"Ikki!"
"Marry! Tunggu!"
Saat ini sore hari, di jam anak-anak pulang sekolah. Mereka hanyalah sekumpulan anak SD yang berlarian gembira di trotoar pinggir jalan.
"Jangan berlarian di sana! Berbahaya!" seru Paman si Penjual Koran memperingatkan.
Namun, teguran itu dengan mudah mereka abaikan, dan sialnya aku adalah salah satu dari mereka. Kasihan, orang tua yang malang, padahal Beliau Pria baik dan perhatian yang selalu menyapa kami ketika melewati toko miliknya.
Tak dapat dihentikan dengan teguran biasa, Aku, Marry, dan teman-teman lain terus berlarian hingga berhenti di persimpangan lampu lalu lintas. Setelah lampu penunjuk arah berubah menjadi hijau, kami segera berlarian di atas Zebra Cross bersamaan dengan orang-orang dewasa yang sedang istirahat dari pekerjaan. Marry tak henti memegang tanganku, dan menyeretku kemanapun ia pergi. Dia tertawa begitu lepas, sembari menghindari tubuh orang-orang dewasa yang datang dari arah depan dan belakang. Hingga kami berhasil melewati Zebra Cross.
Sesampaiku pada pinggir jalan, aku segera mengobrol dengan teman-temanku yang sudah lebih dulu menunggu di depan, tetapi saat aku dan teman-teman ingin berjalan. Aku sadar …
Dimana Marry?
Diriku sontak terkejut mengetahui Marry tidak memegang tanganku lagi, padahal aku cukup yakin dia berada di sampingku tadi. Aku pun menoleh kiri dan kanan, masih saja tidak bisa menemukan wujudnya. Terengah, aku segera berbalik dan seketika melihat sesuatu hal yang membuat mataku terbelalak.
Marry, bisa-bisanya kau berdiri di tengah jalan sembari menyodorkan sesuatu kepadaku. Apa itu? Tampak seperti gelang pemberianku. Sepertinya Marry kembali ke jalan hanya untuk mengambil benda itu. Benda yang harusnya tak kuberikan padamu, jika benda itu malah membunuhmu.Dan tubuh Gadis Kecil itu pun melayang ketika terhantam bodi baja yang melaju kencang. Dia terhempas bersamaan dengan diriku yang terbangun dari tidur.
Namun, aku lupa. ‘Mimpi apa aku tadi malam?!’
"Hem! Hem!"
Baru saja bangun dari tidur, aku disuguhi muka manis Gadis Kecil yang sedang menarik tanganku untuk memaksa bangun dari tidur. Kemudian ia mundur satu langkah dan menunjukkan tarian aneh kepadaku.
"Apa yang ….? Ah! Kau mau itu ya?" tanyaku.
Aku sedikit terkekeh saat melihat gerakan aneh itu, dan segera membawanya ke kamar mandi. Di sana aku menjelaskan kepadanya cara untuk menggunakan toilet dengan benar. Beruntung ia sangat cepat memahaminya, tetapi yang kubingung adalah rantai besi kami yang panjangnya membuatku tak bisa keluar dari ruangan ini.
"Aku tak bisa pergi," kataku, sembari kusodorkan rantai itu di hadapannya.
Gadis Kecil mulai menatap sinis kepadaku, lalu melipat kedua tangannya seraya mengeluarkan suara. “Hem ….?” Dengan wajah agak kecewa.
Diriku yang melihatnya hanya bisa membuang pandangan ini.
"A-aku hanya bisa berbalik," kataku.
Namun, Gadis Kecil tidak bereaksi apapun, ia hanya diam menatapku, sedangkan aku hanya bisa menghela nafas ini dengan harapan. ‘Harusnya rantai ini lebih panjang.’ Dan ajaibnya rantai di tanganku benar-benar bertambah panjang, bahkan terus memanjang tanpa henti.
Aku sontak panik melihat hal itu, membuatku spontan berkata, ”Eh! Apa-apaan?! Berhenti! Berhenti memanjang!” Dengan cepat rantai itu menyusut ke ukuran semula, dan aku yang melihat hal itu seketika sadar dengan kekuatan yang kumiliki.
