Tria sengaja datang ke tempat pemotretan Clarrisa.
“Semoga aku bisa membujuknya!” gumam Tria.
Ia menyapa semua orang yang di lewatinya dengan ramah. Lalu menghampiri asisten Clarrisa yang sedang melihat jalannya pemotretan.
“Zaki ...” Tria menepuk pundaknya.
“Omg ... Nyonya ... anda mengagetkan saja!” cetusnya dengan tingkah yang gemulai.
“Clarrisa belum selesai?” tanyanya.
“Nyonya bisa lihat sendiri!” tunjuknya pada Clarrisa yang sedang bergaya.
Clarrisa menjadi brand ambasador lipstik merek ternama.
“Ya saya lihat! Maksudnya masih lama atau tidak selesainya?” jelas Tria.
“Baru aja setengah jalan. Mungkin akan selesai dalam dua jam,” jawab Zaki.
“Panggil sana suruh istirahat. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan dengan Clarrisa!” suruh Tria.
“Tanggung nyonya sebentar lagi,” jawab Zaki.
“Eh kau mau mencoba tidak patuh pada saya, ya? Apa mau kau saya pecat?” ujar Tria dengan nada suara yang meninggi.
Clarrisa mendengar suara ibunya itu dan meminta izin untuk beristirahat kemudian menghampiri Zaki dan Mamanya.
“Kalian kenapa ribut-ribut sih? Malu-maluin!” ujar Clarrisa.
“Ada hal penting yang ingin Mama bicarakan padamu!” Tria menarik tangan Clarrisa dan membawanya keluar dari ruangan pemotretan.
“Ya Tuhan ... ada apa sih, Ma? Emang gak bisa di bicarain nanti di rumah? Aku masih kerja harus profesional,” ujar Clarrisa.
“Cuman sebentar!”
“Apa? Bicaralah sekarang. Aku tidak bisa lama-lama,” jawab Clarrisa.
“Oke ... ini masih sama tentang pembahasan kemarin, soal dirimu yang tidak mau membantu kakekmu.” Tria menjelaskannya.
“Kemarin sudah sangat jelas dan aku tidak mau!” kekeh Clarrisa.
“Clar, coba pikirkan lagi. Ini semua demi keluarga kita. Apa kamu tidak kasihan pada kakek Pras, dia berjuang puluhan tahun membangun perusahaan sampai sebesar sekarang dan kamu lihat sekarang malah di pegang oleh orang lain yang sama sekali tidak ada ikatan darah keluarga,” jelas Tria.
“Aku malas memikirkan itu! Sudahlah Mama pulang saja,” suruh Clarrisa.
Tria harus berusaha keras untuk bisa membujuk Clarrisa. Bagaimana pun caranya ini tidak boleh gagal lagi.
Ia membuat wajahnya terlihat menyedihkan seraya berkata, “Clar, Mama tahu betul bagaimana kakek Pras sangat menyayangimu. Selalu memanjakanmu seperti cucu kandungnya sendiri. Mama yakin kalau semua ini adalah konspirasi Galih dan Rendy.”
Apa yang di katakan Tria membuat Clarrisa kepikiran. Itu semua ada benarnya, sejak kecil kakek Pras sangat menyayanginya begitupun Clarrisa. Bahkan jika di bandingkan dengan kakek Satya sendiri, ia lebih menyayangi kakek Pras.
“Clar, pikirkanlah baik-baik.”
“Tapi, Ma. Apa tidak ada cara lain lagi? Ya maksudnya tidak perlu menikah dengan dia. Mama tahu sendiri, kan, dia udah tua dan gayanya juga kampungan! Aku loh, modis, cantik, banyak cowok tampan yang ngejar, masih muda juga masa harus nikah sama cowok kayak gitu?” tutur Clarrisa.
“Ini cuman sementara dan pura-pura aja, sayang ...” bujuk Tria.
“Ya Tuhan ... aku tidak bisa membayangkannya.” Clarrisa bergidik. “Lebih baik sekarang Mama pulang dan kita bahas lagi nanti di rumah. Aku masih ada pemotretan!” sambungnya.
“Oke ... Mama tunggu kamu di rumah. Mama harap kamu bisa memikirkannya lagi, ini semua demi kebaikan keluarga kita dan juga demi mendiang kakekmu. Dia pasti tidak tenang di alam sana,” ujar Tria.
“Ya udah nanti aja bahasnya! Bye ... aku kerja lagi. Muuuaaach ...” Clarrisa mengecup pipi Tria lalu melengos pergi.
“Semoga saja Clarrisa berubah pikiran dan dia mau menikah dengan Galih!” gumamnya seraya pergi meninggalkan tempat pemotretan Clarrisa.
Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Clarrisa baru selesai pemotretan dan bersiap untuk pulang.
“Mau pergi kemana dulu?” tanya Zaki.
“Pulang ajalah, aku lelah!” jawab Clarrisa.
“Hemmm ... tumben amat, biasanya maksa mesti dugem dulu baru balik kalo udah teler!” celetuk Zaki.
“Aduh jangan cerewet deh! Pusing! Aku lagi males, lagian ada urusan keluarga yang harus di selesaikan dan Miley juga lagi di luar kota!” jelas Clarrisa.
“Oke deh kita langsung pulang!” ujar Zaki.
Mereka berjalan ke parkiran dan masuk ke mobilnya. Clarrisa lebih senang menyetir sendiri tanpa pakai sopir atau kadang-kadang Zaki yang sopiri.
“Zak, sebenarnya aku ingin minta pendapatmu. Menurutmu apa aku harus menuruti keluargaku untuk menikah demi menyelamatkan harta warisan kakek Pras?” tanya Clarrisa.
“What? Kamu di jodohin?” Zaki terkejut.
“Itu ide gila kakekku!” jawab Clarrisa.
“Ya Tuhan Clar ... ini zaman udah modern bukan zaman Siti Nurbaya lagi,” ujar Zaki.
“Ya aku juga gak mau,” cetus Clarrisa.
“Ya bagus jangan mau. Kamu loh masih umur dua puluh satu tahun, karir udah mulai naik bagus. Bukannya kamu ada rencana akan mengambil pendidikan S2 di Amerika?” ujar Zaki.
“Tapi Kakek dan Mamaku malah menyuruhku menikah!” keluh Clarrisa.
“Eh, tapi sama siapa kamu akan di jodohkan?” tanya Zaki penasaran.
“Hmmm gak penting!”
“Ganteng gak? Atau dia kaya raya?” Zaki semakin penasaran.
“Galih! Kau tahu dia, kan? Sepertinya pernah bertemu beberapa kali,” ujar Clarrisa.
Zaki mengingat-ingat nama itu sampai bola matanya berputar-putar seakan mau keluar.
“Aaaahhaaaa ...” teriak Zaki. “Dia!”
Itu membuat Clarrisa terkejut dan menghentikan mobilnya dengan mendadak sampai akhirnya dari belakang ada yang menabraknya.
“Buuugh ....”
“Ya Tuhan, kita di tabrak!” celetuk Zaki.
“Ya ini semua gara-gara kamu karena berteriak mengejutkanku!” jawab Clarrisa.
Clarrisa dan Zaki turun dari mobil dan menghampiri mobil di belakangnya.
“Hey ... keluar kau?” Panggil Clarrisa lantang seraya mengetuk kaca mobil.
Pria dari dalam mobil itu keluar dengan agak sempoyongan dan nafas berbau alkohol yang begitu menyengat.
“Iiiyuuuh ... kau mabuk ternyata!” keluh Clarrisa.
“Hey cantikkk ... maaf ya aku tidak sengaja menabrak mobilmu. Salahmu sendiri karena mengerem mendadak, aku tidak jadi marah karena ternyata kamu sangat cantik!” Pria itu malah menggoda Clarrisa.
“Clar ... udahlah kita pergi, gak usah di ladenin orang kayak gini!” ajak Zaki.
Clarrisa mengernyitkan dahinya dan tidak banyak bicara lagi ia berbalik badan untuk kembali ke mobilnya. Akan tetapi, pria itu menarik tangan Clarrisa dengan kuat dan menyenderkan tubuh Clarrisa ke mobilnya.
“Mau kemana, sayang?” ujarnya dengan senyuman nakal.
Tubuhnya yang kekar membuat Clarrisa sulit untuk menghindar.
“Apa-apaan hey ... lepaskan!” ujar Clarrisa.
“Clar ...” Zaki hendak menyelamatkan Clarrisa, tapi pria lainnya yang bersama pria itu menahan Zaki. “Eh–eh lepaskan ... tolong ... tolong ....”
“Cantiknya ....”
“Cuuuih!” Clarrisa meludahi pria itu.
Akan tetapi, pria itu malah tertawa senang dan mengusapkan ludah Clarrisa ke seluruh wajahnya. Itu semakin membuat Clarrisa ketakutan.
“Tolong ... tolong ...” teriak Clarrisa.
“Tidak ada orang disini sepi. Kamu cantik juga, bagaimana kalau jadi simpenan om?” ucapnya.
“Aku tidak sudi! Lepaskan ... tolong ... tolong ....”
Saat hendak menyentuh pipi Clarrisa, seseorang datang dan menarik kerah baju pria itu sehingga terlepaslah Clarrisa dari cengkeramannya.
Memukulinya sampai babak belur lalu pria itu memohon ampun dan masuk ke dalam mobilnya kemudian pergi meninggalkan mereka.
“Ya Tuhan Clarrisa, apa kamu baik-baik saja?” tanya Zaki.
“Aku takut Zak!”
“Tenang saja, sepertinya orang yang menolong kita orang-orang baik!” ujar Zaki.
“Kalian tidak apa-apa?” tanyanya.
Clarrisa melirik pada pria yang menolongnya itu dan terkejut saat tahu kalau yang menolongnya itu adalah Galih.
“Nona Clarrisa?” tanya Galih.
“Galih!” ujar Clarrisa.
“Haaahhh ... benar itu Galih, Clar ...” bisik Zaki.
“Kalian tidak apa-apa?” tanya Galih lagi.
“Ka–kami baik-baik saja ...” jawab Zaki gagap.
Clarrisa menarik tangan Zaki dan masuk ke mobilnya berlalu pergi tanpa bicara dan menjawab Galih.
“Hemmm ... sudah di tolong, tapi tidak berterima kasih!” cetus Vito orang yang bersama Galih.
“Biar saja, tidak apa-apa yang penting mereka selamat,” jawab Galih. Kemudian ia kembali ke mobil dan melanjutkan perjalannya.
“Untung aku mengenali mobil Nona Clarrisa dan bisa menyelamatkannya dari orang-orang jahat itu. Jika tidak, maka ntah apa yang akan terjadi padanya?” batin Galih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments