“Be-benda apa ini?!”
Itulah kalimat yang terucap ketika diriku tercengang melihat sebuah layar sistem seperti hologram memberikan peringatan. Aku tak tahu harus melakukan apa, dan kejadian ini membuatku sesaat hanya terdiam. Namun, tak lama layar sistem itu mengubah kalimatnya, [Tantangan! Bertarung sampai mati! Dimulai!]
Aku sontak terkejut dengan hal itu. ‘Hah?! Sampai mati?!’ pikirku keheranan.
Pada saat itu aku hanya bisa menatap bingung pada layar dihadapanku, membuat pikiranku terus bertanya-tanya. ‘Apa yang harus kulakukan? Apakah ini permainan?!’
Di tengah kecemasanku, muncul suatu keanehan yang terdengar dari arah belakang. Bermula dari suara mendecit yang terdengar semakin mendekat, tetapi suara itu seakan berhenti ketika aku berbalik badan.
Kulihat di sana tidak tampak apa-apa, kecuali sebuah jalanan yang ujungnya diselimuti oleh bayang-bayang kegelapan, dan suasananya sangat hening, sampai-sampai suara jangrik kecil bergema.
Saat itu aku tidak memalingkan pandangan ini sedikitpun dari sana, tetapi rasa takut mulai mempengaruhiku, membuatku terniat ingin memalingkan wajah, dan menganggap tidak ada siapa-siapa di sana, tetapi firasat ini terus merasakan kehadiran seseorang yang sangat berbahaya.
Penasaran, aku lantas bertanya, "Siapa di sana?!” Namun, tidak ada siapapun yang menjawabnya.
Aku hanya bisa berlagak sedikit berani dengan menegakkan tubuhku. “Jangan main-main ya!” kataku mengancam.
Tak lama aku mengamati jalanan yang gelap itu, dan masih tidak ada pergerakan yang mencurigakan, membuatku bisa bernafas lega.
“Hah …. kirain,” gumamku.
Hanya saja, baru aku sedikit berbalik, suara mendecit itu kembali muncul, dan suaranya terdengar lebih berisik. Merasa ada yang tidak beres, aku pun reflek memegang erat tubuh Gadis Kecil untuk bersiap lari, tetapi sebelum itu aku coba pastikan lebih dulu, dan mengamati apa yang ada di sana. Awalnya yang terlihat hanyalah sebuah gumpalan hitam datang mendekat, membuat mulutku tak sanggup menahan diri untuk tidak bertanya.
”Apa itu?”
Gumpalan hitam itu tampak tidak begitu jelas dari kejauhan, tetapi hal yang sontak membuat mataku terbuka begitu lebar ketika gumpalan itu tiba-tiba mendekat sangat cepat, membuatku begitu terkejut dan spontan berlari menjauh. Aku terus berlari sekuat tenaga hingga mencapai tengah kota, tetapi gumpalan hitam itu berhasil menyusulku. Kami begitu dekat, mungkin sekali lompatan pria dewasa gumpalan itu bisa mengapaiku. Namun, di titik itu aku bisa melihat wujud asli dari gumpalan itu yang membuatku begitu terkejut, ternyata mereka adalah sekelompok koloni tikus yang membentuk sepasang gelombang air laut. Melihat penampakan itu, membuatku menjadi sangat takut. Aku tak henti berlari sampai di sebuah persimpangan, lalu kuberbelok ke dalam sebuah lorong yang dihimpit oleh dua gedung. Membuat segerombolan tikus itu sempat tergocek, tetapi aku tak menyangka jika itu adalah ide buruk, karena tikus-tikus datang dari kedua arah, depan dan belakang.
‘Sial! Aku terpojok!’
Mereka yang paling dekat menjangkau kaki si Gadis Kecil yang sedang tertidur, dan kulihat salah satu tikus berhasil menggigitnya. Membuat Gadis Kecil terbangun dengan amarah seperti hewan liar kelaparan. Saat ini keputusan terakhirku hanya bisa naik ke atas sampah kontainer yang tak jauh dari belakangku. Aku segera berlari membawa Gadis Kecil ke sana dan kami berakhir terpojok oleh tikus-tikus dari segala arah.
“Rargh!” Gadis Kecil menggeram ketika melihat ribuan tikus mulai mengepung tempat terakhir kami berpijak. Dia seperti memaksa ingin lepas dari peganganku, tetapi aku segera mendekapnya agar ia tenang.
Namun, dikarenakan tanganku yang cukup licin oleh keringat, Gadis Kecil pun terlepas, lalu ia dengan bebas melompat, dan menjatuhkan dirinya ke dalam kerumunan tikus-tikus yang mulai menggila.
"Rakun! Tidak ....!"
Aku berteriak sangat histeris ketika menyaksikan lautan tikus perlahan menenggelamkan tubuh si Kecil hingga ke dasar. Walaupun si Kecil sempat melawan dengan tangan dan giginya, tetapi itu sangatlah sia-sia, sampai si Kecil roboh tak berdaya. Sedangkan aku tak bisa melakukan apa-apa, karena rantai kami seperti tertahan oleh sesuatu yang cukup kuat di bawah sana. Aku coba tarik berulang kali sekuat tenaga, tetapi tidak ada pergerakan sama sekali.
‘Bagaimana bisa tikus-tikus ini sekuat ini?!’ pikirku keheranan.
Namun, tikus-tikus ini tidak memberiku banyak waktu untuk berpikir. Mereka perlahan naik ke atas, membuatku tidak memiliki banyak waktu. ‘Kumohon otak! Berpikirlah! Berpikir ….!’ Hanya saja sekeras apapun aku mencoba, aku tetap tidak mendapatkan ide apa-apa. Otakku benar-benar kosong. Aku hanya bisa panik sembari berjalan mundur hingga aku benar-benar terpojok, dan sekarang diriku hanya memiliki satu pilihan, yaitu memohon.
"Tuan! Ampuni aku!" Aku tak habis pikir, mulut ini berteriak sangat keras dengan lutut yang secara spontan menjatuhkan diri. Kemudian kugenggam kedua tangan ini sembari ku goyang-goyangkan. “Kumohon berhenti! Kumohon ….!”
Hatiku sangat berharap mereka berhenti dan tidak memakanku. Hanya saja ini sangat menyedihkan, bahkan air mataku tak berhenti menetes dan terus mengulangi kata, "Maaf! Maaf! Maafkan aku!" Hingga tikus-tikus yang sedari awal sangat ribut menjadi diam dan tenang.
Saat diriku berlutut, aku mendengar suara langkah kaki menggema dari arah belakang gedung. Aku segera menoleh ke arah sana dan terlihatlah sosok yang begitu misterius. Kukira ia monster yang datang dari balik bayangan, ternyata ia hanyalah pria muda kurus berjaket dengan senyuman yang menjijikan.
"Menyedihkan sekali," katanya bernada menyindir, tetapi aku tahu saja perkataan itu ditujukan kepadaku.
Aku hanya bisa terisak dan tertunduk lesu dengan pikiran yang membenarkan perkataan pria itu. "Ya! Aku memang menyedihkan! Dan aku ingin pulang!" Sembari tak henti mata dan hidung ini mengeluarkan cairan yang menyedihkan.
"Apa boleh sesedih itu? Ha! Ha! Ha!" Pria itu tertawa begitu lepas, tampak ia sangat menikmati bertemu denganku.
Namun, tidak untukku, ini adalah pertama kalinya harga diriku terinjak seperti seekor babi yang diburu. Ditangkap dan dipermainkan. Menyedihkan. Akan tetapi, aku harus menahan semua rasa malunya, aku harus tetap hidup! Aku pun sedikit mengangkat kepala ketika ada pergerakan tidak biasa di depanku, dan melihat tikus-tikus di dekat Pria itu membentuk sebuah jalan. Membuatku sangat yakin, jika Pria inilah yang mengendalikan lautan tikus ini.
Kemudian, Pria itu perlahan menaiki tikus tangga yang menuju ke hadapanku, tetapi aku segera menundukkan pandangan kembali. Aku benar-benar tak berani menatapnya, menatap sepatu usangnya saja aku tak berani.
Pria itu datang ke hadapanku yang sedang berlutut. "Makan ini brengsek!" serunya seraya menendang wajahku hingga aku jatuh dari kontainer ke jalan.
Kemudian ia datang lagi dan menginjakkan sepatu bau itu ke wajahku. Membuat perutku menjadi mual, tetapi bukan karena bau dari sepatunya, ini karena aku ketakutan setengah mati sampai perut ini terasa mau muntah.
"Hei! Hei! Pria sepertimu pasti banyak suka, ya kan?! Membuat iri saja!" kata Pria itu, sembari menginjak-injakan sepatu bot miliknya ke arah kepalaku. Membuat wajah ini terhempas berulang kali hingga tercium alas jalan.
Namun, aku hanya diam dengan penyiksaan yang Pria itu lakukan kepadaku. Aku tidak berani melawannya, aku benar-benar takut. Terlebih kekuatan supranatural yang dia miliki membuatku tidak bisa melakukan apa-apa, sedikit ceroboh saja aku bisa dijadikan santapan hidup bagi tikus-tikus itu. Akan tetapi, aku tidak bisa terus-terusan begini karena Pria itu mulai lebih gila, ia menendang kepalaku, menginjak badanku, dan semua hal yang bisa disakiti di tubuhku ia lakukan. Dan aku hanya bisa menahan rasa sakitnya dengan harapan ia mengampuniku.
Tak berhenti di sana, Pria itu mulai menarik rambutku dan memaksa mataku menatap wajahnya, lalu ia berkata, "Kau pasti berpikir, kalau bisa menahan semuanya, kau akan selamat, ya kan?"
Aku hanya diam dan tak berani menjawabnya.
"Biar kuberitahu ...." sambungnya, kemudian ia mendekat lagi, sangat dekat hingga tercium bau mulut yang benar-benar menjijikkan. "Kita berada di dalam permainan hidup dan mati. Jadi intinya diantara kita hanya ada satu yang hidup dan satu yang mati."
“A-apa? Mati?” tanyaku.
“Ya!” jawab Pria itu.
Mendengar itu, aku benar-benar putus asa karena pada akhirnya nasibku tetap akan sama seperti Gadis Kecil waktu lalu.
Dan tiba-tiba aku tanpa sengaja terbatuk oleh darah yang menggumpal di tenggorokan, bodohnya dompet di dalam selempangku jatuh, dan tanpa sengaja memperlihatkan isi dompet yang di dalamnya terdapat tampak foto kecil milik adik perempuanku, Sherly. Aku segera mencoba mengambil dompet itu lagi, tetapi wajahku langsung dipukul dengan kepalan tangan. Membuatku terbanting dan tersandar pada dinding gedung. Pria itu pun akhirnya menunjukkan sifat paling menjijikkan. Dia mengambil foto adikku, lalu membasahi foto itu dengan air liur di lidah busuknya.
Dalam keadaan tersungkur aku dengan pelan berkata, "Kembalikan."
Pria itu seakan tidak mendengarku, dan bertanya, “Apa tadi?"
Aku pun kembali berkata lebih lantang. "Aku bilang …! Kembalikan!"
"Wuih! Jadi takut," sahut si Pria itu dengan nada mengejek. "Apa ini kekasihmu? Ini terlalu mirip sih. Kurasa, adikmu? Tidak-tidak. Mungkin adik kita?!"
Mendengar ejekan si Pria itu membuat gigiku tak berhenti bergemeletuk dengan jari-jari tangan yang kugores pada jalan. Jantungku berdegup lebih kencang dari sebelumnya dan terasa sangat tidak nyaman ketika rasa itu semakin meluap ke arah kepala.
‘Aku tidak tahu kenapa? Tiba-tiba sekarang aku menjadi sangat ingin menghancurkannya. Aku harus menghancurkan orang ini! Sebelum dia bertindak lebih jauh!’
Namun, sebelum aku mewujudkan niat itu dengan tanganku. Secara mengejutkan ….
"Setelah membunuhmu! Aku akan mampir ke tempat adik kita! Dan aku akan merawatnya! Ha! Ha! Ha! Mungkin sesekali juga membantunya tidur dan—Argh!"
Wajahku disiram oleh darah merah yang segar.
Keheranan, aku pun memaksa mata ini mengamati kejadian tak terduga itu, dan ternyata di hadapanku si Pria Kotor sudah terkulai lemas dengan nafas tersengal-sengal karena lubang di dada kirinya. Di dalam lubang dada itu terlihat tangan mungil yang mencoba menarik paksa kembali. Setelah tangan itu tercabut, singgasana tikus itu pun runtuh bersamaan dengan Pria Tikus jatuh sebelum menyelesaikan kalimatnya.
Dan sosok pemilik tangan mungil itu terlihat melompat ke dalam bayangan, aku yang melihatnya hanya terdiam, karena diriku merasa tidak ada ancaman di sana. Mata ini pun menunggunya keluar dari balik bayangan, hingga tampaklah sosok pemilik tangan itu yang tidak lain adalah si Gadis Kecil.
“Kau masih hidup?!” tanyaku dengan bola mata yang mungkin saja terlepas jika tidak dikedipkan, tetapi Gadis Kecil hanya menatapku dengan polosnya.
Terpenting, hatiku benar-benar sangat bersyukur dia masih hidup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Manusia Biasa
sip keren alurnya tor serasa baca WN
dah lama gak baca novel tipe gini di NT
2023-10-18
1