5

Hari sudah malam, saat ini Laura sedang berada disebuah rumah sakit tempat ibunya bekerja. Ia datang kemari bermaksud untuk menemui ibunya yang tengah bertugas untuk mengajaknya pulang bersama.

Saat ia berjalan pada sebuah lorong yang ada dirumah sakit ini, ia melihat ibunya tengah berbincang-bincang dengan dua orang lelaki didepan sebuah ruang periksa. Ia pun berjalan menghampiri kearahnya, sebenarnya tidak bermaksud untuk menganggunya tetapi berharap dengan kedatangannya membuat ibunya merasa senang atas kehadirannya.

Ibunya yang melihat kehadiran Laura disebelahnya pun terkejut.

"Eh nak, kenapa kamu tiba-tiba sudah ada disini?"

"Aku ingin mengajak ibu untuk pulang bersama."

Dua orang lelaki yang ada didepan ibunya pun ikut terkejut melihat kedatangan dan perbincangan Laura dengan ibu dokter tersebut.

"Eh apa ini Laura anakmu?" Tanya seorang lelaki paruh baya yang sepertinya datang bersama anak laki-laki yang ada disebelahnya.

"Owh iya Chandra kenalkan ini anak perempuanku satu-satunya." Ucapnya memperkenalkan Laura kepada teman ibunya semasa kuliah tersebut.

"Saya Laura om." Ucapnya sembari mengulurkan tangan untuk bersalaman kepada lelaki tersebut.

"Saya Chandra sahabat ibu dan ayahmu dulu semasa kami berkuliah."

"Oh iya perkenalkan juga ini anak bungsu saya, namanya Devan." Lanjutnya yang lalu juga memperkenalkan anak laki-lakinya yang sudah berdiri disebelahnya dari tadi untuk menemani sang ayah berkonsultasi mengenai pernafasannya.

"Perkenalkan nama saya Devan." Ucapnya sembari mengulurkan tangannya yang lalu disambut oleh juluran tangan Laura.

"Laura." Sejenak keduanya saling bertatapan saling memandang satu sama lain sebelum tangan mereka saling terlepas.

"Emm.. ohya bagaimana kalau kita besanan saja ma." Tanya Chandra kepada ibu Isma. Ibu Isma yang mendengar perkataan sahabatnya itu hanya bisa menyunggingkan senyum.

"Aku rasa mereka ini sangat cocok, bukankah sudah sama-sama kita menginginkan seorang cucu." Tambahnya lagi, lalu Bu Isma melirik kearah Laura yang ada disebelahnya.

"Aku terserah mereka saja bagaimana, kalau keduanya sama-sama cocok. Yaah.. lebih bagusnya kan kita nikahkan saja." Ucap ibu Isma yang langsung mendapatkan senggolan dari Laura tepat dilengan tangannya.

'ibu ini apa-apaan sih mengapa dia malah berbicara seperti itu.'

Sementara Devan yang mendengar ucapan dari ibu Isma itu menyunggingkan senyum merasa jika dirinya seperti telah mendapatkan lampu hijau untuk mendekati Laura.

"Kalau begitu biarkan mereka saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu." Ucap Chandra yang juga lalu melirik kearah anaknya.

Setelah perbincangan mereka seputar perkenalan Laura dan Devan selesai Laura segera menarik lengan tangan ibunya untuk mengajaknya pulang Dengan alasan sudah malam. Chandra yang melihatnya pun merasa tidak enak jika masih ingin berbicara lebih banyak lagi.

"Kalau begitu lebih baik kita pulang terlebih dahulu, kita lanjutkan pertemuan kita dilain waktu. Oh ya bagaimana kalau kalian pulang bersama kita." Ucap Chandra berniat untuk menawarkan Laura dan ibu Isma untuk pulang bersama.

"Lebih baik Bu Isma dan Laura pulang bersama kita, karena hari sudah petang, sepertinya juga susah untuk mendapatkan taksi di jam segini." Timpal Devan yang sengaja membujuk Laura dan ibunya karena berniat untuk mengenal Laura lebih dekat.

Laura sebenarnya ingin menolak tawaran dari Chandra dan Devan karena ia merasa seperti keduanya memanfaatkan kesempatan ini untuk mendekatkan dirinya dengan Devan. Tetapi penolakan itu ia urungkan karena ibunya lebih dulu menerima tawaran tersebut.

Selanjutnya mereka berempat berjalan menuju parkiran mobil dan masuk kedalam mobil tersebut, dengan Devan yang mengemudi mobil tersebut serta Laura yang duduk disebelahnya. Sementara ibu Isma dan Chandra duduk dibangku belakang.

Kemudian Laura menjelaskan dimana alamat rumahnya. Selama diperjalanan Laura merasa tidak nyaman dengan posisinya. Devan terus mengajaknya berbicara, tetapi Laura hanya menjawabnya dengan singkat saja. Karena dirinya memang tidak begitu respect dengan sikap Devan yang terlihat seperti ingin mengenal Laura lebih jauh.

Setelah berbincang-bincang sunyi kembali menghampiri mereka sampai padah akhirnya mobil tersebut berhenti disebuah halaman rumah sederhana yang bernuansa putih.

Setelahnya Laura segera melepas kaitan dari seatbelt yang tersedia dimobil tersebut, awalnya Laura nampak terlihat kesusahan saat akan melepaskan kaitan tersebut lalu Devan berniat untuk membantunya.

"Kemari biar aku bantu melepaskannya"

"Tidak usah aku bisa melakukannya sendiri." Tolak Laura sembari terus berusaha membuka kaitan tersebut namun tetap saja terasa susah.

'ini kenapa sih terasa susah sekali, kenapa dengan posisi yang seperti ini selalu saja ada kesempatan yang diberikan untuk devan' ucapnya dalam hati, alhasil Laura menyerah ia hanya bisa diam saat Devan mencoba mendekat kearahnya lalu mengulurkan tangannya untuk meraih kaitan seatbelt tersebut dan berusaha membukanya, sekali tekan kaitan tersebut langsung terbuka. Setelah itu Devan tidak langsung kembali kepada posisi duduknya, tetapi dia malah memandangi wajah Laura. Laura merasa risih dengan tingkah yang dilakukan Devan saat ini, kemudia ia berujar untuk menyadarkan Devan dari posisinya saat ini.

"Emm.. maaf Devan sepertinya aku dan ibuku harus segera turun dan masuk kedalam." Ucapnya yang lalu Devan pun ikut menggeser posisi duduknya.

Laura memandang sekilas kearah bangku belakang, kemudian membuka pintu mobil dan turun dari mobil tersebut. Tak lupa juga Laura dan ibunya berpamitan terlebih dahulu.

***

Keesokan harinya saat jam istirahat kantor telah tiba, Sofia datang menghampiri Laura yang masih berada didalam ruangannya.

"Lau, kau tidak apa kan?" Tanyanya sembari mengelus lembut lengan tangan Laura. Sementara Laura sendiri merasa heran dan bingung dengan perlakuan dari temannya sendiri.

"Aku tidak apa sof, memangnya aku kenapa?"

"Kemarin Tuan Arthur memintaku untuk menghubungimu, apakah telah terjadi sesuatu dengan mu."

"Tuan Arthur memarahiku." Ucapnya yang seketika itu membuat Sofia terkejut.

"Oh iya, lalu bagaimana kenapa Tuan Arthur bisa marah kepadamu memang nya kamu punya salah apa kau?" Tanyanya kembali yang membuat Laura merasa pusing dengan pertanyaan Sofia.

"Aku tidak bisa menjawab, perutku lapar."

"Haaa..." Sofia yang mendengar jawaban dari temannya tersebut sedikit melongo merasakan ada yang aneh dengan sahabatnya saat ini.

Lalu Laura berjalan keluar ruangan melewati Sofia yang masih bingung dengan sikapnya begitu saja.

"Lau.. tunggu aku." Teriak Sofia meminta Laura untuk menunggu nya. Kemudian dia berjalan mengejar Laura yang sudah sedikit jauh meninggalkannya saat ini.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!