunya di rumah.

"Sekian untuk hari ini. Hati-hati pulangnya ya. Selamat siang!"

Bu Indira bangkit yang kemudian keluar dari kelas tersebut.

Satu persatu temannya mulai meninggalkan kelas hanya tinggal dirinya dan beberapa orang di barisan depan saat seorang gadis mungil menghampiri Kinanti.

"Kinanti aku Nadia."

Gadis yang menurut Kinanti manis itu mengulurkan tangan.

"Kinanti," jawabnya.

"Kamu piketnya hari selasa ya, tadi udah pada milih jadwalnya masing-masing tinggal kamu yang belum."

Kinanti ingin mengajukan keberatannya atas hal yang baru saja ia dengar.

Kalau yang lain memilih sendiri lalu mengapa dirinya langsung diberikan tanggung jawab tanpa diberi pilihan? namun urung saat yang keluar dari mulutnya hanya, "Iya."

"Oke besok langsung piket ya," putus Nadia

Kinanti menghela napas, setelah semua barang bawaannya telah masuk dalam ranselnya Kinanti bergegas pulang.

Kinanti tak menghiraukan beberapa siswa yang masih di dalam kelas terutama Faisal yang dari tadi melihatnya. Tepat setelah Kinanti melewati pintu kelas seseorang memanggil namanya.

"Nan, pulang naik apa?"

Kinanti kenal dengan suara itu, dan panggilan itu, tanpa pikir panjang dirinya berbalik

"Jalan kaki Ka."

"Mau bareng aku? Kayanya rumah kita searah?"

Belum sempat Kinanti menjawab seseorang terlihat dari balik punggung Raka.

"Yuk, Ka."

Cantik. Pikir Kinanti begitu melihat sosok yang langsung menggandeng Raka. Lalu Kinanti teringat akan percakapan di kantin tadi pagi. Jadi ini pacar Raka, batinnya.

"Lo ada cewek ngapain ngajak orang pulang bareng sih!" tanpa meminta izin pemiliknya Faisal langsung menarik tangan Kinanti,

"Yuk bareng aku!"

"Maaf ya Nan, aku duluan," pamit Raka

"Duluan ya," pamit gadis cantik aka pacar Raka itu yang tak kalah ramah.

Kinanti tersenyum, dan setelah ia tersadar langsung menarik tangannya kembali.

"Rumah aku deket kok, udah biasa jalan kaki." Kinanti langsung berjalan meninggalkan Faisal.

"Beneran? Bukan karena marah?" Lagi-lagi Faisal menggoyang-goyangkan rambutnya yang terikat.

Kinanti menepis tangan Faisal, "Ngapain juga aku marah."

"Yaudah kalau gitu. Sampai ketemu besok Ki." Faisal berlari setelah menarik belakang rambut Kinanti lagi.

Kinanti dengan refleks berteriak. "Faisal!"

Kinanti bertanya-tanya ada orang seaneh Faisal, padahal mereka baru kenal, bagaimana bisa orang yang baru kenal berani mengganggu dan bahkan menarik rambutnya.

Sekarang Kinanti mengerti mengapa Sarah begitu emosi setiap kali menceritakan Faisal.

Masih merasa kesal dengan temannya tadi Kinanti bergegas pulang.

Jarak dari sekolah dan rumahnya tidak begitu jauh hanya berselang dua gang Kinanti selalu memilih untuk berjalan kaki karena selain hemat ongkos Kinanti suka berlama-lama menikmati perjalanannya agar tak cepat sampai rumah.

Bahkan Kinanti sering kali berhenti di pos gang rumahnya, untuk menunda lebih lama tiba di rumah.

Saat Kinanti memasuki gang perumahannya ia melihat Ibu-ibu yang baru kembali dari arah rumahnya dengan raut wajah yang sulit Kinanti artikan.

"Kok bisa ya?"

"Ada orang sejahat itu."

"Kenapa nggak kita laporin aja ke polisi?"

"Kasian banget,"

"Mana masih kecil lagi."

Kinanti tak harus menebak apa yang telah terjadi di rumahnya.

Dari tempatnya berdiri tersisa tiga rumah untuk sampai di rumahnya. Kinanti berlari sekuat tenaga, hanya ada satu hal dalam pikirannya. Adiknya pasti kembali dipukuli.

Benar, begitu Kinanti masuk kedalam rumahnya ia mendapati adiknya yang meringkuk dengan baju yang tampak sobek di lengannya.

"Nana!" Pekik Kinanti yang segera mendekati Nana, adiknya.

Nana langsung membuka matanya ketika mendengar suara Kinanti.

"Kak."

Nana menangis berusaha memeluk Kakaknya.

"Dasar anak nggak tahu diri, di suruh nyuci aja nggak bisa. Maunya cuma makan! Kerja dong! Enak aja, tahu diri makanya dasar anak kurang ajar!"

Suara itu, itu suara orang yang menyebabkan adiknya menjadi seperti ini. Kinanti mengeratkan pelukannya pada adiknya.

Pranggggg! suara barang yang di banting.

"Bangun! cengeng banget. Kamu masak sana! Siapin buat adek kamu makan! Nanti kalau mati aku yang disalahin."

Setelah mengatakan hal tersebut, Neneknya meninggalkan mereka yang masih tak bergeming di tengah ruangan.

Kinanti menyalahkan dirinya yang begitu lemah dan tak pernah berani melawan, padahal ia tak terima dengan apa yang telah dilakukan Neneknya itu terhadap adiknya.

Selalu berakhir sama, Kinanti hanya bisa menangis dan memeluk adiknya yang terlihat begitu ketakutan.

"Na, sekarang ganti baju ya, Kakak siapin makan buat kamu."

Kinanti menatap Nana, seolah ingin memberikan sedikit kekuatan, namun gagal saat adiknya justru menangis semakin menjadi-jadi.

"Na, yang mana yang sakit?" Kinanti menahan air matanya yang ingin keluar semakin deras.

"Ini kak."

Nana menunjukkan lengannya yang tampak merah, masih dengan sesegukan.

"Nanti Kakak obatin ya?" Bujuknya.

"Sekarang ganti baju terus makan ya."

"Aku nggak betah Kak," keluh Nana kembali menangis.

"Iya Kakak tahu. Kakak janji, kalau kita akan pergi dari sini ya?" Kinanti masih berusaha membujuk Nana.

Akhirnya Nana mengangguk lemah, dengan masih sesegukan Kinanti membantu adiknya untuk bangkit.

Sesak rasanya melihat lebam di mana-mana pada tubuh adiknya, entah sampai kapan hidup mereka akan seperti ini, Kinanti tak tahu.

Dengan tangis yang ia tahan sekuat tenaga Kinanti menuntun adiknya yang begitu lemah menuju kamar.

[]

Episodes
1 BAB 1 : Anak Inti
2 BAB 2 : Harapan
3 BAB 3 : Faisal Menyebalkan!
4 BAB 4 : Siksaan Kesekian
5 BAB 5 : Penolakan Pertama
6 BAB 6 : Telat
7 BAB 7 : Sebotol Air Mineral
8 BAB 8 : Tak Baik-Baik Saja
9 BAB 9 : Cerita Kelam Kinanti
10 BAB 10 : Rasa Bersalah
11 BAB 11 : Semangat yang Redup
12 BAB 12 : Seni Budaya
13 BAB 13 : Berita Buruk
14 BAB 14 : Hati Tak Tenang
15 BAB 15 : Sepenggal Masa Lalu
16 BAB 16 : Sulit Digapai
17 BAB 17 : Undangan
18 BAB 18 : Satu Pesan Bahagia
19 BAB 19 : Cantik
20 BAB 20 : Buaya Ciliwung
21 BAB 21 : Nggak Peka
22 BAB 22 : Kamar Mandi
23 BAB 23 : Tamu Tak Diharapkan
24 BAB 24 : Faisal dan Kekhawatirannya
25 BAB 25 : Jepit Kupu-Kupu
26 BAB 26 : Bahagia Selalu Melewatinya
27 BAB 27 : Kemarahan Kinanti
28 BAB 28 : Foto Milik Bunda
29 BAB 29 : Saudara Tak Sedarah
30 BAB 30 : Klarifikasi Faisal
31 BAB 31 : Nana Telat Pulang
32 BAB 32 : UKS
33 BAB 33 : Gosip Sekolah
34 BAB 34 : Drama Malin Kundang
35 BAB 35 : Kebahagiaan yang Terlambat
36 BAB 36 : Masa Lalu yang Tuntas
37 BAB 37 : Rumah Sakit
38 BAB 38 : Keributan di Rumah Sakit
39 BAB 39 : Cobaan Tak Ada Habisnya
40 BAB 40 : Membantu Kinanti
41 Episode 41 : Faisal yang Paling Manis
42 BAB 42 : Time Zone
43 Representatif Karakter
44 BAB 43 : Saudara Tak Sedarah
45 BAB 44 : Lab Komputer
46 BAB 45 : Game Over
47 BAB 46 : Retakan Tak Terlihat
48 BAB 47 : Keluarga
49 BAB 48 : Beli Baju
50 BAB 49 : Menjauh Hal yang Berat
51 BAB 50 : Kamar Baru
52 Haiiiii!
53 BAB 51 : Pagi yang Berbeda
54 BAB 52 : Ulang Tahun Sekolah
55 BAB 53 : Bongkar Identitas
56 BAB 54 : Hujan di Luar
57 BAB 55 : Bazar Sekolah
58 Mohon maaf
59 BAB 56 : Stand Bazar
60 BAB 57 : Pesan Bertubi-tubi
61 BAB 58 : Identitas Kinanti
62 BAB 59 : Prome Night
63 BAB 60 : Ayunan Taman
64 BAB 61 : Koridor Sekolah
65 BAB 62 : Surprise!
66 BAB 63 : Pertemanan yang Terjalin
67 BAB 64 : Keliling Kota
68 BAB 65 : Kepergian Faisal Akhirnya Tiba
Episodes

Updated 68 Episodes

1
BAB 1 : Anak Inti
2
BAB 2 : Harapan
3
BAB 3 : Faisal Menyebalkan!
4
BAB 4 : Siksaan Kesekian
5
BAB 5 : Penolakan Pertama
6
BAB 6 : Telat
7
BAB 7 : Sebotol Air Mineral
8
BAB 8 : Tak Baik-Baik Saja
9
BAB 9 : Cerita Kelam Kinanti
10
BAB 10 : Rasa Bersalah
11
BAB 11 : Semangat yang Redup
12
BAB 12 : Seni Budaya
13
BAB 13 : Berita Buruk
14
BAB 14 : Hati Tak Tenang
15
BAB 15 : Sepenggal Masa Lalu
16
BAB 16 : Sulit Digapai
17
BAB 17 : Undangan
18
BAB 18 : Satu Pesan Bahagia
19
BAB 19 : Cantik
20
BAB 20 : Buaya Ciliwung
21
BAB 21 : Nggak Peka
22
BAB 22 : Kamar Mandi
23
BAB 23 : Tamu Tak Diharapkan
24
BAB 24 : Faisal dan Kekhawatirannya
25
BAB 25 : Jepit Kupu-Kupu
26
BAB 26 : Bahagia Selalu Melewatinya
27
BAB 27 : Kemarahan Kinanti
28
BAB 28 : Foto Milik Bunda
29
BAB 29 : Saudara Tak Sedarah
30
BAB 30 : Klarifikasi Faisal
31
BAB 31 : Nana Telat Pulang
32
BAB 32 : UKS
33
BAB 33 : Gosip Sekolah
34
BAB 34 : Drama Malin Kundang
35
BAB 35 : Kebahagiaan yang Terlambat
36
BAB 36 : Masa Lalu yang Tuntas
37
BAB 37 : Rumah Sakit
38
BAB 38 : Keributan di Rumah Sakit
39
BAB 39 : Cobaan Tak Ada Habisnya
40
BAB 40 : Membantu Kinanti
41
Episode 41 : Faisal yang Paling Manis
42
BAB 42 : Time Zone
43
Representatif Karakter
44
BAB 43 : Saudara Tak Sedarah
45
BAB 44 : Lab Komputer
46
BAB 45 : Game Over
47
BAB 46 : Retakan Tak Terlihat
48
BAB 47 : Keluarga
49
BAB 48 : Beli Baju
50
BAB 49 : Menjauh Hal yang Berat
51
BAB 50 : Kamar Baru
52
Haiiiii!
53
BAB 51 : Pagi yang Berbeda
54
BAB 52 : Ulang Tahun Sekolah
55
BAB 53 : Bongkar Identitas
56
BAB 54 : Hujan di Luar
57
BAB 55 : Bazar Sekolah
58
Mohon maaf
59
BAB 56 : Stand Bazar
60
BAB 57 : Pesan Bertubi-tubi
61
BAB 58 : Identitas Kinanti
62
BAB 59 : Prome Night
63
BAB 60 : Ayunan Taman
64
BAB 61 : Koridor Sekolah
65
BAB 62 : Surprise!
66
BAB 63 : Pertemanan yang Terjalin
67
BAB 64 : Keliling Kota
68
BAB 65 : Kepergian Faisal Akhirnya Tiba

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!