Tikus-tikus yang awalnya ganas perlahan menciut setelah mengetahui jika tuannya sudah tidak berdaya. Bisa dirasakan dari suara mereka yang terdengar mulai melemah, tetapi mereka tampak masih berusaha melindungi dengan cara mengerumuni tubuh tuannya.
“Sa-sakit," ucap Pria Kotor merintih kesakitan. Nafasnya terdengar menyakitkan, membuat perasaanku menjadi ngilu ketika membayangkan. Dia tersungkur dengan satu tangan menahan tubuhnya, dan satunya lagi mencoba menutup lubang di dada. Hanya saja orang awam pun akan tahu, jika dia tidak mungkin bertahan lama.
Aku perlahan menjauh bersama hati yang tidak karuan rasa. Berjalan melewati sisi jalanan sembari menahan rasa sakit dari memar yang kudapatkan. Langkahku terhenti, karena perut ini kembali terasa mual, dan nafas ini juga terasa cukup lelah.
Tak sanggup lagi, tubuh ini kusandarkan pada dinding bangunan, dan di sisi lain terdengar Pria itu tertawa dengan nada yang cukup dipaksakan. Aku yang mendengarnya hanya bisa menatap tajam ke arahnya, saat ia berkata, "Selamat datang di permainan, Bodoh!" Kemudian ia jatuh dengan wajah yang terhempas ke alas jalan.
"Permainan? Apa—huak!" Belum selesai dengan kalimatku, suara ini spontan berhenti ketika makan siangku keluar dari lubang mulut.
Tersengak-sengak setelah mengeluarkan semua isi perut. Aku kembali dikejutkan oleh sebuah pemandangan yang tidak masuk akal lainnya, yaitu melihat semua materi dari tubuh Pria Tikus beserta tikus-tikus yang ia kendalikan perlahan terbakar menjadi abu, lalu tertiup angin hingga tanpa meninggalkan jejak.
Ding!
Secara tiba-tiba, suara yang sama berbunyi kembali, bersamaan dengan layar sistem yang menampakkan wujudnya dengan pesan, [Selamat atas kemenangan anda. Poin berhasil ditambahkan! Anda mendapatkan 2000 poin dari lawan. Total poin anda sekarang adalah 2100 poin. Ayo bertarung lagi untuk mengumpulkan poin sebanyak-banyaknya dan tukarkan dengan hadiah yang ada di Toko Bunny Bang!.]
“Apa yang terjadi padanya? Dan ini apa? Jangan bilang ….” Pandanganku benar-benar kosong dengan kaki menuju tanah. “Jangan bilang ini nyata.”
Aku duduk termangu menatap diam, dan melihat Gadis Kecil berjalan menuju tempatku bersandar sembari membawa foto adikku yang bingkainya sudah dipenuhi noda darah. Hanya saja, melihatnya masih utuh membuatku masih tak bisa percaya. Kukira ia sudah mati, karena sebelumnya tulang telapak tangannya sedikit terbuka saat ditelan oleh koloni tikus waktu lalu, tetapi ajaibnya sekarang sudah sembuh ke sedia kala.
Aku segera bangkit dan berlutut di hadapan Gadis Kecil, dan bertanya, "Kau tak apa?”
Dia menjawab, "Hem! Hem!" Lalu menyodorkan foto yang ada di tangannya.
“Kurasa kau masih mengerti apa yang kuucapkan. Hanya saja kau tak bisa bicara. Ya kan?”
“Hem–shesh!” Secara tiba-tiba Gadis Kecil bersin, mungkin suhu malam ini cukup berat baginya, dan tampak pakaian yang ia kenakan juga sudah hancur setengah badan. Mengira dia akan kedinginan karena hal itu, aku pun segera melepas jaket milikku, dan segera kukenakan di tubuhnya.
"Terima kasih sudah menyelamatkanku," kataku sembari kuraih foto di tangan mungil itu.
Gadis Kecil tidak membalas ungkapanku, tetapi dirinya mendekat lalu kembali menaiki tubuhku. Aku paham saja karena ia ingin digendong seperti waktu lalu. Kami pun kembali melewati jalanan malam bersama. Akan tetapi, di tengah jalan hatiku menjadi bimbang.
‘Kurasa, aku tidak bisa membawa Gadis Kecil ini ke rumah dengan keadaan kacau seperti ini. Apalagi barusan kami diserang oleh seseorang yang tidak kukenal, tapi aku harus kemana? Saat ini aku tidak punya tujuan lagi.’
Di tengah renunganku, aku tak sengaja melihat reklame yang menunjukkan promosi losmen di dekat sini.
“Losmen Mama? Hanya 30 meter dari sini.”
Setelah berpikir cukup kritis, akhirnya aku memutuskan akan pergi ke penginapan itu. Hanya saja aku mampir terlebih dahulu ke ATM untuk mengambil uang tabungan. Namun, alangkah terkejutnya ketika memeriksa saldo milikku. “103 juta?!” Angka-angka fantastis yang membuat benakku bertanya-tanya, ‘Ini uang yang sangat banyak! Datang dari mana?! Tabunganku sebelumnya hanya 3 juta. Itupun tabungan yang kusimpan sejak aku masih kuliah di semester pertama. Jangan bilang ini hasil dari …., tapi apa boleh menggunakan uang ini? Tidak-tidak. Ini jelas uang haram. Dan uangku hanya tiga juta. Tidak lebih dari itu.’
Aku segera mengambil uang secukupnya dan pergi ke tempat yang ingin dituju. Tak butuh waktu lama, kami sampai di sebuah losmen yang tampak reyot dan tua.
"Selamat datang,” sambut Ibu berdaster yang sedang duduk merokok di balik meja resepsionis di depanku. Awalnya mimik wajahnya biasa saja, tetapi seketika berubah setelah melihatku yang sedang menggendong Gadis Kecil. “Oh, pedo ya?”
"Pe-pedo? Bukan Bu," sanggahku, lalu aku mencoba meluruskan. "Aku mau menginap dengan adikku untuk beberapa malam saja, karena orang tua kami pergi ke luar kota," kataku dengan tenang.
Ibu Daster menatap tajam ke arah wajah Gadis Kecil yang bersandar pada bahu belakangku. Dia menyipitkan matanya, tampak sangat penasaran dengan topi dan jaket yang kukenakan pada Gadis Kecil, kemudian ia bertanya, “Adikmu?”
Aku menjawab, “Iya, Bu.”
“Lalu ada apa dengan wajahmu?” tanya Beliau lagi.
“Tidak ada. Ini hanya memar biasa,” jawabku.
Kemudian Ibu Daster bersandar pada kursinya seraya berkata, "Coba sini kulihat identitasmu.”
Benakku sontak kaget. ‘Waduh! Kartu mahasiswa ada di tas, hanya saja tak bisa kuberikan padanya karena di kartu itu tertulis nomor telepon Ayah. Tapi, aku punya rencana.’
"Maaf, Bu,” sahutku, “Aku lupa membawa kartu identitasku."
Aku berkelit pada permintaan Ibu itu sembari kusodorkan uang lebih.
"Tapi mungkin ini bisa dibicarakan," sambungku.
Wajah sinis si Ibu seketika berubah menjadi ceria, dia segera mengambil dan menghitung uang yang kuletakkan di atas meja.
"Cukupkan, Bu?" tanyaku memastikan, walaupun aku tahu jelas 1,5 juta sudah cukup untuk menyogoknya.
Namun, sekarang aku harus segera pergi, karena Gadis Kecil sudah memberontak di bahuku. Aku pun menatap wajah Ibu Daster agar berharap ia paham jika aku sedang buru-buru. Aku juga sudah sangat lelah.
"Nih! Kamar di atas," kata Ibu Daster, sembari melempar kunci ke arah meja.
"Di atas?" tanyaku.
"Ya! Kalau tidak mau, tidak apa," jawab si Ibu, lalu ia berbalik mengabaikanku.
Aku pun segera mengambil kunci itu dan berniat pergi, tetapi sebelum aku melangkah, Ibu Daster berkata, “Jangan macam-macam. Aku akan mengawasimu.”
“Ba-baik!” sahutku sembari berbalik dan berjalan menuju ke lantai atas.
Setibanya aku di dalam kamar, tampak di sana hanya ada satu kasur untuk tidur. Dengan segera aku membaringkan tubuh Gadis Kecil di kasur empuk itu, lalu aku duduk di sampingnya. Tatapanku tak henti mengamati wajah Gadis Kecil, dan aku yakin tidak mungkin salah. Ini adalah wajah Marry. Hanya saja memiliki telinga berbulu dan berekor.
Selesai memastikan wajah Gadis Kecil, aku menoleh sofa yang tak bisa kugapai karena rantai yang membelenggu tidak cukup panjang. Jadi, kuputuskan meletakkan tasku di bawah untuk bantalan istirahat.
Hari yang melelahkan, tetapi aku tidak bisa tidur cepat karena diri ini masih sangat khawatir dengan kejadian barusan.
"Bagaimana cara memunculkan benda itu lagi?" gumamku pada diri sendiri. "Pasti ada caranya. Hanya saja … tunggu! Bagaimana dengan ….,” Aku berpikir sejenak memikirkan kata-kata yang cocok, dan ketika kalimat itu terlintas, aku segera berseru, “Layar Sistem! Muncul!"
Saat itu diriku benar-benar berharap, layar waktu lalu muncul kembali dengan ajaibnya, tetapi kenyataannya tidak. Malahan seruanku mengganggu Gadis Kecil yang sedang tidur. Dia terdengar mengerang, hal itu sontak membuatku sadar harus mengecilkan suara. Dan aku lanjut melakukan pecobaan lainnya. "Sistem? Proyeksi? Hologram? Holo Premium? Apapun dirimu muncullah."
Sesaat tidak ada apa-apa. Namun, secara tiba-tiba … Ding! Layar itu kembali muncul memberi pesan padaku dengan sebuah tulisan, [Book].
"Book?!"
Aku secara reflek membaca kata itu dan sebuah buku tebal berwarna ungu gelap muncul di hadapanku. Buku itu melayang, hukum gravitasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
"Apa ini? Tutorial?” Itulah kata yang kubaca di sampul buku itu.
Penasaran, aku segera membuka isi buku itu dan membacanya. Awalan dari buku itu sangat akurat dalam mendeskripsikan data diriku. Ini seperti permainan, bahkan statistik fisikku tertulis jelas.
“Bagaimana bisa mereka tahu detail tahi lalatku? Sial! ini keterlaluan!” gumamku.
Kemudian kubuka halaman selanjutnya dengan judul yang sangat menarik bagiku. Judul itu tertulis, [Budak: Gadis Serigala]. Aku yang membaca istilah itu seketika terheran.
‘Budak? Jadi gadis ini budakku? Tidak, seharusnya aku tidak bilang itu. Tedengar aneh. Tapi, jika ini permainan, mungkin Gadis ini semacam pelindungku, mungkin begitu. Dengan kata lain tikus-tikus yang dikendalikan oleh Pria barusan adalah pelindungnya. Jika seperti itu jadi masuk akal.’
Aku baca deskripsi pendek dari halaman itu yang tertulis kata, [Anda dapat memerintahkan budak sesuai keinginan Anda].
‘Baiklah, menjelaskan kenapa Gadis ini sangat penurut.’
Deskripsi tentang budak tidak terlalu rinci dijelaskan, hanya tertulis judul dan penjelasan singkat. Aku pun lanjut membaca halaman yang bertuliskan cara main, kurasa inilah yang aku butuhkan sekarang.
Ini isi aturan main yang dapat kupahami:
‘Normal mode adalah aturan main yang paling aman. Pemain dapat menolak dan dapat menyerah di tengah permainan. Tapi, pemain yang menyerah akan kehilangan setengah poin. Itu poin yang cukup banyak. Dan poinku saat ini 2100.’
‘Hard mode, aturan main yang buruk. Pemain harus membunuh lawannya. Tidak dapat menyerah dan bagian terburuknya adalah pemain tidak dapat menolak tantangan dari pemain lain. Sial! Aku harus menghindari menekan mode ini, terlalu berbahaya.’
‘Dan yang terakhir, 2 vs 1 mode, kurasa aturan main ini akan jarang digunakan, karena membutuhkan persetujuan dari kedua pihak. Mode ini saling menguntungkan, pemain lebih dari satu harus membunuh lawannya sebelum sepuluh menit. Jika mereka gagal, maka pemain jumlah satu orang akan menang. Dan semua poin mereka akan dipindahkan pada pemenang.’
Dan ada catatan di akhir penjelasan yang tertulis, [Zero Poin, pemain yang kehilangan poin akan lenyap menjadi debu.]
‘Peraturan ini terjadi pada Pria tadi karena kalah dalam Hard Mode. Ini tidak baik. Aku tidak suka permainan ini. Aku harus berhenti. Tapi apa bisa berhenti? Apa ada caranya? Tidak. Tidak ada. Aku sudah membolak-balikkan semua halamannya, dan tidak ada pengaturan tentang itu. Yang ada hanyalah aturan main. Aku belum bisa … aku belum bisa menghadapi semua ini.’
Mata ini mulai terasa lelah, pikiran ini juga sudah sangat kusut tidak karuan rasa, dengan tubuh yang memaksaku untuk tertidur.
‘Brengsek kau Heri. Malah menyeretku ke permainan ini.’
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Manusia Biasa
gw kasih vote semangat bang✌
2023-10-18
2
Manusia Biasa
nyuap nih😂
2023-10-18
0
Manusia Biasa
Wkw
2023-10-18
0