Galih menuju perjalanan pulang. Saat di tengah jalan, temannya menghubungi akan membayar hutang padanya. Akan tetapi, ia mengajak bertemu di tempat hiburan malam. Galih mengiyakan ajakannya karena temannya memaksa.
Sampai di club, Galih mencari keberadaan temannya. Setelah bertemu ia berbincang-bincang sebentar sembari menikmati minuman soda yang di pesannya.
“Lama banget kita tidak bertemu. Aku minta maaf baru bisa mengembalikan uangmu, soalnya bisnisku berkembang begitu lambat,” ujar Alex temannya itu.
“Santai saja! Kau harus tetap semangat menjalani bisnismu walaupun berkembang sangat lambat, yakinlah suatu hari nanti bisnismu akan semakin besar.” Galih menyemangati temannya itu.
Alex mengeluarkan sebuah kartu dan memberikannya pada Galih.
“Apa ini?” tanya Galih.
“Itu kartu bisa kau gunakan jika datang ke tempat gym-ku. Nanti kau bisa ng-gym sepuasnya gratis!” jelas Alex.
“Oke ... aku simpan ini.”
“Kau harus melatih otot-ototmu ini. Lihatlah dirimu terlihat sepuluh tahun lebih tua, tidak segar sama sekali!” ujar Alex.
“Aku sibuk mengurus perusahaan!” jawab Galih.
Memang benar apa yang Alex katakan, Galih terlihat tidak fresh karena selama ini yang di pikirkan hanyalah pekerjaan dan pekerjaan. Dirinya sendiri abai ia pikirkan, bahkan selama hidupnya ia tidak pernah mempunyai pacar.
“Kalau gitu aku balik duluan. Sampai bertemu lain waktu!” Galih bangkit dari duduknya dan berjalan ke pintu keluar.
Saat akan pergi, langkah Galih terhenti. Ia melihat ke arah satu meja dan disana ada Clarrisa yang sedang mabuk-mabukan bersama seorang teman wanitanya dan tiga orang pria.
“Nona Clarrisa ...” Galih berjalan mendekati mejanya dan keadaan Clarrisa sangat buruk.
Seorang pria di sampingnya terus menjejali Clarrisa dengan minuman keras padahal kondisi Clarrisa sudah terlihat tidak berdaya.
Sementara itu Miley dan seorang pria lainnya hendak pergi. “eh ... aku pergi duluan ya, nanti susul saja. Sudah aku booking kamar juga untuk kalian!” ucapnya setengah sadar.
Pria itu mengangguk setuju lalu Miley pergi lebih dulu.
Galih tahu setiap kebiasaan Clarrisa, ia merasa kasihan apalagi selama ini Tuan Pras begitu menyayangi dan memanjakannya. Pergaulan dan kurang perhatian orang tua membuatnya bermain bebas seperti ini.
Karena tidak ingin terjadi apa-apa pada Clarrisa. Galih memutuskan untuk membawanya pulang.
“Nona ayolah pulang bersamaku,” ucap Galih bicara tepat di telinganya karena musik yang kencang.
Clarrisa melihat pada Galih dengan kesadaran yang semakin hilang.
“Aku mau tetap disini. Sana-sana pergilah!” ucap Clarrisa terbata.
“Heh ... jangan pegang-pegang perempuanku, ya ...” ujar si pria itu seraya sempoyongan.
Galih mendorong sedikit pria itu dan dia tersungkur ke lantai. Lalu dengan cepat ia memapah Clarrisa keluar dari club dan memasukannya ke dalam mobil.
“Aku masih mau senang-senang. Aku malas pulang!” ucap Clarrisa melantur.
Galih memasangkan sitbelt lalu melajukan mobilnya tanpa bicara apapun lagi.
“Hemmm kasihan sekali dirimu Nona!” gumam Galih.
Galih melajukan mobilnya menuju rumah Clarrisa. Sesekali melirik pada Clarrisa yang sudah tidak sadarkan diri.
Sampai di rumahnya, Galih mencoba membangunkannya, tapi tidak bangun-bangun. Lalu memutuskan untuk menggendongnya. Mengetuk pintu rumah dan cukup lama menunggu pintu di buka.
Pintu terbuka dan pelayan yang membukanya.
“Tolong, panggilkan ibu. Nona Clarrisa tidak sadar,” ujar Galih lalu ia menidurkannya di sofa.
Saat melepaskan tangannya, tiba-tiba Clarrisa menarik tangan Galih.
“Jangan pergi dariku ... jangan tinggalkan aku ...” lirih Clarrisa.
“Nona, apa kau sudah sadar?” tanya Galih.
Clarrisa membuka sedikit matanya dan melihat pada Galih. Hati Galih kembali bergetar, melihatnya begitu dekat wajahnya begitu jelas terlihat sangat cantik.
Akan tetapi, rasa mual sudah tidak tertahankan lagi sehingga Clarrisa muntah dan mengenai pakaian Galih yang masih berada di dekatnya.
“Hemmm ... ya Tuhan. Bajuku basah!” gumam Galih. Ia berdiri dan membersihkannya dengan tisu yang ada di meja.
Sampai akhirnya Tria dan semua orang datang menghampiri Galih.
“Ada apa ini? Apa yang terjadi pada Clarrisa?” tanya Tria seraya menghampirinya yang terbaring di sofa.
“Kau bersama Clarrisa?” tanya Satya pada Galih.
“Maaf Tuan, saya menemukan Nona Clarrisa di club malam. Keadaannya tidak baik dan saya membawanya pulang,” jawab Galih.
“Kenapa dia sampai seperti ini? Dengan siapa pergi kesana?” tanya Tria.
“Saya melihat satu perempuan dan tiga orang pria yang bersama Nona Clarrisa,” jawab Galih jujur.
“Arnold, bawa Clarrisa ke kamarnya,” suruh Satya.
Arnold menggendong Clarrisa untuk di bawa ke kamar. Satya mendekat pada Tria seraya berbisik. “gunakan kesempatan ini dengan baik!”
Tria langsung paham dengan apa yang di katakan oleh Papanya itu.
“Bajumu kotor!” ujar Tria.
“Ah ini tidak apa-apa, Nyonya ...” ujar Galih.
“Tadinya saya akan mengajakmu makan malam, tapi karena Clarrisa ada urusan jadi membatalkannya. Tidak tahunya Clarrisa malah seperti ini,” ujar Satya.
Tria mulai memainkan dramanya, ia sedikit terisak. “Begitulah Clarrisa, tidak ada yang memperhatikan karena aku sangat sibuk di kantor dan dia juga sepertinya salah pergaulan.”
“Makanya itu, Galih, selain apa yang saya katakan tadi di kantor padamu. Saya juga ingin kalau Clarrisa mendapatkan pendamping hidup yang baik dan dewasa sepertimu,” jelas Satya.
“Baiklah ... jangan pikirkan hal ini sekarang!” sambung Satya.
“Tidak apa-apa. Kalau begitu, saya pulang dulu, ini sudah larut. Selamat malam, Tuan, Nyonya ...” Galih berlalu pergi setelah berpamitan.
Selang beberapa saat setelah Galih pergi, Satya bertepuk tangan dan tersenyum lebar.
“Ini jalan yang bagus! Pasti dia akan setuju dengan cepat untuk menikah dengan Clarrisa,” ujarnya.
“Iya, Pa. Aku juga melihat kalau Galih bersimpati pada Clarrisa. Dengan begitu kita akan dengan cepat menguasai harta warisan kakek Pras,” tutur Tria.
Alih-alih khawatir pada keadaan Clarrisa, dirinya malah lebih fokus pada harta warisan itu.
Arnold yang mendengar pembicaraan mereka hanya menggelengkan kepala. Tidak habis pikir dengan apa yang Papa dan kakaknya itu lakukan.
Arnold memang berbeda dan ia juga mempunyai bisnis sendiri. Sebuah restoran mewah dan ternama di kota yang sudah memiliki beberapa cabang.
"Merek hanya memikirkan harta dan harta. Tidak puas dengan apa yang sudah di miliki saat ini, serakah dan kurang bersyukur. Terserah merekalah! Aku tidak ingin terlibat di dalamnya," gumam Arnold.
Sementara itu, Galih sampai di rumah. Ia pergi membersihkan diri, bau muntahan Clarrisa begitu menyengat di tubuhnya.
Setelah selesai, ia menjatuhkan tubuhnya di tempat tidur. Menatap langit-langit kamar yang redup.
“Apa aku setuju saja untuk menikah dengan Nona Clarrisa? Sepertinya dia juga butuh pelindung. Dua kali aku menemukannya dalam masalah!” gumamnya.
Apakah Galih akan setuju?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments