Saat berunding tadi bersama Tria dan Clarrisa, Satya gagal membuat Clarrisa setuju untuk menikah dengan Galih.
“Aku tidak sudi menikah dengannya. Kakek apa-apaan sih? Ide yang sungguh sangat merugikan!” ujar Clarrisa.
“Apa Papa tidak punya ide lain?” sangkal Tria.
“Gak tahu nih kakek! Gak mau pokoknya aku gak mau nikah sama Galih. Ih gak level!” tolak Clarrisa mentah-mentah.
“Syuuuut ... kalian dengarkanlah dulu. Ini hanya pernikahan sementara, setelah Clarrisa berhasil mendapatkan warisan kakek Pras pernikahan akan berakhir!” jelas Satya.
“Aku gak mau!” kekeh Clarrisa. “Suruh saja oranglain.” Sambungnya.
“Hanya kamu yang bisa melakukan ini karena kamulah yang paling di sayang oleh kakek Pras dari sejak kecil,” ujar Satya.
“Sepertinya apa yang kakekmu katakan ada benarnya juga. Ini hanya sementara dan tidak akan berpengaruh apa-apa pada hidupmu,” timpal Tria.
“Kok Mama malah ikut-ikutan kakek? Aku masih muda dan tidak ingin menikah apalagi sama laki-laki kampungan itu. Pokoknya gak mau!” Clarrisa bangkit dari duduknya dan melengos pergi.
Satya mendengus kesal.
“Memangnya tidak ada ide lain, Pa?” tanya Tria.
“Papa akan memikirkannya lagi!” ucap Satya.
Hal itulah yang membuat Satya mendatangi Galih malam-malam. Ia berniat ingin meminta seluruh harta warisan secara terang-terangan.
Galih dengan teliti membaca setiap halaman dan itu sangat jelas adalah berkas pemindahan aset kekayaan milik Pras menjadi nama Satya.
“Apa maksud Tuan ini?” tanya Galih.
“Jangan banyak bertanya! Saya tahu kau bukan orang bodoh dan semestinya kau malu dan sadar diri. Bukan siapa-siapa, tapi menerima warisan begitu saja!” jelas Satya.
Galih sangat menyadari itu, ia memanglah tidak berhak atas semua yang telah di wariskan oleh Tuan Pras.
“Atau jangan-jangan kau sendiri yang mengatur isi surat wasiat itu? Sudah kuduga!” cetus Satya.
“Maaf Tuan, saya tidak tahu apa-apa soal wasiat Tuan Pras dan memang saya juga merasa kalau saya tidaklah berhak ...” jelas Galih.
“Kalau kau sudah merasa seperti itu, tandatanganilah! Saya adik kandungnya dan sangat berhak atas semua warisan kakak,” ujar Satya.
Galih berpikir jika apa yang di katakan itu ada benarnya, tidak ada salahnya jika warisan itu jatuh ke tangan orang yang berhak.
Tidak lama kemudian Rendy datang.
“Jangan lakukan itu!”
Sontak pandangan Satya tertuju pada Rendy yang baru muncul dari pintu. Tatapannya tajam, ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi.
“Pak Rendy ...” tatap Galih.
“Sudah sangat jelas pengacara menjelaskan isi surat wasiat itu. Semua harta warisan di serahkan pada Galih. Dengan segala syarat dan ketentuan yang sudah di tentukan oleh Tuan Pras sendiri. Jadi, anda tidak bisa mengambilnya begitu saja!” jelas Rendy.
Tanpa banyak bicara, Satya berdiri dari duduknya dan meraih berkas dari tangan Galih lalu setelah itu melengos pergi tanpa berpamitan.
“Bagus kau menghubungiku. Lain kali jangan lakukan apapun tanpa sepengetahuanku. Jangan pernah bubuhkan tandatangan apapun di berkas-berkas yang tidak jelas karena mulai sekarang tandatanganmu itu sangat penting,” jelas Rendy.
Galih mengangguk. “akan tetapi, apa yang di katakan oleh Tuan Satya ada benarnya juga. Aku tidak berhak atas semua warisan itu.”
“Jangan pikirkan hal apapun! Besok datanglah ke kantor seperti biasa. Statusmu mulai besok sudah berubah menjadi seorang CEO,” jelas Rendy.
“Baiklah ...” Galih mengangguk.
Setelah pembicaraan selesai, Rendy kembali pulang dan Galih pergi ke kamarnya untuk beristirahat setelah seharian sibuk di pemakaman Tuan Pras.
Hari yang baru membuat semuanya begitu terasa berbeda. Galih pergi ke kantor seperti biasanya dengan mobil sederhana yang di belinya sendiri dari uang tabungan yang ia kumpulkan. Penampilannya yang sederhana dan tidak modis memang tidak menunjukkan dirinya seperti seorang CEO dan itu menutupi ketampanannya.
Rendy dan yang lainnya sudah menyambut kedatangan Galih bahkan ia juga mengundang orang-orang penting perusahaan termasuk Satya.
Semua orang tidak masalah Galih menjadi pengganti Pras. Selama hampir sepuluh tahun ia sudah masuk ke dalam perusahaan dan empat tahun terakhir menjalankan perusahaan tanpa Pras karena sudah sangat renta harus banyak istirahat dan hanya mengawasi dari rumah.
“Saya mengucapkan terima kasih atas sambutannya. Jujur hari ini masih sama dengan hari kemarin masih dalam keadaan duka, tapi kehidupan harus tetap berlanjut. Saya berdiri disini masih Galih yang sebelumnya, tidak ada bedanya. Dari usia, saya masih terbilang muda dan tentu kalian semua adalah orang-orang hebat yang punya pengalaman jauh lebih banyak dari saya. Jadi, saya harap kita semua bisa bekerja sama dengan baik dan tidak perlu segan menegur saya jika memang saya salah. Mohon kerjasamanya ...” Galih membungkukkan badannya.
Setelah selesai orang-orang yang hadir memberikan selamat dan juga wejangan-wejangannya. Walaupun ada satu atau dua orang yang kurang menyukainya, tapi Rendy mengatakan untuk tidak memedulikannya. Termasuk Satya yang sangat jelas tidak suka jika Galih menjadi pemimpin perusahaan. Ia pergi tanpa bicara sepatah kata pun pada Galih dan Rendy.
“Tuan Satya sepertinya marah padaku,” ujar Galih.
“Jangan hiraukan dia! Fokus saja pada perusahaan. Lagi pula dia tidak terlalu penting di perusahaan ini, hanya karena adiknya Tuan Pras dia ada disini.” Rendy menepuk pundak Galih seraya tersenyum.
Setelah itu Rendy membawa Galih ke ruangan barunya dan ia juga sudah menyiapkan seorang asisten pribadi yang akan membantunya.
“Galih, ini adalah Fika asisten pribadi yang akan membantumu,” ujar Rendy.
“Lalu pak Rendy?” tanya Galih. Selama ini Rendy adalah asisten sekaligus tangan kanan Tuan Pras.
“Tenang saja, aku akan tetap melakukan pekerjaan yang sama seperti sebelumnya. Akan tetapi, seperti apa yang ada dalam wasiat Tuan Pras, aku mengawasi perusahaan-perusahaan cabang juga dan mungkin tidak akan setiap hari ada di sisimu,” jelas Rendy.
“Baiklah aku mengerti ...” angguk Galih.
Sementara itu Satya pergi ke kantornya dan menemui Tria yang menduduki jabatan direktur keuangan di perusahaannya itu.
“Buuuugh ...” pintu terbuka dengan kencang membuat Tria terkejut.
“Papa ... apa yang terjadi padamu?” tanya Tria khawatir lalu ia memberikannya segelas air.
“Papa sangat kesal!”
“Minumlah dulu ...” suruh Tria.
Satya meneguk habis minumannya. “Papa sangat kesal melihat si Galih berbicara di hadapan semua orang dan dia sekarang menjadi pemimpin perusahaan!” keluhnya.
“Apa Papa tidak punya rencana lain lagi? Biasanya selalu punya rencana-rencana briliant?” tanya Tria.
“Sangat mudah sebenarnya Papa menaklukkan Galih, hanya saja Rendy selalu ikut campur!” jawab Satya.
“Apalagi dia mendapat wasiat yang membuatnya semakin besar kepala! Aku juga sangat muak melihatnya,” ujar Tria.
“Makanya itu, hanya Clarrisa yang mampu melakukan itu semua mengambil seluruh harta warisan kakakku! Dengan memainkan perasaan Galih itu akan lebih mudah. Sepertinya Papa juga sempat mendengar kalau Galih menyukai Clarrisa. Itu akan sangat bagus,” tutur Satya.
“Papa sudah mendengar jawaban Clarrisa kemarin, dia tidak mau!” jawab Tria.
“Kalau begitu itu menjadi tugasmu untuk membujuk Clarrisa agar mau menikah dengan Galih!” ujar Satya seraya melengos pergi.
Tria menepuk keningnya merasa pusing. ia tahu jika itu adalah hal yang sulit. Clarrisa sangat keras kepala dan sulit di atur. Bagaimana ia harus membujuknya sampai mau?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments