Shelin termangu selama beberapa saat. Ditatapnya langit malam yang cerah dan dihiasi dengan bintang-bintang. Suasana tampak indah, berbanding terbalik dengan keadaannya saat ini.
Sebuah tekad pun muncul dengan sangat kuat di benak Shelin. Tekad untuk mengakhiri semua kenistaan ini dengan cara yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Tak peduli jika dia akan berakhir di lembah neraka, semua harus berakhir sekarang. Sudah tak ada jalan untuk kembali menjadi Shelin yang bertubuh suci, jadi untuk apa tetap hidup.
Shelin pun kembali melihat ke arah bawah, lalu memejamkan matanya. Perlahan gadis itu mulai menjinjitkan kakinya untuk membuat tubuhnya terjungkal ke bawah. Tapi saat dia merasa akan segera terjatuh, sepasang tangan kuat nan kokoh menangkap bahunya dan menyentak ke belakang, membuat dirinya gagal terjun ke bawah.
"Apa yang kamu lakukan? Mau bunuh diri, ya?!" Suara seorang lelaki terdengar menyentak di telinga Shelin.
Shelin yang hampir terhuyung ke belakang berusaha untuk tetap berdiri. Dia mengangkat wajahnya dan mendapati sesosok lelaki dewasa sedang memegang kedua bahunya dan menatapnya dengan ekspresi panik sekaligus marah.
"Si-siapa Anda?" Shelin balik bertanya sambil mundur selangkah.
Lelaki itu tak menjawab pertanyaan Shelin. Dia tampak memindai tubuh Shelin dari atas sampai bawah dan membeliak tak percaya. Jika dilihat sekilas, saat ini Shelin sungguh persis seperti orang yang baru saja dirudapaksa.
"Kamu ... apa kamu baru saja mengalami pelecehan?" tanya lelaki itu pada Shelin.
Pelecehan? Shelin tercenung dengan ekspresi yang begitu menyedihkan. Tentu yang dia alami lebih dari sekedar pelecehan. Entah kata apa yang tepat untuk mendeskripsikan perbuatan Wibowo dan teman-temannya tadi terhadap Shelin, gadis muda yang bahkan kondisi kesehatannya sedang sangat buruk, tapi tetap dilibas juga.
"Apa peduli Anda?" Shelin menepis tangan lelaki itu dan kembali hendak melompat ke bawah.
"Hei, hei, jangan! Bunuh diri tidak akan menyelesaikan masalah!" Lelaki yang menggagalkan aksi Shelin tadi kembali menahan tubuh Shelin.
"Lepas!" Shelin menarik tangannya yang dicekal, tapi lelaki itu justru malah semakin menguatkan cekalan tersebut.
"Biarkan aku melompat ke bawah! Jangan halangi aku. Aku hidup juga tidak ada gunanya lagi. Lepaskan tanganku!" teriak Shelin histeris.
"Jangan berteriak seperti itu, Nona! Nanti orang mengira aku yang mau melecehkanmu." Lelaki itu menyahut.
Shelin kembali berusaha melepaskan diri, tapi tenaga lelaki itu terlalu kuat untuk dia lawan. Belum lagi, saat ini badannya juga sudah sangat lemas.
"Le ... pas ...!" Shelin masih berusaha memberontak dengan sisa tenaga yang masih ada. Tapi kemudian kepalanya pusing bukan main dan pandangannya jadi berkunang-kunang. Dia pun limbung.
"Hei, hei, Nona?" Lelaki yang menggagalkan aksi terjun bebas Shelin tampak terkejut. Tanpa sadar dia memeluk tubuh Shelin agar gadis itu tak terjerembab.
Erick, itulah nama lelaki yang kini tengah kebingungan sembari menepuk-nepuk pipi Shelin saat ini. Dia pemilik sebuah restoran yang terletak tak jauh dari jembatan layang tempat Shelin hendak mengakhiri hidup. Sungguh tak disangka, keisengannya berjalan santai sambil mencari udara segar malah membawanya melihat aksi nekat seorang gadis muda. Untung saja, dia tak terlambat menghentikan hal itu.
"Astaga, badannya dingin sekali," gumam Erick saat merasakan suhu tubuh Shelin. Segera didudukannys tubuh Shelin sembari disandarkan di pagar pembatas jembatan layang. Setelah itu, Erick pun melepaskan matel yang sedang dia kenakan, lalu dipakaikannya mantel tersebut pada Shelin.
Erick akhirnya menghentikan sebuah taksi dan membawa Shelin ke rumah sakit terdekat. Di sana Shelin mendapatkan pertolongan medis.
"Saya tidak kenal dengan gadis ini, Dok. Saya bertemu dengannya di jalan dan melihat dia sudah dalam kondisi yang buruk. Setelah itu, dia pingsan," ujar Erick menjelaskan. Tatapan dokter jaga dan perawat pada Erick saat memeriksa Shelin sangatlah tajam, seolah Erick adalah orang yang bertanggung jawab pada kondisi Shelin saat ini.
"Jadi Anda tidak mengenal gadis ini?" tanya Dokter itu.
Erick menggeleng.
"Keluarganya juga tidak kenal?" tanya dokter itu lagi.
"Tentu saja tidak. Sudah saya bilang, saya bertemu dengan dia di jalan tadi," sahut Erick lagi.
Dokter itu menghela.
"Kenapa, Dok?" tanya Erick.
"Anda mesti melapor ke pihak yang berwajib, Pak. Gadis ini sepertinya korban rudapaksa," ujar dokter itu lagi
Erick tertegun. Saat pertama kali melihat Shelin juga dia sudah menduga kalau gadis itu korban pelecehan.
"Untuk saat ini, kami akan menunggu pasien siuman dulu. Baru setelah itu, kami akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut." Dokter itu kembali menambahkan.
Erick mengangguk paham. Sekilas diliriknya Shelin yang tengah terbaring di atas brankar rumah sakit. Dia merasa prihatin karena gadis itu terlihat masih sangat muda.
"Saya permisi sebentar." Erick akhirnya menyingkir sejenak dari ruang gawat darurat, lalu menghubungi seseorang. Kebetulan dia mengenal beberapa anggota polisi, jadi mungkin lebih baik berkonsultasi terlebih dahulu dengan salah satu dari mereka, sebelum membuat laporan di kantor polisi.
Tak lama kemudian, anggota polisi yang dihubungi Erick datang. Tentu saja dengan mengenakan pakaian biasa karena dia sedang tidak berdinas. Erick langsung menceritakan kronologi dia membawa Shelin ke rumah sakit.
"Kita mesti tunggu gadis itu siuman dulu, lalu minta keterangan darinya. Kasus rudapaksa itu agak sulit diperkarakan kalau tidak ada saksi dan bukti yang kuat," ujar polisi itu.
Erick mengangguk paham.
"Tapi kalau dilihat dari pakaian yang dia kenakan, sepertinya gadis ini memang gadis penghibur. Iya, kan?" Polisi itu kembali menambahkan.
"Perempuan yang memakai pakaian terbuka belum tentu perempuan penghibur. Tapi meskipun dia memang perempuan penghibur, bukankah dia berhak menuntut kalau dilecehkan?" Erick bertanya.
"Tentu saja. Tapi akan semakin sulit untuk dibuktikan kalau itu pelecehan."
"Benar juga." Erick menghela. Entah kenapa dia jadi merasa kasihan pada gadis yang ditolongnya itu. Dia jadi teringat pada raut wajah putus asa yang Shelin tunjukan saat meronta melepaskan diri cekalan tangannya. Shelin bersikeras hendak terjun seakan mengakhiri hidup adalah jalan terbaik yang bisa ditempuh.
Sebenarnya, hal mengerikan apa yang telah dialami oleh gadis itu? Erick bertanya-tanya sendiri dalam hati.
"Sebenarnya aku seringkali miris dengan kasus rudapaksa. Seringkali pelaku lolos dari jerat hukum karena kurangnya bukti. Pasalnya, meskipun telah terbukti adanya persetubuhan, tapi pelaku akan beralibi jika mereka melakukannya atas dasar suka sama suka," ujar polisi itu bergumam.
Erick tertegun. Kalimat yang didengarnya barusan mengingatkannya pada masa lalu yang pahit. Meski bukan pelaku rudapaksa, tapi dia pernah membuat hidup seorang gadis nyaris hancur karena melakukan hubungan terlarang di luar nikah. Tanpa sadar Erick menghela napas berat.
"Kita masih harus menunggu gadis itu siuman dulu, Erick. Sekarang lebih baik kita pulang." Polisi itu menepuk pundak Erick.
"Pulang?" ulang Erick.
"Iya, pulang. Kenapa? Kamu mau menginap di sini menunggui gadis itu?" Polisi itu balik bertanya.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Em Mooney
jgn pulang dulu bang
2023-12-31
0
M akhwan Firjatullah
hilal jodoh nya Erick. shellin. ternyata beneran mereka jadi 3 pasangan y Mak..
2023-10-06
0
Enisensi Klara
Tungguin aja ntar shelin kabur lagi
2023-10-06
0