‘A-apa yang terjadi?’ Itulah kata pertama yang terbesit di pikiranku ketika aku terbangun dari pingsan. Kebingungan untuk mengingat hal yang barusan terjadi, kupegang keningku dan kucoba mengingatnya kembali.
“Kelinci barusan nyata?!” tanyaku kepada diri sendiri.
Setelah itu aku termenung sejenak, dan menyadari jika hari tidak lagi senja.
‘Sial! Sudah jam berapa ini?’ pikirku, seraya berlari ingin pulang.
Namun, lariku tiba-tiba tertahan oleh sebuah benda tebal dan dingin yang melingkar di tangan kanan.
"Rantai?" gumamku dengan mulut sedikit terbuka.
Rantai itu berwarna hitam legam melilit erat hampir menyatu pada lengan. Kutatap panjang rantai yang kira-kira dua meter untuk memeriksa ujungnya, dan mencari tahu tentang apa yang sedari tadi menahan lariku. Dan diriku benar-benar dibuat sangat terkejut ketika melihat ujung rantai yang terhubung pada sesuatu. Sesuatu yang tampak hidup.
“A-apa yang ….?” Mulut ini begitu berat untuk menyelesaikan kalimat tanyaku, saat melihat kerah itu melilit erat pada leher Gadis Kecil berambut perak yang sedang duduk jongkok layaknya makhluk berkaki empat. Dia tak henti menggoyangkan ekor tebalnya, sembari memukul lembut badan rantai yang menghasilkan bunyi.
"Hei, ka-kau!" kataku terbata, karena rahangku terasa sangat kaku. Mungkin efek dari pingsan, atau efek melihat seorang gadis yang memiliki ekor tebal sekaligus bertelinga panjang.
Mulutku seketika bungkam, tetapi pikiran ini begitu heboh. ‘Apa yang sudah terjadi?! Siapa yang melakukan ini padaku?! Ini prank kan?! Apa di sini ada kamera?! Tidak! Tidak! Mana mungkin ada prank sampai-sampai aku harus dibius dan dirantai! Ini berbahaya!’
Aku hanya bisa mengeluh dalam kondisi ini, sedangkan Gadis itu tampak hanya menatap kosong padaku dengan mata kuning yang menyala.
Kemudian kutatap perawakan Gadis itu, dan tak sengaja melihat telinga panjangnya sedikit bergerak. Kurasa dia bereaksi dengan suara yang kuhasilkan, tetapi mulutnya tidak menjawab.
Aku berjalan pelan menuju Gadis yang duduk seperti hewan kaki empat itu, hingga aku sampai berdiri di hadapannya. Setelah itu aku dengan seksama menyimak bentuk wajahnya, dia memiliki bibir tipis merah muda, hidungnya mancung, kulitnya putih sedikit pucat, matanya berbinar terang dengan bintik-bintik coklat di sekitar kelopak mata. Tidak bisa kupungkiri, Gadis ini sangat cantik dan begitu menggemaskan.
Aku dengan rasa penasaran bertanya, "Siapa yang mengikat kita dengan rantai ini?"
Dia hanya menjawab, "Hem! Hem!" Dan kembali diam memperhatikanku.
Kusentuh pelan rambutnya untuk memeriksa telinga besar yang sedari tadi dapat bergerak. Aku kira itu adalah mainan, tetapi nyatanya ini benar-benar telinga yang menempel erat pada kepala.
"Kau ini? Makhluk apa?” tanyaku keheranan, “Kau setengah rakun, kah?!"
Namun, tidak tahu kenapa? Aku merasa tidak asing dengan wajah cantiknya. Aku berpikir diriku pernah melihat, bahkan mungkin meraba kulit wajah Gadis ini sehingga aku sempat melontarkan kata, “Apa kita pernah berte–” Hanya saja mulut ini seketika tertahan ketika otak ini mulai perlahan mengenang memori yang kubuang sejak lama.
‘Dia mirip Marry,’ pikirku.
Merry adalah teman masa kecilku yang sudah meninggal sepuluh tahun lalu, tetapi diriku sangat yakin ini hanyalah kebetulan, dan kata, ‘Kurasa cuma mirip.’ Sudah cukup memberiku alasan.
Saat ini aku tak lagi terniat ingin cepat pulang sebelum terlepas dari rantai ini. Aku pun mencoba sedikit cara dengan mencoba memotongnya menggunakan pemotong rumput yang kuambil di Gudang Kampus, tetapi benakku malah menghina. ‘Yang benar saja? Memotong rantai besi dengan pemotong rumput? Aku benar-benar bodoh.’
Kehabisan akal, aku lantas mengambil cangkul yang tersandar pada dinding, setelah itu berjalan ke area yang lebih luas. Merasa tempat yang kupijak sudah cukup aman, aku segera membuat gaya memutar dengan kedua tangan di atas, lalu kupukulkan moncong cangkul pada badan rantai itu hingga aku kelelahan.
"Argh! Sial! Capeknya!"
Namun, ternyata upayaku tidak membuahkan hasil sedikitpun, karena rantai ini benar-benar kokoh, sedikit goresan pun tidak ada. Aku hanya bisa tersandar lemas pada dinding di dekatku, dan cangkul di tangan pun terlepas. Aku hanya bisa menatap telapak lembutku yang tampak sudah memerah, dan terasa perih ketika dikepalkan, dan aku sadar jika tangan ini belum pernah melakukan pekerjaan kasar sebelumnya.
Kemudian, aku menoleh ke arah Gadis Kecil yang sedari tadi hanya diam menatapku. "Orang tuamu pasti khawatir," kataku kepada gadis kecil dengan nafas sedikit tersengal.
Gadis kecil tidak menjawab, membuatku sesaat menghela nafas dengan pikiran yang benar-benar bingung. ‘Kenapa aku harus terjebak dalam situasi ini? Ini tidak masuk akal! Sial! Apa yang harus kulakukan sekarang? Tapi …., Gadis ini tampak sangat aneh. Dia terlalu tenang di tengah situasi rumit seperti ini. Tidak seperti anak kecil biasanya. Bahkan matanya tidak berkedip ketika cangkul menghantam rantai yang mengikatnya. Benar-benar gadis yang aneh. Terlebih lagi dia sangat penurut, mungkin karena dia masih anak-anak. Kurasa aku harus mencari tahu tentangnya.’
"Apa kau punya nama?" tanyaku kepada Gadis Kecil
"Hem! Hem!" sahut si Gadis Kecil dengan jawaban yang sama seperti sebelumnya, membuatku tidak memiliki banyak pilihan lain, kecuali pergi meminta bantuan. Kurasa hanya itu yang bisa kulakukan sekarang, tetapi sebelum mewujudkan hal itu, aku masih punya kendala.
‘Bagaimana caraku membawanya keluar? Telinga dan ekor ini terlalu mencolok,’ pikirku, ‘Apa bawa ke rumah saja? Benar juga, hanya itu yang bisa kulakukan. Aku harus jelaskan kepada Ayah dan Ibu setelah pulang nanti.’
Aku merasa diriku sudah cukup membulatkan tekad untuk membawa Gadis Kecil ini mampir ke rumah. Dan berharap Ayah ataupun Ibu mau mendengarkan penjelasanku. Aku pun segera menyelinap membawa Gadis Kecil.
Saat kami melewati ruang keamanan, aku melihat Petugas Keamanan yang sedang tertidur lelap di kursi empuknya. Dan di dalamnya tak sengaja aku menatap jam dinding sekolah yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.
‘Jam 12?!’ pikirku keheranan, ‘Sial! Aku pingsan lama banget!’
Seusai kami keluar dari dalam Kampus, aku segera menuntun Gadis Kecil ke arah biasanya aku pulang.
Di tengah jalan, aku menoleh ke arah sekitar yang tampak toko-toko sudah tutup semua. Dan entah kenapa malam ini terasa lebih mencekam. Seperti ada yang terus mengawasi, aku yakin hawa dingin ini bukan berasal dari alam, tetapi seseorang yang mengintai dari balik bayangan. Ditambah kami berdua yang terus diam membuat hati kecilku menjadi tidak karuan rasa.
‘Berawal dari link yang dikirim oleh Heri, terus gigitan kelinci, terus Gadis Kecil yang diikat bersamaku. Apakah semua ini hanyalah halusinasi? Tunggu, apakah aku masih tidur?!’
Aku segera meraba kedua pipiku dengan telapak tangan yang beku.
‘Sialan, ada rasanya. Kalau gitu aku pasti dikerjai orang lain. Aku harus menangkapnya, dan memukulinya.’
Saat itu renungan malamku terganggu oleh suara nafas yang terdengar cukup dalam. Aku sontak berhenti melangkah lalu menoleh ke arah suara itu, dan tampak wajah Gadis Kecil sangat mengantuk. Dia membuka lebar mulutnya hingga terlihat gigi taring yang lucu, dan matanya sedikit berair seraya menatapku.
Aku dengan segera mendekatinya, dan bertanya, "Sudah mengantuk, ya?"
Gadis Kecil menjawab, "Hem! Hem!"
Aku yakin ia kelelahan karena terlalu aktif di dalam Kampus waktu lalu, jadi kuputuskan mengulurkan tangan lalu menggendong tubuh mungilnya. Aku pun kembali lanjut berjalan, dan tak lupa sesekali menoleh ke arah Gadis Kecil yang kugendong.
‘Tampaknya dia sudah tidur,’ pikirku.
Sekarang aku sudah memasuki jalan raya yang masih ramai dengan mobil-mobil yang lewat, membuatku menjadi sedikit lebih berani. Namun, aku merasa ada yang aneh lagi, ketika jalanan mulai menjadi sepi, bahkan saking sepinya, bunyi jangkrik pun bergema. Aku sontak menoleh ke arah belakang, dan tidak ada satupun mobil yang tampak. Hal ini sontak membuat keberanian kecilku spontan lenyap.
Lampu-lampu jalanan yang berjejer di atas trotoar terus kulewati tanpa henti, tetapi ada beberapa lampu yang tampak rusak di depanku. Cahayanya kadang hidup, kadang mati, dan terus terjadi berulang kali.
Rasanya aku ingin berlari saja saat angin dingin menyentuh lembut leher belakangku. Bahkan bulu kudukku meremang, ketika melihat tumpukan sampah bergerak seperti hidup. Hanya saja yang kulihat di sana hanyalah tikus kecil yang sedang membawa keju kecil di mulutnya, lalu lari ketika melihatku yang terkejut.
Aku pun lanjut bergerak maju dengan tatapan penuh kewaspadaan. Ini terasa tidak biasa. Seperti ada yang mengawasiku.
Dan tiba-tiba .... Ding! Muncul bunyi yang membuat langkahku terhenti. Bunyi itu berasal dari benda aneh berbentuk persegi dengan latar belakang berwarna hitam. Layaknya layar ponsel yang mengambang dengan tulisan, [Peringatan! Ada musuh di dekat anda!]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments