Setelah tiba di desa, anak-anak kecil terlihat berlarian mengiringi mobil Alya yang di kemudikan Malik.
Nurul dan Grace yang berada di kursi paling belakang juga terlihat senang melihat anak-anak itu seolah sedang menyambut mereka.
"Rumahnya jauh-jauh ya, katak di villa golf" kata Grace yang rumahnya memang di villa golf.
"Tapi gak sebesar di villa golf atau di Hunian Indah kan, tuh kecil-kecil rumahnya. Kayaknya yang paling bagus yang di depan tadi ya, itu yang di jalan depan itu" kata Alya.
"Itu sebenarnya jalan belakang sayang, jalan depan desa ada di sana. Aku cuma mau mempersingkat waktu makanya lewat jalan belakang..."
"Ih sayang, aku traveling nih kamu bilang jalan belakang jalan depan" kata Alya yang langsung berniat merangkul Malik.
Tapi belum juga gadis itu merangkul Malik, dia merasa bahunya begitu berat seperti tidak di perbolehkan merangkul Malik.
"Yuk turun, itu rumah nenekku" kata Malik.
"Eh iya, itu mobil ayah kamu" kata Jovan yang juga langsung membuka pintu mobil dan langsung melipat kursinya supaya Grace dan Nurul bisa keluar juga dari dalam mobil.
Tapi saat semuanya tampak berjalan ke arah rumah nenek Malik. Alya merasa sangat kesulitan membuka pintu.
"Eh, bantuin dong. Ini pintunya susah di buka" kata Alya mengejutkan yang lain, tapi tidak dengan Ikbal.
Ikbal memang sejak tadi merasakan aura yang tidak enak, dan tidak nyaman. Tapi karena dia tidak memiliki six sense, hanya sering beribadah dan membuatnya mempunyai insting lebih tajam saja. Dia juga tidak tahu apa yang sebenarnya ada di mobil mereka.
Tapi melihat Alya yang kesulitan menutup kaca jendela mobil. Lalu kesulitan membuka pintu mobil. Ikbal sepertinya tahu masalahnya dimana.
Malik yang perduli pada kekasihnya itu bergegas menghampiri Alya. Tapi masih juga tidak bisa membuka pintu mobil.
"Sayang, ini kuncinya sudah di buka loh. Kok gak bisa?" tanya Malik heran.
Karena setahunya mobil kekasihnya itu baru di beli beberapa bulan yang lalu. Semuanya masih bagus, masih baru.
Ikbal yang merasa perasaannya semakin tidak enak, lantas meminta Alya keluar lewat pintu sebelahnya.
"Al, keluar lewat sini saja" kata Ikbal yang sebelumnya telah menepuk pintu bagian lain dengan sebelumnya mengucapkan beberapa kalimat yang dia tahu bisa melindungi diri dari hal-hal yang terlihat dan tidak terlihat.
Benar saja, setelah Ikbal menepuk pintu sebelahnya. Alya bisa bergerak kesana dan keluar dari dalam mobil.
"Kak, itu yang satu lagi gak ikut turun?" tanya seorang anak kecil laki-laki yang berkepala pelontos dan memakai kaos kebesaran. Bukan oversize, itu benar-benar kebesaran.
Keenamnya pun mengernyitkan kening, tapi Jovan lantas merubah ekspresi herannya menjadi kekehan kecil.
"Dasar bocil, tuh anak pasti ngerjain kita. Ayo masuk, aku mau ke kamar mandi nih" kaya Jovan yang menyentuh bagian bawahnya tanpa malu padahal di sana ada tiga orang wanita yang langsung memalingkan wajahnya dari sana.
"Jovan ih, kebiasaan. Malu pegang itu depan ciwi-ciwi lah" omel Grace.
Jovan malah terkekeh. Dia pun segera merangkul Malik dan mengajaknya untuk masuk.
"Kak, itu temannya manggil-manggil dari dalam mobil, itu kepalanya nongol" teriak anak yang tadi lagi lalu berlari ke arah jalan kecil mengejar teman-temannya yang sudah lumayan jauh darinya.
Grace yang mendengar itu langsung merangkul lengan Nurul.
"Ih tuh anak ngomong apaan sih, kita kan sudah turun semua" kata Grace sedikit cemas.
Grace juga berusaha melihat ke arah mobil, dan dia tidak melihat siapapun di sana.
"Anak desa biasanya jujur kan ya, kok anak itu jahil banget sih" kata Grace lagi.
"Halah, pasti sektenya Jovan junior tuh, gak ngotak" kata Alya yang langsung mengikuti Malik dan Jovan.
Nurul juga berusaha melihat ke arah mobil, tapi dia juga tidak melihat apapun. Begitu pula Ikbal. Hingga mereka pun mengabaikan apa yang dikatakan oleh anak kecil itu dan masuk ke dalam rumah Malik.
Di rumahnya, anak kecil tadi berlari mendekati ibunya yang sedang memasak di dapur menggunakan tungku dan kayu bakar.
"Ibu, ibu... itu kakak yang waktu itu datang Magrib Magrib itu yang bawa om Tansil itu, datang lagi. Dia ikut di dalam mobil cucunya nenek Seruni" kata anak itu pada ibunya.
Ibunya langsung mengangkat alisnya dan melebarkan matanya.
"Kamu bilang apa Bejo?" tanya ibunya Bejo yang tiba-tiba tangannya langsung gemetaran.
"Itu ibu, Kakak yang waktu itu marah karena om Tansil buang air sembarangan di rumahnya katanya, lalu om Tansil di tarik pas Magrib itu. Bejo lihat om Tansil di tarik ke jalan menuju belakang desa..."
Mendengar anaknya bercerita seperti itu, sang ibu langsung memeluk erat anaknya.
"Bejo, Bejo gak bohong kan?" tanya ibunya yang baru mendengar hal itu untuk pertama kali.
Pasalnya salah seorang warga desa bernama Tansil itu memang menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Dan tidak ada yang tahu dimana keberadaannya. Karena memang tidak ada yang melihatnya pergi dari rumah selepas magrib dia kembali dari ladangnya di belakang desa.
Bejo menggelengkan kepalanya.
"Gak Bu, Bejo lihat pas mau berangkat ke surau sama teman-teman. Tapi teman-teman tidak ada yang percaya pada Bejo, katanya mereka tidak lihat siapapun di rumah om Tansil" kata Bejo lagi.
"Kakak itu bicara pada Bejo?" tanya ibunya Bejo, Suci.
Bejo pun menggelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak Bu, tapi Bejo dengar kakak itu berteriak keras sekali. Kamu harus membersihkan kotoran mu sendiri, kamu sudah berani buang air di rumahku. Bersihkan kotoran mu. Begitu katanya, dan dia menarik rambut gondrong om Tansil, di tarik Bu sepanjang jalan. Terus pas Bejo mau lihat om Tansil di bawa kemana, Bejo di panggil sama pak ustad" kata Bejo begitu polos dan tanpa rasa takut sama sekali saat menceritakan semua itu pada ibunya.
Padahal ibunya sudah sangat gemetaran. Ibunya benar-benar ketakutan. Dia memang ingat mitos atau entah apa itu, yang di ceritakan turun menurun oleh keluarganya. Yang mengatakan kalau berjalan di depan rumah tua yang ada di belakang desa, maka berpura-pura lah tidak melihat rumah itu ada di sana. Jangan menoleh, apalagi tertawa.
Selama ini Suci selalu melakukan apa yang di katakan oleh ibunya itu. Makanya dia sama sekali tidak pernah di ganggu. Tapi anaknya itu istimewa, anaknya lahir saat bulan purnama malam ke 15. Suci bahkan sering melihat anaknya tertawa sendiri di pojok rumah atau di kebun, seperti bicara dengan seseorang.
Suci mulai sangat khawatir, apakah cucu nenek Seruni sudah melakukan kesalahan. Sampai penghuni rumah tua itu mengikuti mereka.
***
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Elisabeth Ratna Susanti
wah, kalau keren nih Iqbal
2024-01-09
1
Natasya
bukan cuma ibu saja, saya yang baca juga gemetaran
2023-10-09
2
Natasya
kenapa Bejo gak bilang sama pak ustad
2023-10-09
2