‘Ternyata, aku bisa mengendalikan rantai ini hanya dengan berharap. Baiklah, aku coba. Pikirkan ….’
Aku membuat sebuah perintah di dalam pikiranku yang dapat mengatur panjang-pendek rantai sesuai dengan kebutuhanku, dan itu benar-benar berhasil, rantai itu secara otomatis menyesuaikan ukurannya.
"Ini hebat!” seruku kegirangan, “Mudah digunakan, seperti menggerakkan tangan saja."
Hanya saja orang di sampingku sudah tampak kesal menunggu, terlihat ia sudah menunjukkan wajah tidak senangnya.
"Oh, iya. Aku keluar ya," kataku.
Sembari menunggu Gadis Kecil menggunakan toilet, aku memanggil layar tadi malam dengan menyebut, "Bunny!"
Ding! Seketika muncul layar sistem dengan jendela layar bertuliskan, [Hai, saya Bunny! Ada yang bisa saya bantu?]
Aku mendapatkan petunjuk istilah kata Bunny dari buku panduan. Bunny adalah main menu seperti sebuah permainan pada umumnya yang terdiri dari profil lengkap, toko permainan, dan daftar teman.
"Profil!"
Ding! [Profil Ikki Adhisti.]
[Budak: Gadis Serigala, pemain dapat memanggil gadis serigala yang akan setia melindungi.]
[Histori, Menang: 1; Kalah: 0]
[Rank: D; Poin: 2100]
[Pemain ke 807 dari 999+]
Tadi malam aku sudah membaca tentang istilah Budak, untuk Histori tentu aku sudah paham juga tanpa mencari tahu, tetapi untuk istilah Rank aku belum bisa memastikan karena aku belum selesai dengan buku itu, sedangkan Poin sepertinya untuk alat pembayaran di dalam Toko permainan. Dan untuk informasi terakhir membuatku sangat terkejut.
‘Tunggu, pemain ke 807 dari 999 lebih? Apa menandakan ada ribuan pemain dalam game ini? Jika benar, itu gila! Tapi, kenapa tidak pernah ada media massa yang mengungkit permainan ini? Apa permainan ini dijaga ketat oleh orang-orang kuat? Sepertinya.’
"Toko!"
Ding! [Selamat datang di Toko Bunny Bang! Anda dapat membeli berbagai macam benda yang anda butuhkan untuk bertahan hidup. Ayo beli sekarang! Barang apa yang kamu butuhkan?!]
Di bawah tulisan sambutan itu ada sebuah tulisan yang tampak seperti sebuah tombol yang tertulis, [Equipment dan Item], tetapi untuk tombol Equipment terlihat masih terbelenggu oleh rantai dengan tulisan [Terbuka setelah mengalahkan 2 pemain].
Aku lantas menekan tombol Item dan muncul tiga gambar yang bertuliskan:
[Great Eyes, adalah sebuah fitur map kecil, memudahkan pemain untuk mencari lawan yang sedang bersembunyi. Harga: 1000 Poin.]
[Great Healing, adalah sebuah ramuan yang dapat meregenerasi semua luka fisik pemain. Hanya bisa digunakan setelah pertarungan. Harga: Gratis 1x.]
[Great Coward, adalah sebuah fitur untuk pemain yang ingin menyerah dari permainan. Harga: 10000 Poin.]
Item Great Eyes dan Great Coward membuatku geleng-geleng kepala, karena harganya yang terlalu mahal, tetapi untuk Item Great Healing yang bertuliskan gratis satu kali membuatku sedikit lega. Aku bisa gunakan Item itu untuk menyembuhkan lukaku, hanya saja aku masih ragu untuk mencobanya.
Namun, cukup aneh juga jika Item seajaib itu tertulis gratis, tetapi mungkin saja pencipta permainan ini tidak ingin pemainnya mati sia-sia setelah menang, atau masuk rumah sakit berminggu-minggu. Jadi masuk akal, jika Item ini gratis, hanya saja bagaimana cara dapatnya? Aku belum bisa memastikan hal itu, tetapi kemungkinan setelah menang.
Aku merasa sudah selesai dengan percobaan hari ini, dan Gadis Kecil juga sudah selesai dengan kebutuhannya. Aku pun segera berkemas dengan niat kembali melacak jejak Heri menggunakan kekuatan si Gadis Kecil, aku yakin ia bisa melacak Heri dengan penciuman serigalanya, tetapi sebelum itu aku ingin berbelanja terlebih dahulu, karena aku tak tega melihat Gadis Kecil dengan pakaian lusuh seperti itu.
Sebelum kami pergi, aku memikirkan rantai itu menjadi wujud transparan dan dapat menembus benda padat.
“Belum cukup terbiasa, tetapi tidak rumit,” gumamku.
Aku dan Gadis Kecil pergi menuju ke sebuah butik sederhana terdekat. Setibanya kami di sana, aku segera memilihkan pakaian untuk Gadis Kecil, tetapi ia menolak sangat keras. Padahal pilihanku cukup bagus, menurutku. Aku pun bingung memilihkan pakaian yang cocok untuk seorang Gadis, membuat seorang pekerja Wanita di sana terpancing untuk menghampiriku.
"Kakak bingung mencari pakaian untuk adiknya, ya?" tanya Wanita itu.
"I-iya," jawabku sedikit canggung, karena wajahnya terlalu dekat denganku.
"Mau aku bantu?" tanya si Wanita lagi.
Namun, aku merasa malu untuk menjawabnya, ketika matanya terus mengikuti wajahku yang kubuang, hingga aku menyerah.
"Boleh saja," jawabku.
Dia melangkah mundur saat aku memperbolehkannya membantu, lalu berlutut di hadapan Gadis Kecil.
"Ih! Lucunya! Siapa namanya?!" tanya si Wanita tampak semangat.
Entah bertanya padaku atau si Gadis Kecil, tetapi yang kukhawatirkan adalah tangan Wanita itu yang mulai usil.
"Ah! Jangan topinya!" seruku menyanggah tangan si Wanita itu.
Si Wanita sontak menatap heran kepadaku. “Oke ….?” katanya.
"Namanya …. Merry," sahutku.
"Oh, Merry. Nama yang cantik," balas si Wanita tersenyum.
Aku hanya bisa membalas senyuman itu dengan canggung, dan sekaligus tidak percaya aku sudah memplesetkan nama Marry menjadi Merry. Hanya saja, Gadis Kecil tampak menyukainya, bisa terasa dari genggaman tangannya yang mulai erat memegang tanganku.
"Baiklah, aku Lisa, pemilik butik ini. Aku bisa bantu cari pakaian yang cocok untuk adik manis yang satu ini. Ayo! Ikuti aku!”
Membutuhkan waktu yang lumayan lama untuk perempuan mencari pakaian yang cocok, menurutku itu wajar saja, walapupun menunggu itu menyebalkan, tetapi sabar adalah kunci utama para pria. Hingga masalah pakaian Merry selesai, dan aku juga sudah membeli pakaian baruku. Ini celana jogger hitam, dan sweater hoodie cream, menurutku sudah cukup membuatku percaya diri.
Aku pun memanggil Merry yang tampak masih sibuk bermain dengan Lisa. Mereka akrab cukup cepat, mungkin karena mereka sama-sama seorang perempuan. Namun, mataku langsung terpukau dengan gaun yang dikenakan oleh Merry, gaun kuning terang dengan topi musim panas. Kemudian Merry berlari pelan ke arahku, tetapi di tengah jalannya ia tiba-tiba saja berbalik ke arah Lisa, lalu melambaikan tangan, dan titik itu, betapa terkejutnya diriku ketika Melihat Merry berbalik.
‘Ekor?! Sial! Aku lupa kalau dia punya ekor!’
Aku pun bertukar padangan dengan Lisa yang tampak sudah mengetahui tentang apa yang kusembunyikan, tetapi ia tampak membuat sebuah gerakan isyarat padaku, sebuah gerakan tangan seakan ia menutup mulutnya. Hanya saja aku bisa salah mentafsirkan hal itu. Aku tidak tahu juga, aku hanya bisa menghela pelan nafas panjang, dan berharap semuanya akan baik-baik saja.
Aku dan Merry selesai berbelanja di butik itu, dan di tengah perjalanan kami, aku mengeluarkan bolpoin milik Heri yang dulu pernah kupinjam, tetapi aku lupa kembalikan. Saat ini aku yakin bau Heri masih menempel karena bolpoin ini terbuat dari plastik. Bau seseorang yang menempel pada plastik membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk hilang.
“Merry, coba kau lacak bau ini selain bau milikku," kataku kepada Merry yang mulai mengendus bau bolpoin itu dengan hidung mancungnya, lalu ia mulai berjalan.
Aku mengikuti Merry berkeliling Kota Kaditula yang sibuk dengan pekerjaan, dan padat dengan penduduk. Kami lewati jalanan kota yang bersih dari sampah, dan sangat terasa aman ketika bertemu setiap simpangan jalan yang dijaga oleh polisi lantas. Namun, tidak berlaku untukku, aku justru sangat was-was melihat sekitar karena bisa saja pemain lain sedang mengintai.
Kota ini terbilang memiliki warga yang sangat tertib dengan peraturan, sehingga tidak banyak terjadi tindak kejahatan. Bahkan, kota ini termasuk salah satu nominasi Kota Teraman. Kejahatan yang kemungkinan terjadi paling ibu-ibu menerbos lampu lalu lintas, itupun karena Beliau buta warna, mungkin.
Hanya saja, semua suasana itu seketika berubah saat hari mulai menjelang malam. Merry tiba-tiba berhenti dari langkahnya dan menarik tanganku ke arah hutan. Perasaanku merasa tidak baik, ketika ia mulai erat memegang tanganku. Aku melihat Merry di depanku mengendus lagi, lalu ia berbalik pelan menatapku, dan mengangguk sekali dengan wajah yang cukup serius seakan memberitahu apa yang ia cium adalah bau yang tepat. Kemudian ia menunjuk ke arah balik semak-semak belukar di hadapan.
Hatiku sangat yakin dengan Merry, aku pun datang kesana, lalu perlahan menyingkirkan semak-semak yang menghalang. Sedangkan Merry kutinggal di belakang untuk berjaga. Aku pun mendapati sebuah bekas galian lubang yang ditutup kembali, tetapi tampak tidak terlalu dalam. Aku pun mulai menggali, hanya saja di tengah usahaku, aku merasa aneh dengan apa yang kurasakan, seperti semangat? Apa benar ini perasaan semangat? Kurasa tidak. Ini jelas bukan semangat, tetapi rasa ingin tahu, tentang apa di balik tanah ini?
Ini terlalu menakutkan bagiku. Aku tidak ingin .... Aku tidak ingin melihat bagian tubuh temanku berada di balik gundukan tanah ini. Namun, tak butuh waktu lama untuk tangan ini menggali, dan beruntung yang kutemukan bukanlah sesuatu hal yang kupikirkan. Ini adalah ponsel milik Heri.
Sekarang aku tak ingin berkata apa-apa, karena yang terbesit hanyalah niatku yang mendorong untuk segera memeriksa isi dari ponsel Heri. Hanya saja, baru aku ingin membuka isi ponselnya.
Tiba-tiba .... Ding! [Peringatan! Ada musuh di dekat anda!]
"Musuh? Dimana?" tanyaku, sembari menoleh kiri dan kanan.
Aku pun berbalik menatap Merry yang juga sudah bersiap dengan kuda-kuda liarnya, dan tak henti menatap ke satu arah. Merry pasti merasakan kehadiran lawan, aku pun segera menyimpan ponsel Heri di saku, lalu menggenggam erat rantai pada kedua tangan.
Kemudian layar sistem menganti kalimatnya, [Tantangan! 2 vs 1, Terima atau Tolak].
"2 vs 1? Aku akan mati!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments