Sesampainya Clarrisa di rumah ....
Tria sudah menunggunya dan Satya juga ada disana.
“Kamu kemana dulu lama sekali?” tanya Tria.
“Aku menyelesaikan pemotretan yang harusnya di kerjakan besok. Tumben nanyain?” tanya Clarrisa.
“Hmmm ... duduklah!” pinta Tria.
Clarrisa sama sekali tidak menceritakan kejadian yang baru saja ia alami.
“Clarrisa cucuku, bagaimana keputusanmu? Apakah kau setuju untuk menikah dengan Galih?” tanya Satya tiba-tiba.
Clarrisa menghela nafas panjang, bersandar pada sofa. Malas untuk menjawab pertanyaan kakeknya itu. Akan tetapi, saat nama Galih di sebut, Clarrisa teringat kejadian yang baru saja terjadi.
“Aku tidak mengucapkan terima kasih pada Galih karena menolongku. Tadi saat melihat wajahnya aku kesal karena harus menikah dengannya! Aku jadi merasa tidak enak,” batin Clarrisa.
“Clar, kakekmu bertanya padamu.” Tria menepuk pundak Clarrisa dan menyadarkannya dari lamunan tentang Galih.
“Apa sih, Ma?” cetus Clarrisa.
“Kau setuju menikah dengan Galih?” timpal Satya.
“Please, kek. Apa gak ada cara lain lagi?” tanya Clarrisa.
“Tidak ada cara lain lagi. Selama ada Rendy di samping Galih semuanya akan mustahil, kakek curiga kalau Rendy-lah yang mengatur semuanya dan Galih hanya di jadikan alat olehnya,” tutur Satya.
“Iya Clar, pikirkan bagaimana kakek Pras dari nol membangun perusahaan sampai sebesar sekarang, tapi di manfaatkan oleh orang lain yang bukan dari bagian keluarga kita!” timpal Tria.
“Lakukanlah demi kakek Pras ... kamu mainkan perasaan Galih lalu setelah itu kau dapat dengan mudah menyuruh Galih menandatangani seluruh berkas harta warisan!” tutur Satya.
“Apa itu tidak jahat?” tanya Clarrisa.
“Siapa disini yang jahat? Kita hanya mengambil apa yang seharusnya menjadi hak kita. Baiklah ... kau harus setuju dan besok kakek akan bicara dengannya,” ujar Satya.
“Tapi kek—“
“Sudah nurut saja. Ini hanya sementara!” timpal Tria.
“Kakek akan istirahat!” Satya bangkit dari duduknya dan berlalu pergi ke kamar di susul oleh Tria yang juga pergi ke kamarnya.
Clarrisa masih bersandar di sofa dengan merengut sembari membayangkan apa yang terjadi jika dirinya menikah dengan Galih.
“Oh my god aku harus menikah dengan lelaki kampungan itu. Gaya rambutnya kuno, pakaian gak modis. Dia terlihat sepuluh tahun lebih tua dari usianya!” gumam Clarrisa.
Beberapa saat terdiam, ia memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan berhenti memikirkan persoalan pernikahan.
Sementara itu, Galih terdiam mematung di hadapan foto Tuan Pras yang terpajang dan memandanginya.
Kehilangan masih ia rasakan, segala kebaikan Tuan Pras sangat berjasa dalam hidupnya.
“Sebisaku aku akan menjaga amanat yang Tuan berikan. Semoga aku bisa menjadi pemimpin yang bijaksana seperti anda. Semoga anda bahagia di surga sana,” gumam Galih.
Keesokan harinya ....
Satya mendatangi kantor Galih dan menemuinya untuk membicarakan pernikahan. Mungkin lebih tepatnya membawa lamaran untuk Galih.
“Apakah harus, Rendy juga ikut bicara disini?” tanya Satya dengan tatapan sinisnya.
“Apa ada masalah?” tanya Rendy.
“Saya tidak akan banyak basa-basi. To the point saja, saya adalah adik kandung dari kak Pras dan saya ingin semua harta warisannya juga menjadi milik keluarga. Sementara Galih bukanlah bagian dari keluarga,” tutur Satya.
“Tapi Tuan, semua sudah sangat jelas. Surat wasiat Tuan Pras semua harta warisan di berikan pada Galih dan itu bukan tipuan. Sangat jelas ada notaris yang menyaksikan surat wasiat itu di buat,” jelas Rendy.
Rendy tahu apa yang Satya inginkan. Sikapnya sekarang hanyalah melindungi apa yang sudah Tuan Pras perjuangkan. Ia tahu betul watak dari adik Tuan Pras ini, serakah! Dari dulu pun dia banyak menipu Tuan Pras.
Satya tentu kesal dengan apa yang di katakan oleh Rendy, tetapi ia harus menahan amarahnya.
“Begini, Galih bisa menjadi bagian dari keluarga dengan cara menikahi anggota keluarga saya,” jelas Satya.
Galih terkejut dan pikirannya tidak sampai kesana.
“Maksud anda?” timpal Rendy.
“Saya akan menjodohkan Galih dengan cucu perempuan saya yaitu Clarrisa. Bagaimana? Dengan begitu kau akan menjadi bagian keluarga dan harta warisan akan tetap menjadi milik keluarga,” jelas Satya.
Rendy mengalihkan pandangannya pada Galih yang hanya terdiam. Tentu saja apa yang di katakan Satya itu membuatnya terkejut. Ada sedikit getaran di hatinya, selama ini Galih memang mengagumi Clarrisa. Apalagi di tambah kejadian semalam yang dirinya menyelamatkan Clarrisa.
“Sepertinya ini harus di bicarakan lagi nanti. Sekarang Galih harus memimpin rapat penting,” ujar Rendy.
Satya kesal tidak mendapatkan jawabannya. Akan tetapi, ia harus sabar. Bangkit dari duduknya dan hendak pergi seraya berkata, “pikirkanlah dengan baik, Galih. Saya pikir kau paham apa yang saya maksud.”
Setelah Satya pergi, Rendy bicara pada Galih. “Apa kau berpikir akan menerima itu dan menikahi nona Clarrisa?” tanyanya.
Galih menatap Rendy. “Aku tidak tahu.”
“Kita bahas lagi nanti, sebentar lagi ada rapat. Aku tunggu di ruang rapat.” Rendy berlalu pergi.
Galih bersandar pada kursinya. “Nona Clarrisa ... dia cantik walaupun sikapnya selalu ketus padaku seperti tadi malam. Hmmm ... apa dia setuju menikah denganku? Pasti sebelum menemuiku, Tuan Satya sudah bicara dengan nona Clarrisa.”
Ia mengelus-elus dadanya. “Kenapa hatiku jadi bergetar ya? Kenapa aku terbawa perasaan, ini hanyalah tentang harta warisan bukan tentang perasaan!” gumam Galih.
Ia menepis pikiran-pikiran yang mengganggu lalu pergi keruangan rapat karena di tunggu oleh semua orang.
Clarrisa tidak melakukan pekerjaan dan ia memilih diam di rumah tidak pergi kemana pun. Ia duduk di pinggir kolam renang sembari memainkan ponselnya.
“Aku harus hangout untuk menjernihkan pikiran. Dari semalam susah sekali aku tidur gara-gara memikirkan pernikahan!” gumamnya.
Ponselnya berdering dan itu adalah Mamanya yang menghubungi. Dengan malas ia tetap menjawab panggilannya.
“Ada apa, Ma?” tanyanya.
“Nanti malam kita makan malam bersama, ya. Kakek membuat rencana pertemuan untukmu dan Galih,” ujar Tria dari balik telepon.
“Memangnya dia setuju menikah? gampangan sekali pria itu!” cerca Clarrisa.
“Sudah nurut saja!”
“Gak bisa ... aku sudah ada janji dengan Miley malam ini. Bye ...” Clarrisa mematikan panggilannya.
Kemudian bergegas menghubungi Miley untuk datang ke rumahnya. Setelah Miley setuju, Clarrisa berlari ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi sebelum Tria pulang ia harus sudah tidak ada di rumah.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Clarrisa berada di rumah Miley dan dengan sengaja mematikan ponselnya agar tidak bisa di hubungi.
“Bosen Clar di rumah terus ... keluar yuk? Kayaknya jam segini udah aman deh karena udah lewat jam makan malam,” ujar Miley.
Clarrisa bangkit dari berbaringnya. “Oke ... kita pergi cari hiburan. Lets go! ....”
Clarrisa dan Miley pergi ke sebuah tempat hiburan malam yang biasa mereka kunjungi. Minuman beralkohol sudah biasa jadi konsumsi mereka walaupun Clarrisa akan mabuk jika minum berlebihan.
“Wooow ... beberapa malam gak kesini akhirnya kesini lagi!” ujar Clarrisa seraya menggeleng-gelengkan kepala menikmati musik dj.
“Oke nikmatilah ... aku akan bawakan minuman untukmu!” ujar Miley.
Clarrisa mencari tempat duduk dan menyapa beberapa orang yang di kenalnya.
Sementara itu Galih dan Rendy selesai meeting hendak pulang, tapi Rendy menahan Galih.
“Galih, tunggu ....”
“Ada apa, Pak?” tanyanya.
“Emmmh ... soal tawaran Tuan Satya tadi. Apa kau sudah memikirkannya?” tanya Rendy.
“Aku sampai lupa! Bagaimana pendapat pak Rendy?” tanya Galih balik.
“Begini, kau tahu betul bagaimana Tuan Satya selama ini. Orang yang licik dan penuh tipu muslihat, saat Tuan Pras masih ada pun, dia berkali-kali berbuat curang. Aku pikir itulah alasan kenapa Tuan Pras tidak memberikan seluruh harta warisannya kepada Tuan Satya,” jelas Rendy.
Galih mengangguk dan ia paham apa yang Rendy jelaskan itu.
“Jadi, tidak perlu kau menyetujui tentang pernikahan itu. Pasti ada rencana licik yang sudah di buatnya, apa kau mengerti?” tanya Rendy.
“Ya, aku paham.” Angguk Galih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments