BRAK!
Lelaki tersebut membuka pintu menggunakan sebelah kakinya. Pandangannya dingin serta wajahnya yang datar ditambah ruangan tersebut sunyi dan temaram. Hanya ada pencahayaan dari lampu bohlam gantung membuat aura sekitar semakin diselimuti dengan kesunyian dan mencekam.
Tubuhnya yang tinggi berdiri di ambang pintu. Berjalan memasuki ruangan tersebut dengan langkah angkuhnya. Di dalam ruangan tersebut sudah ada keempat tawanan yang mereka kumpulkan dan diikat secara terpisah.
Mulut mereka dibekap pakai lakban hitam, tangan dan kaki mereka diikat dengan tali serta salah satu dari mereka ada yang diikat dengan cara kedua tangannya diikat secara terpisah dan kedua kakinya diborgol seperti membentuk 'Y'.
Byur!
Lelaki tersebut sengaja menyiram salah satu dari mereka berempat. Guna menyadarkan laki-laki tersebut. "Bangun lo." ujarnya dengan suara dinginnya.
Lelaki yang berpakaian serba hitam tersebut tersentak dan merasa perih karena luka di wajahnya yang terkena denga air yang baru saja lelaki tersebut siramkan.
"Siapa lo? Lepasin gue sekarang!" ujar lelaki yang diikat tersebut.
Lelaki tersebut lantas tersenyum miring. "Jangan harap lo bisa gue lepasin gitu aja." ujarnya dengan datar.
"Siapa lo sebenernya? Gue gak ada urusan sama lo!" desis Dino.
Lelaki tersebut lantas mengeringai. "Tapi gue yang punya urusan sama kalian. Terutama Boss lo---Raskal." ujarnya dengan deep voice.
"Lepasin gue, bangsat!" pekik Dino dengan nafas yang memburu sembari menatap nyalang kepada laki-laki di hadapannya saat ini.
BUGH!
Lelaki tersebut memukul rahang Dino yang baru saja memberontak meminta dilepaskan olehnya. Tak semudah itu lolos darinya. Karena dia tak akan pernah melepaskan mereka semua yang telah dengan beraninya mengusik gadis kesayangannya.
Pukulan yang dilayangkan olehnya benar-benar membuat Dino yang tengah diikat memuntahkan darah dan terbatuk. Tubuhnya pun terhuyung kalau saja tidak diikat kedua tangannya dengan tali dengan kuat. Lelaki bertubuh tegap tersebut lantas mengikis jarak di antara mereka. Menatap tajam pada lelaki berpakaian serba hitam tersebut.
"Itu baru peringatan kecil buat lo. Karena lo sudah melanggar apa yang seharusnya enggak lo sentuh." desisnya dengan tajam.
●●●
Seorang remaja lelaki berjalan dengan langkah angkuhnya. Sorot matanya datar, tajam serta penuh intimidasi membuat siapa saja takluk melihatnya. Tubuhnya yang tinggi serta badan yang kekar menambah kesan seram pada remaja berusia 18 tahun tersebut.
Marvel berjalan dengan langkah angkuhnya menuju ruangan markas mereka. Ia membuka pintu markas tersebut, sudah ada tiga orang cowok tampan yang tengah menunggunya di ruangan tersebut. Ia masuk dengan duduk di kursi kebesarannya.
Sementara tiga cowok tampan seusianya duduk di sofa berhadapan dengannya.
Salah satu di antara ketiga remaja tampan tersebut menunjukkan berkas yang ia minta semalam. "Vel. Ini yang lo mau kan?" ujarnya.
Marvel melirik sekilas lantas meraih berkas tersebut. Ia melihat ada empat berkas sekaligus dengan nama-nama yang berbeda. Ia menaikkan sebelah alisnya lantas menatap datar pada ketiganya.
"Kita gak bisa pisah sama lo, Vel. Jadi, kita ikutan. Oke," seru Juna dengan cengiran kuda.
Marvel hanya mendengus.
Pasalnya berkas tersebut adalah berkas perpindahan dirinya ke Antariksa High School. Sebenarnya ia meminta satu untuknya. Tetapi, ketiga sahabatnya tidak mungkin jika tidak ikut karena mereka berempat bukan hanya sekedar pindah sekolah tetapi juga untuk misi penting.
"Gimana soal Raskal? Apa kalian udah tau siapa dia sebenarnya?" ujar Marvel to the point.
"Raskal bukan orang yang kita cari selama ini, Vel. Tapi dia yang udah nyuruh anak buahnya untuk menyerang putri Hilson. Karena Raskal ingin menjadikan Carlista sebagai pacarnya," ujar Galang. "Bagaimanapun caranya."
Sambungan kalimat yang baru saja keluar dari mulut Galang itu, membuat kedua tangan Marvel mengepal sempurna. Sorot matanya menajam dengan gigi yang bergemelatuk. Ia sungguh tidak rela jika ada satu orangpun yang berniat menyentuh gadis kesayangannya.
"Tapi kita harus pantau dia, Vel. Dia sedikit mencurigakan. Profil dia hanya orang biasa. Tapi---dia cukup berbahaya." ujar Atharel terdengar serius.
"Kita harus ke AHS hari ini juga." ujar Marvel datar namun sarat akan perintah.
Ketiga sahabatnya hanya saling pandang lantas bergegas mengikuti langkah lebar Marvel untuk keluar ruangan markas.
●●●
Pagi ini Carlista benar-benar mendapat hukuman. Harus hormat ke tiang bendera. Dengan sebelah tangan yang ia tekuk dan hormat ke tiang bendera. Ia sudah terbiasa mendapat hukuman apapun. Hanya untuk hormat ke tiang bendera, ia sudah biasa melakukannya.
Terhitung dari ia masuk AHS hingga ia berada di kelas XII, ia selalu saja mendapat hukuman. Entahlah, dirinya amat kebal dengan hukuman apapun. Mau dia dihukum gantung sekalipun, ia tak takut.
Negara hukum, coy. Ya kali main gantung anak orang.
Carlista yang tengah serius menjalani hukumannya kali ini harus teralihkan oleh satu bola basket yang melayang terkena kepalanya. Hingga membuat konsentrasi hukumannya buyar.
"Awwhsstt... bangsat! Siapa yang lempar pala gue pake bola basket?!" decak Carlista dengan sinisnya.
"Gue!" ujar Metta dengan tidak tahu diri.
Carlista memutar bola matanya malas. "Ck, lo ganggu konsentrasi gue tau!" ujarnya malas.
Metta berjalan ke arah Carlista dan menoyor kepalanya cukup keras. "Lebay lo. Cuma dihukum doang pake konsentrasi segala." cibirnya.
"Ngapain sih lo ke sini? Gue lagi dihukum." ujar Carlista datar.
"Ngajakin lo main basket." ujar Metta sembari mengembalkan bola oranye tersebut.
Carlista berdecih. "Gue lagi dihukum, Metta. Gak mungkin gue maen basket sambil hormat ke tiang bendera," ujarnya dengan malas.
"Ck, katanya larangan adalah perintah," ujar seorang gadis dengan suara cukup cempreng mengalihkan atensi keduanya. "Masa iya cuma ngelanggar satu larangan lo gak bisa," sambungnya.
"Kalian berdua ngapain ikut-ikutan ke sini? Kan gue yang kena hukuman. Bukan kalian," ujar Carlista dengan datar sembari memandangi kedua sahabatnya.
Jenna dan Melody sama-sama menampakkan cengirannya. "Kita berdua mau ikutan main basket sama Metta," ujar Melody dengan santainya.
"Emangnya lo bisa main basket?" tanya Carlista memicingkan matanya kepada Melody.
Melody menggeleng dengan menampakkan cengiran andalannya. "Hehe. Enggak,"
Ketiganya hanya memutar bola matanya malas. "Hah, kamvret!" ujar Metta dengan jengah.
Carlista merebut bola basket yang ada di tangan Metta lantas dengan gerakan gesit dirinya mendribble bola tersebut dan memasukkannya ke ring.
"Main bakset skuy!" ujar Carlista sembari menddrible bola oranye tersebut.
Jenna dan Melody saling pandang sementara Metta hanya tersenyum miring.
Keempat wanita cantik tersebut kini tengah berada di lapangan basket. Mereka bermain basket two on two. Carlista bersama Jenna dan Metta bersama Melody. Dengan Carlista dan Metta yang sama-sama menjadi kapten tim mereka.
Metta dan Carlista sama-sama melangkah maju dan sama-sama memandang datar pada lawannya saat ini.
"Siap untuk kalah, Carl," ujar Metta dengan remeh.
Carlista terkekeh. "Lo juga pasti kalah, Met," ujarnya dengan remeh.
"So, let's play together." ujar Metta sembari melambungkan bola oranye tersebut dan langsung ditangkap mulus oleh Carlista.
Carlista terus mendribble bola tersebut hingga untuk pertamakalinya ia yang memperoleh dua poin sebagai pembuka. Metta yang melihat betapa gesitnya permainan Carlista hanya tersenyum smirk. Carlista terus mendribble bola oranye tersebut menuju ring, saat ia hendak melompat dan memasukkan bola tersebut ke ring tiba-tiba...
"Panggilan kepada Carlista Daniella Hilson, kelas XII IPA 2. Harap ke ruang guru sekarang."
****!
●●●
Keempat mobil mewah saat ini sukses mencuri perhatian seluruh murid Antariksa High School. Keempat mobil tersebut terparkir tepat di area AHS. Saat keempat pintu mobil tersebut terbuka, nampaklah empat orang pria tampan berseragam SMA putih abu.
Keempatnya berjalan melewati lapangan utama AHS dengan langkah angkuh dan pandangan datarnya. Sementara kedatangan keempat cowok dengan ketampanan yang nyaris tanpa celah sukses mengundang atensi seluruh murid AHS pada pagi ini.
Suara decakan dan pekikan heboh terdengar seperti para supporter saat pertandingan bola. Terutama dari kaum ciwi-ciwi yang genitnya sudah mendarah daging.
"Aaaaahh! Mereka siapa woy?! Sumpah mereka ganteng banget!"
"Oh my God! Demi apa. Mereka kayak pangeran!"
"Yang pake hoodie merah jangan sampe lolos! Manisnya kebangetan!"
"Anjiirr! Baru kali ini gue ngeliat serbuk berlian berwujud manusia!"
Sementara keempat pria tampan tersebut hanya terdiam tanpa ekspresi dan menatap datar ke depan. Ya, keempat pria tampan tersebut adalah Marvel James Ferioz beserta ketiga sahabatnya. Oh iya, yang pakai hoodie merah tersebut adalah Juna.
Marvel James Ferioz. Paling tampan di antara yang lain. Kumpulan serbuk berlian. Sama-sama keturunan Mafia. Paling dingin. Tapi perhatian, sama gadis yang ia sayang. Pintar, pake banget.
Juna Leonard. Cowok tampan dengan warna rambut sedikit ia highlight coklat. Ganteng. Pintar. Apalagi dalam memikat hati wanita, Juna lah juaranya. Pemilik senyum termanis dan humoris. Absurd juga yang pasti.
Atharel Dewata. Ganteng dengan wajah yang sedikit sangar. Dingin? Gak juga. Ganteng? Oh, jelas. Pintarnya sebelas dua belas sama Marvel. Tapi, tingkahnya sebelas dua belas sama Juna---cukup absurd.
Galang Samudra. Ganteng. Dingin. Datar. Sebelas dua belas sama Marvel. Tapi, lebih dingin Marvel, sih, ketimbang Galang. Jarang senyum. Irit kata-kata. Tapi, sekalinya senyum, bikin melting kaum wanita.
Berbeda dengan mereka berempat yang sukses mencuri perhatian seluruh murid AHS, Carlista justru menyita perhatian guru-guru AHS yang ada di ruangan tersebut. Bagaimana tidak mencuri perhatian jika warna rambut Carlista saja warnanya terbagi menjadi dua. Seperti dua kubu yang terbelah.
Ya, rambut hitam dan ash grey milik Carlista sukses membuat seluruh guru AHS geleng-geleng kepala. Ini bukan pertama kalinya ia mewarnai rambutnya seperti itu. Ia juga pernah mewarnai rambutnya lebih dari satu warna.
Carlista berjalan santai memasuki ruangan tersebut dengan langkah angkuh dan sorot mata dinginnya. Berdiri tepat di depan meja Miss Tisa---guru bahasa Inggris sekaligus guru terkiller di AHS. "Miss Tis, panggil saya?" ujarnya dengan datar.
"Duduk." titah Miss Tisa dengan penuh penekanan.
Carlista duduk di kursi yang berhadapan tepat di depan meja Miss Tisa. "Kenapa, Miss panggil saya?" ujarnya dengan sorot mata datarnya.
Miss Tisa menyodorkan sebuah amplop coklat yang berisikan surat teguran dari pihak yayasan AHS untuk dirinya. "Silahkan kamu tanda tangani surat itu. Setelah itu, kamu bisa melakukan apapun yang kamu mau." ujarnya dengan tegas dan tajam.
Carlista meraih surat teguran tersebut. Belum ia membuka dan membaca apa isi suratnya, ia justru dengan sengaja merobek amplop coklat tersebut dan membuangnya ke sembarang arah. Hal itu justru membuat Miss Tisa semakin geram terhadap tingkah Carlista.
"Selesai kan. Gak ada yang perlu ditanda tangani lagi. Saya permisi, Miss Tis," ujar Carlista dengan datar. Bangkit dari kursi lantas pergi meninggalkan meja Miss Tisa.
"Berhenti, Carlista!" bentak Miss Tisa membuat satu ruangan guru terdiam dan memandang ke satu arah.
Carlista tersenyum miring lantas membalikkan poros tubuhnya. Menatap datar pada Miss Tisa dengan kedua tangan yang ia lipat ke depan dada. "Why?" datarnya.
"Miss memberikan kamu sebuah surat untuk kamu tanda tangani! Bukan untuk merobek surat itu!" ujar Miss Tisa dengan tegas.
"Larangan adalah perintah. Dan perintah ada hanya untuk dibantah." ujar Carlista dengan bangganya. "Bukan begitu, Miss Tisa?" sambungnya dengan seringaian tipis.
Kedua tangan Miss Tisa mengepal sempurna. Kedua matanya menajam dan gigi yang bergemelatuk. "CARLISTA!!"
Carlista hanya mengedikkan bahunya acuh lantas memutar poros tubuhnya. Berjalan dengan pandangan angkuhnya lurus ke depan. Hingga mata datarnya tak sengaja bertemu pandang pada si pemiliki mata dingin dan tajam milik Marvel.
Tepat di hadapan Carlista saat ini, berdiri empat cowok berseragam SMA tengah menatap datar pada Carlista.
"Minggir, gue mau lewat." ujar Carlista dengan datar.
Keempat remaja tampan tersebut tak bergemimg sedikitpun membuat Carlista mendengus. "Minggir, woy! Gue mau lewat!" sarkasnya.
Marvel memberikan sedikit celah kepada Carlista umtuk ia lewati. Tepat saat Carlista berjalan bersisian, Marvel menahan pergelangan tangan Carlista membuat dirinya tersentak kaget.
"Jika menurut lo larangan adalah perintah. Maka gue yang ngelarang lo untuk jatuh cinta sama gue," bisik Marvel tepat di telinga Carlista.
Carlista menatap tajam pada sosok lelaki tampan yang ada dihadapannya saat ini. "Lepasin tangan gue. Gue gak berbicara sama orang asing kayak lo," desisnya.
Marvel tersenyum miring. "See you again, Baby." ujarnya seperti berbisik sembari melepaskan genggaman tangannya.
●●●
Marvel, Galang, Atharel serta Juna. Keempat pria tampan tersebut tengah duduk berhadapan dengan Bu Fanny---ketua yayasan Antariksa High School. Karena mulai besok dan seterusnya, mereka berempat akan resmi menyandang status sebagai murid Antariksa High School.
"Selamat datang di Antariksa High School untuk kalian berempat," ucap Bu Fanny dengan senang hati.
Marvel mengangguk. "Hm. Terimakasih," ucapnya singkat.
Bu Fanny tersenyum kikuk. "Ada yang ingin ditanyakan perihal sekolah Antariksa High School ini?" ujarnya.
"Saya punya satu permintaan." ujar Marvel dengan datar.
"Apa itu?"
Marvel menyerahkan sebuah map coklat tepat di meja kaca tersebut. Bu Fanny lantas meraih map coklat tersebut dan membukanya. Ia sedikit tidak percaya dengan apa yang Marvel inginkan saat ini.
"Bagaimana?" tanya Marvel datar. "Kau bisa memenuhinya?" lanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Taki
Ngga nyangka! Keren abis!
2023-10-07
0