Permainan Terakhir: Bertahan Hidup Di Kota Kaditula

Permainan Terakhir: Bertahan Hidup Di Kota Kaditula

Chapter 1: Pesan Temanku

"Ki! Ikki!"

Namaku dipanggil berulang kali oleh suara wanita yang terdengar tidak asing bagiku. Suaranya begitu lembut, membuat telinga ini menjadi merasa nyaman ketika ia membangunkan tidurku. Mata ini kubuka pelan dan kurasakan pipi kanan sedikit basah, tetapi diriku sadar saja kalau ini adalah air liur sendiri yang menempel pada meja.

"Oh, siapa?" tanyaku, sembari bangkit lalu menatap ke depan.

Saat itu penglihatanku masih terganggu, karena mata ini cukup lama untuk beradaptasi. Terlebih, hal pertama yang kulihat hanyalah gambaran buram seseorang yang perlahan menjadi jelas. Hingga tampaklah wujud seorang wanita yang berdiri di hadapanku.

"Ah, Lia ya?” kataku mengusap kedua mata. “Maaf aku ketiduran tadi."

“Ikki, kamu tidak apa?” tanya Lia, “Kamu terlihat tidak semangat."

Namanya adalah Lia, wanita berkacamata dengan paras cantik dan rambut terurai bergelombang. Dia wanita yang dikenal sangat ramah, dan sangat perhatian, bahkan banyak pria salah tanggap dengan sikapnya yang begitu mempesona.

"Mau aku antar ke UKK?" lanjut Lia bertanya dengan sedikit senyuman.

Coba bayangkan, tiba-tiba wanita cantik seperti dia bertanya seperti itu padamu. Tentu kita sebagai pria menjadi salah tingkah. Dan tatapan mata coklat hitam dengan penuh kasih sayangnya, itu sangat mengagumkan. Hanya saja, aku tidak sebodoh mereka yang terbuai oleh pesonanya. Aku tidak akan tertipu oleh ilusi ini! Tentu saja aku ....

"Aku tidak mau," jawabku pelan.

"Hem ….” Lia bersenandung agak kecewa. “Padahal maksudku baik, loh," katanya.

Aku sontak menunjukkan ekspresi sinis. "Ah! Siapa juga laki-laki yang mau diantar perempuan ke UKK?" sahutku seraya kupalingkan wajah dari tatapan lembut Lia.

"Tentu saja aku mau," kata Pria di sampingku mencela. Dia Pria perkasa dengan tubuh paling berotot di antara pria lainnya, dia bernama, Jared.

"Hah?! Lucu sekali, Red!" balasku menyindir Jared, sembari kusapu air liur di pipi dengan telapak tangan, lalu kutepuk-tepukan ke bahu Jared. "Kuharap kau jangan lupa dengan pacarmu di lokal sebelah," tambahku.

"Santai saja. Siska tidak pemarah kok," ujar Jared dengan nada meremehkan, “Dan singkirkan tangan kotormu itu!”

Namun, baru saja dia berkata seperti itu. Aku melihat Siska lewat di lorong depan lokal kami yang langsung menatap tajam ke arah Jared. Aku pun segera memperingatkan Jared. "Red-Red! Siska, Red!" kataku sembari kudorong tubuh Jared, dan mengarahkan pandangannya ke arah jendela depan.

Ekspresi Jared seketika tegang, membuat aku dan Lia terkekeh ketika melihatnya. Aku pun datang menggapai pundak Jared. "Nah! Sudah kubilangkan!" kataku.

Mendengar itu Jared sontak menghembuskan nafas dalamnya.

Bagiku Jared adalah teman yang sangat baik, walaupun memiliki wajah yang cukup garang. Bahkan mungkin wajahnya tidak menggambarkan seorang pemuda yang seumuran denganku. Lihatlah wajahnya .... seperti wajah bapak-bapak, tetapi dia sangat beruntung memiliki Siska yang terus bersamanya. Lah, aku? Kapan terakhir kali aku punya pacar? Mungkin dua puluh tahun lalu. Tidak! Tidak! Itu bahkan tidak bisa disebut pacaran.

Ding! Dong!

Obrolan kami terhenti, ketika muncul suara melengking dari pengeras suara di depan lokal. "Mohon perhatiannya kepada Mahasiswa dan Mahasiswi semester akhir untuk segera berkumpul di Ruang Aula. Kita akan memulai acara Yudisium."

"Ah, aku lupa!" kata Lia berseru, tanpa pamit ia langsung berlari keluar dari lokal meninggalkan aku dan Jared.

“Kurasa dia lupa tentang pekerjaannya,” kataku.

"Dia pasti dimarahi," tambah Jared seraya tertawa kecil.

Aku hanya bisa menggaruk kepala, dan merasa bersalah ketika tidak mengingatkan Lia tentang pekerjaannya sebagai Ketua BEM.

“Kuharap dia baik-baik saja,” pikirku.

Kemudian aku dan Jared segera beranjak dari kursi duduk menuju ke ruang aula. Di tengah perjalanan kami, Jared bertanya padaku, "Heri mana?"

Entah kenapa, Jared tiba-tiba saja menanyakan tentang kabar Heri. Aku pun mereponnya dengan santai. "Kata polisi, Heri mungkin saja pergi dari kota bersama dengan wanita yang dia temui," jawabku.

"Apa kau tak apa tentang itu?” tanya Jared lagi, “Dia kan sahabatmu?"

Menurutku pertanyaan Jared semakin dalam. Aku hampir tak bisa menjawab pertanyaan itu. Jelas perasaanku bermasalah dengan menghilangnya Heri dalam seminggu. Heri adalah sahabatku sejak di SMP sampai kuliah sekarang. Keluargaku dan keluarga Heri bahkan menjadi akrab karena pertemanan kami. Cukup aneh juga, tetapi itulah yang terjadi.

"Yah, kalau dia mau pergi dengan wanita yang dia suka, apa boleh buat," jawabku tenang.

Mendengarku Jared hanya mengangguk, lalu ia berkata, "Kawan, kalau kau butuh sesuatu bilang saja padaku.”

Kurasa Jared mencoba menghiburku. Dia benar-benar teman yang sangat peka, kadang membuatku merasa tidak enakan. Terasa seperti berbicara dengan seorang Ayah.

"Ya, tenang saja, Red. Sekarang aku lebih khawatir dengan nilaiku," sahutku menatap Jared, sembari mengangkat jempol kananku padanya.

Jared tersenyum, lalu membalas mengarahkan jempolnya ke arahku. "Kalau itu aku tidak bisa membantu,” katanya tersenyum, “Aku lulus saja sudah sangat bersyukur."

Aku berbincang-bincang dengan Jared sampai kami berada di dalam Aula Kampus. Setelah itu kami segera ikut berbaris mengikuti arahan Ketua Lokal yang melambai untuk mengatur barisan. Kami sempat tertawa cekikikan ketika melihat Lia yang sedang dimarahi oleh Dosen penanggung jawab BEM.

“Tampaknya Lia tidak baik-baik saja,” bisikku kepada Jared

“Ya, tapi tak apa. Dia wanita yang kuat,” balas Jared.

Lalu kami memutuskan berbaris di belakang. Dan tak lama untuk menunggu, nama kami pun dipanggil satu per satu sesuai inisial.

"Catra Jared!" Jared dipanggil lebih dulu dariku, dan tampaknya nilai Jared sesuai dengan yang ia harapkan. Bisa kutebak dari reaksinya yang memberikan jempol kepadaku.

"Ikki Adhisti!" Akhirnya namaku dipanggil oleh Ibu Kepala. Aku pun beranjak dari barisan dan berjalan pergi ke arah sana. Di tengah jalanku, perasaan gugup pun muncul ketika semua mata menatapku. Aku terus saja berjalan menuju podium, dan sesekali menoleh ke arah kerumunan hanya untuk melihat sosok Jared yang memberikan jempolnya kepadaku.

Aku menghela nafas panjang dan berlagak tenang, tetapi otakku berkata tidak. ‘Ambil Ki! Terus pergi! Itu saja! Kenapa gugup?! Ayo cepat Brengsek!’ Saat ini pikiranku benar-benar tidak bisa diajak kompromi.

Namun, ternyata semuanya berjalan normal saja. Aku ambil kertas nilaiku dan langsung pergi dari sana. Setelah kuperiksa, IPK milikku juga tidak buruk, masuk dua puluh besar di antara tiga ratus mahasiswa Universitas Kaditula. Dengan nilai ini aku sudah bisa mendapat bantuan beasiswa untuk lanjut ke S2.

Setelah pembagian nilai berakhir, aku segera pergi ke halaman depan Kampus untuk bersiap pulang. Akan tetapi, di sana aku tiba-tiba saja dihampiri oleh Lia.

"Ikki!" serunya mendekat dari kejauhan.

Aku pun segera menyambut Lia dengan berkata, "Eh, Lia. Ada apa?”

“Tidak apa,” jawab Lia, lalu ia balas bertanya, “Masuk 20 besar?"

"Iya," sahutkuku sedikit menyeringai.

“Sudah kuduga!”

“Ah! Itu bukanlah apa-apa, aku masih jauh darimu.”

Lia tampak malu ketika aku mengatakan itu. Bisa kulihat dari tangan kanannya yang menyapu rambut ke belakang telinga. Hanya saja aku tahu, kalau Lia pasti mendapatkan nilai terbaik, karena Lia termasuk mahasiswi paling pintar di Universitas. Seingatku juga, dia tidak pernah berada di peringkat di bawah tiga. Bahkan kondisi mental Lia yang paling baik di antara pesaing peringkat lainnya. Lia tidak pernah serius untuk mengejar peringkat, tetapi ia selalu berada di atas.

"Tidak,“ kata Lia tertawa kecil, “Jauh sedikit saja.”

Melihat Lia merendah seperti itu aku hanya tersenyum. “Benarkah?” tanyaku.

“Ya, begitulah,” sahut Lia, lalu ia lanjut berkata, “Sebenarnya aku hanya ingin memberitahu kamu, kalau nanti hari Wisuda akan dilaksanakan empat hari ke depan. Jangan lupa ya!"

Aku menggubris peringatan Lia itu dengan santai. "Tenang saja," jawabku tersenyum.

Kenapa aku begitu ramah kepada Wanita ini? Jangan bilang aku menyukainya. Namun, masalah suka itu hal yang wajar saja, karena Lia adalah Wanita populer di kampus. Baiklah! Baiklah! Aku tidak akan mengelak, jadi kuakui diriku memang terpesona kepada wanita ini, hanya saja sisi lainnya menasehati untuk segera sadar, membuat kesadaran ini secara otomatis memaksaku untuk mundur.

Secara tiba-tiba bunyi klakson mobil mengejutkanku dari arah belakang. Aku menoleh ke arah suara klakson itu, dan melihat mobil sport ayah Lia di jalan. Itulah alasan kenapa aku harus sadar.

"Jemputanku sudah datang. Aku duluan ya Ki! Bye!" ucap Lia, seraya melambaikan tangan.

Bersamaan dengan Lia yang pergi, Jared tiba-tiba datang menepuk bahuku. Membuatku cukup kaget dengan pukulan lemahnya yang terasa sangat padat. Mengingat tubuh atletis yang dia miliki kurasa itu cukup menjelaskan.

"Kenapa tidak menembaknya di hari perpisahan?" tanya Jared kepadaku.

“Kau tidak lihat dia pulang pakai apa?” jawabku.

Namun, fokus kami teralihkan dengan hal yang membuatku sempat menelan ludah. Mataku tak bisa berhenti menatap ke depan, membayangkan buah peach milik Lia yang bergetar dari belakang.

Aku dan Jared saling merangkul dan bersamaan mengarahkan pandangan kami mengikuti buah peach milik Lia yang mulai masuk ke dalam mobil sport milik ayahnya. Hanya saja, pandangan kami tiba-tiba terhalang oleh tubuh Wanita yang sedang berpose memegang pinggang. Dia adalah Siska yang dengan lihai menarik telinga Jared dengan satu tangan.

"Aw! Aw! Sakit!" Jared berseru saat telinga merahnya diseret oleh Siska. Kejadian itu membuatku tertawa cukup lepas. Dan Siska pun melambai padaku seraya pergi dengan telinga Jared yang tak henti ia tarik.

‘Aku punya teman-teman yang hebat.’ pikirku.

Dan tak lama bayang-bayang Heri muncul dalam benak. Sebelumnya aku berniat untuk melacak jejak Heri lebih awal, hanya saja niat itu aku kurung sementara karena aku harus fokus dengan acara akhir sidangku. Dan sekarang kuputuskan untuk melacaknya hari ini.

‘Menurutku ada yang janggal. Heri tidak mungkin menghilang begitu saja. Terlebih ini sudah di akhir jalan, aku tidak yakin Heri mau meninggalkan semua hal yang sudah dia perjuangkan selama empat tahun. Tidak masuk akal, ya kan?! Jadi Heri onani dengan pohon pisang itu lebih masuk akal, ketimbang dia merelakan akhir kuliahnya hanya untuk pergi bersama seorang wanita.’

Namun, sekarang bukan waktu yang tepat marah-marah di dalam pikiran, karena saat ini Siska dan Jared sudah tak terlihat lagi dari pandanganku, dan kampus juga sudah sepi. Ini adalah kesempatanku kembali ke dalam Kampus untuk memeriksa loker Heri. Siapa tahu mendapatkan sedikit petunjuk di sana. Walaupun aku tidak berharap banyak.

Hari sudah sore, aku yakin Kampus tidak ada orang lagi selain Petugas Keamanan, dan para junior juga sedang libur karena hari ini masih masa tenang akhir semester. Harusnya tidak ada orang, harapku. Aku pun segera menyelinap masuk ke dalam Kampus, melewati beberapa tempat hingga sampai di ruang Petugas Administrasi.

‘Biasanya kunci loker mahasiswa disimpan di sini,’ pikirku, sembari kubuka pelan pintu yang sedikit berbunyi.

Aku pun masuk dan membuka semua hal yang bisa dibuka di ruangan itu, tetapi aku tidak bisa menemukan kuncinya.

"Sial!" Keluhku seraya bersandar pada tembok dengan hati yang kesal karena harus pulang tanpa mendapatkan apa-apa.

Sesaat pikiranku merenung dengan pandangan ke depan, dan secara tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara ponsel yang berbunyi cukup lantang. Aku sontak mengambil ponsel itu di saku, dan menutup lubang pengeras suaranya dengan harapan tidak terdengar oleh Petugas Keamanan. Hanya saja, aku dibuat sangat terkejut. Setelah memeriksa layar ponsel yang bertuliskan nama orang yang sudah menghilang selama seminggu.

[Panggilan tak terjawab: Heri]

“Heri?!”

Aku seketika membeku setelah mengetahui orang yang kucari ternyata menelponku, tetapi aku tidak memiliki kesempatan untuk mengangkat panggilan itu. Aku pun segera berinisiatif menelponnya balik, tetapi yang menjawab hanyalah bunyi Bip! Bip! Bip! Kemudian telepon itu mati.

Tak lama dering pesan masuk berbunyi, aku mulai memeriksanya dan ternyata ini pesan dari Heri. Aku ingin secepatnya membuka pesan itu, hanya saja tiba-tiba aku merasa berhati-hati. Aku terdiam sesaat berpikir, ‘Apa ini benar-benar Heri? Tidak seperti biasanya. Tapi …., ya sudahlah. Aku harus memeriksa isi pesannya.’

Dengan penuh kekhawatiran, aku menekan tombol layar ponselku untuk mengetahui isi pesan yang dikirim oleh Heri. Layar itupun mengubah bentuknya dan memunculkan teks-teks yang bertuliskan, [Teman anda membutuhkan bantuan dalam permainan. Apakah anda ingin membantu? Jika iya, klik link di bawah. htt*s:**stayalive*c*m*kaditula*botlinks*]

"A-apa ini?" gumamku ketika melihat isi pesan dengan teks link aneh seperti penipu online biasanya, tetapi pesan ini berasal dari kontak sahabatku, Heri, ia mengirim pesan permintaan tolong.

Aku tanpa pikir panjang menekan link aneh itu, dan layar ponselku pun berpindah ke sebuah website baru dengan tulisan [Buat Akun Baru], dan di bawahnya terdapat kolom kosong dengan tulisan [Nama]. Aku segera mengetik tombol ponsel untuk mengisi kolom itu dengan namaku sendiri, setelah itu kutekan [OK]. Layar berpindah lagi, dan sekarang diawali sebuah loading berlogo kelinci memegang pistol yang bertuliskan, [Bunny Bang!]

Aku bersabar menunggu kelinci itu memakan wortel dengan seksama, tetapi karena rasa penasaranku terlalu luar biasa, aku mendekatkan wajahku ke layar ponsel hingga pandangan ini sedikit silau. Namun, tiba-tiba! Kelinci itu keluar dari layar dan menggigit bahu kananku. Aku sontak kaget dan tak sengaja melempar ponsel ke arah dinding, tetapi tidak melihat Kelinci pada layar ponsel yang sudah pecah di lantai.

‘Apa itu tadi?! Ilusi?!’

Aku mulai merasa pusing dan tidak enak badan. Kupegang bahu yang mulai terasa panas dan sakit. Tubuhku pun perlahan lemas dan jatuh ke arah lantai, bersamaan dengan kesadaranku yang perlahan mulai memudar.

"A-aku! Ah ...."

Terpopuler

Comments

Ra dhiraemon

Ra dhiraemon

Halo izin mampir di sini

2023-10-06

1

Nov Tomic

Nov Tomic

semangat Thor, kuncinya konsisten aja biar jadi karya yang bagus

2023-10-05

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!