Hal seperti itu sering terjadi di rumahnya. Entah apa yang membuat neneknya sebegitu kejam terhadap mereka.
Dulu ketika Kinanti dan adiknya baru datang neneknya terlihat sangat baik dan menerima kedatangan mereka dengan sangat baik pula.
Hal itu yang kemudian menjadi pertimbangan Kinanti saat akhirnya memutuskan tinggal dengan neneknya karena ayahnya harus kembali ke luar kota untuk mengurus pekerjaan.
"Kinanti sama Nana tinggal di sini aja ya? Nemenin Nenek," bujuk Neneknya waktu itu.
"Iya Ki, kamu tinggal sama Nenek aja, kalau Tante, sama Om harus dinas di luar kota Nenek sendirian."
Itu kata-kata Tantenya waktu itu yang ikut membujuk.
"Iya Kinanti mau," jawab Kinanti waktu itu tanpa pikir panjang.
Apalagi waktu itu Kinanti tinggal bersama ayahnya, dan juga Ibu tirinya yang sangat kejam. Makanya ia memilih untuk tinggal bersama Nenek.
Di matanya semua tampak baik-baik saja, keluarga Ayahnya seperti keluarga harmonis yang dia harapkan, berbanding terbalik dengan keluarga Ibu kandungnya, yang selalu penuh masalah.
Ayahnya saat itu tak banyak menanggapi hanya bertanya sekali sebelum beliau pergi.
"Ki, kamu beneran mau ikut Nenek?"
Kinanti diam beberapa saat, "Iya, Yah."
"Yaudah kalau gitu, besok ayah sama Mama mau berangkat ke Bandung ya, ada masalah di tempat kerja Ayah soalnya."
Ayahnya sore itu terlihat menghela napas beberapa kali, mungkin memang beliau memiliki masalah serius waktu itu.
Kinanti tak memiliki pilihan lain, karena sehari sebelumnya Ibu tiri Kinanti menceritakan keadaan keuangan keluarganya sedang tidak baik.
Rental mobil yang dirintis Ayahnya ternyata gulung tikar. Temannya yang telah dipercaya untuk mengelola usaha ayahnya itu malah dalang dari hilangnya banyak mobil yang biasa di sewakan belum lagi uang di brankas yang dibawa kabur.
Kabar ini di sampaikan oleh salah satu karyawan Ayahnya di Bandung.
Kinanti kira keputusannya itu adalah keputusan yang tepat, setidaknya dia sedikit mengurangi beban ayahnya apabila dia memilih tinggal dengan neneknya.
Dia juga berniat untuk membantu neneknya berjuaalan, juga agar neneknya tidak sendirian di umur yang sudah tua.
Tak ada masalah selama sebulan bersama neneknya, Nana juga terlihat sangat senang, karena neneknya menyayanginya, juga Kinanti.
Nenek mengajari banyak hal seperti memasak, mencuci, membersihkan rumah, bahkan bagaimana cara berjualan, sayangnya setelah semua orang pergi, Tante dan Omnya nenek Kinanti menjadi orang yang sangat berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat.
Sehari-hari mereka hanya bekerja mengerjakan semua pekerjaan rumah, di tambah urusan toko dan urusan dagang neneknya.
Mereka di perlakukan seakan-akan orang yang bekerja di rumah itu. Nenek juga tak segan-segan menghukum apabila ada pekerjaan yang tidak beres.
Butuh waktu hampir setengah tahun hingga akhirnya Kinanti dapat semahir sekarang untuk mengerjakan berbagai pekerjaan yang neneknya berikan.
Tentu saja tidak mudah baginya, hampir setiap hari harus berkutat di dapur menyiapkan berbagai masakan yang akan di jual oleh, cacian dan makian tak pernah alpa setiap kali Kinanti bekerja dengan tidak cekatan.
Kinanti rasanya ingin lari dari rumah itu, namun dia tak tahu harus kemana bahkan Ibunya saja tak pernah terlihat mencarinya setelah empat tahun lebih tak ada kabar.
"Kak, aku udah laper."
Lamunan Kinanti terhenti saat Nana kembali dengan baju yang telah diganti, kaos pendek dan celana pendek.
"Sabar ya, sebentar lagi udah mateng kok."
Kinanti membalik telor yang sedang dirinya goreng.
Nana meraih kecap manis yang berada di ujung meja dapur, "Aku mau kecap juga ya Kak."
"Boleh, kamu tadi kenapa? Kok sampai dimarahin gitu sama Nenek?"
"Aku tadi disuruh belanja, Ikan sepuluh ribu, minyak 5 kg, tapi malah kebalik, soalnya aku lupa," cerita Nana sambil menjilati kecap yang sedikit tumpah di tangannya.
Kinanti tak bisa menahan tawanya, "Yaampun kok bisa sih. Lain kali di catet aja biar kamu nggak lupa ya."
Kinanti meletakkan sepiring nasi dengan telor yang tadi di gorengnya ke hadapan Nana.
"Ni makan yang banyak, biar pinter," ujar Kinanti mengacak pelan rambut adiknya.
"Kata Bu guru, kalau biar pinter harus makan empat sehat lima sempurna Kak, ini cuma makan telor ceplok," keluh Nana membuat Kinanti tertawa.
"Telor juga masuk kok di daftar makanan empat sehat lima sempurna."
Nana terlihat ingin menjawab sebelum akhirnya terdengar nama Kakaknya di panggil,
"Kinanti! Sini cepetan!"
"Makan yang banyak ya, habis itu cuci piring, Kakak ke depan dulu dipanggil Nenek."
Kinanti berlari secepat kilat untuk turun kebawah. Rumah mereka berada di tengah-tengah pasar. Ruko dua tingkat yang bagian atasnya dialih fungsikan sebagai tempat tinggal, dan di bawah menjadi toko untuk berjualan, saat ini Tantenyalah yang menyewa toko tersebut.
Digunakan untuk menjual, pernak-pernik dan kebutuhan jahit menjahit, tapi tentunya tak selengkap toko konveksi lainnya karena modal yang tak memadai.
Kinanti dan Nana yang bergantian menjaga toko itu, namun karena tak begitu lengkap beberapa orang malas membeli dan memilih toko konveksi lain, meski begitu Kinanti sedikit bersyukur karena fakta itu membuat dirinya dapat beristirahat.
Namun tak cukup sampai situ Nenek juga membeli gerobak tanpa roda yang di posisikan di depan rukonya untuk menambah penghasilan dengan berjualan Nasi.
Hal ini yang membuat Kinanti tak bisa beristirahat. Karena berjualan Nasi persiapannya sangat banyak, termasuk lauk-pauknya. Posisinya yang berada di pasar membuat jualan neneknya itu cukup ramai dari waktu sarapan, makan siang, hingga malam ada yang berdatangan.
"Tolong belanja ya buat besok. Bumbu buat masak juga udah habis semua."
Neneknya mengulurkan catatan belanjaan yang panjangnya menurut Kinanti lebih dari catatannya hari ini.
"Oh iya Nek, berasnya juga habis."
"Perasaan baru seminggu beli beras!" Neneknya mulai menaikkan nada dalam bicaranya, walaupun tetap menarik laci dan mengambil uang lima puluh ribuan.
"Nih! Beli dua liter dulu."
Kinanti menerima dan bergegas pergi sebelum neneknya meledak.
Sebenarnya adakalanya nenek Kinanti akan baik, seperti saat semua pekerjaan beres tanpa kesalahan apapun, namun seringkali emosinya tiba-tiba datang.
Kinanti kadang masih terkejut dengan nada tinggi neneknya setiap kali marah.
Kinanti melewati tiap lorong pasar untuk menemukan belanjaan apa saja yang neneknya catat, sesekali dia harus menyipitkan mata karena tulisan neneknya yang tak bisa terbaca oleh matanya.
Saat sedang fokus, tiba-tiba ada seseorang yang meniup telinganya.
"Serius banget."
"Astagfirullah!"
Refleks Kinanti mengibas-ngibaskan telinganya.
"Hai," sapa seseorang yang berhasil mengejutkannya tersenyum lebar.
"Raka, aku kira apaan tadi," ujar Kinanti masih mengusap-usap telinganya sendiri.
"Maaf, lagian kamu ngapain di tengah jalan gini nanti ditabrak orang lho."
Raka menunjuk orang-orang yang berlalu lalang di tempat mereka berdiri.
"Agak minggir sini," tutur Raka menarik tangan Kinanti untuk sedikit melipir dari keramaian.
"Ini lho aku disuruh belanja sama Nenek aku, tapi catatannya nggak jelas gini," keluh Kinanti menunjukkan selembar kertas di tangannya.
Raka ikut menekuri tulisan di tangan Kinanti, "Coba, sini."
Kinanti sedikit terkejut saat Raka, meraih tangannya agar lebih dekat.
"Oh ini cabe kering," kata Raka dengan serius menatap barisan kalimat yang naik turun.
Kinanti masih melamun memerhatikan Raka yang tepat di depan wajahnya.
"Kalau ini, ikan teri, ikan tongkol, ikan munjair."
"Iya ikan," Celetuk Kinanti.
"Ha?" Raka mengangkat wajahnya.
"Eh enggak. Oh ikan, iya ikan. Oke aku beli ikan. Makasih ya," tutur Kinanti salah tingkah.
"Kenapa jadi linglung gitu sih kamu."
Raka sedikit tertawa melihat tingkah Kinanti.
"Yuk bareng! Aku juga di suruh Tanteku beli ikan," Raka menarik lengan Kinanti.
Tentunya Kinanti senang, dia tahu apa yang sedang dia rasakan sekarang. Namun, sepertinya rasa senangnya ini adalah hal yang tak bisa di biarkan, mau gimanapun juga Raka kan punya pacar.
Akhirnya setelah berpikir sejenak Kinanti menarik tangannya.
"Raka. Kayanya aku mau belanja yang lain dulu deh. Makasih ya udah di bantuin baca catatan amburadul ini."
Kinanti tersenyum dan melambaikan tangan lalu berlalu, menyisakan Raka yang diam-diam masih terkejut.
Apakah itu penolakan Kinanti terhadapnya? Raka hanya diam menatap Kinanti yang berjalan cepat hingga hilang di tengah-tengah kerumunan pasar.
[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mukmini Salasiyanti
Lepaskan dulu pacarmu itu, Raka kl. mo deketin Kinanti..
ntar jd boomerang buat loe... 🤕
2023-10-05
1