Maham sama sekali tidak berusaha untuk mencegah kepergian Aira. Ia hanya memandangi punggung Aira yang menjauh darinya.
Sementara Aira segera kembali ke ruangan semula. Namun, tidak ada siapapun disana. Baik itu kedua orangtua Maham, atupun ibunya. Kemana semua orang? Bahkan tasnya yang tadi tergeletak di atas meja juga sudah tidak ada. Padahal disana ada kunci mobil dan ponselnya juga. Sekarang, bagaimana dia akan menghubungi ibunya?
Aira berjalan keluar dan berencana untuk meminjam telfon pihak restoran. Namun langkahnya berhenti ketika Maham tiba-tiba sudah ada di hadapannya.
“Kenapa tidak jadi masuk?” tanya Maham.
“Mereka sudah pergi. Bahkan Mama meninggalkanku disini. Ya ampun,” keluh Aira kesal tapi berusaha untuk tidak menunjukkan kekesalannya itu karna malu kepada Maham. “Maaf, tapi, apa aku boleh meminjam ponselmu sebentar?” Aira memberanikan diri walau dirinya sendiripun menganggap itu sangat tidak sopan.
Maham hanya diam namun tetap memberikan ponselnya kepada Aira. Dengan wajah yang malu, Aira menerima ponsel Maham dan segera menghubungi ibunya. Untuk Aira hafal nomor ibunya.
“Ma? Ini aku. Mama dimana?” tanya Aira ketika telfon sudah tersambung.
‘Sayang, maaf Mama pulang lebih dulu.’
“Kenapa Mama pulang lebih dulu? Mama bahkan tidak meninggalkan tasku. Bagaimana Aira akan pulang?”
‘Kamu minta saja Maham mengantarmu.’
Aira hanya mendengus kesal mendengar jawaban ibunya itu sambil melirik kepada Maham. bagaimana dia akan meminta Maham untuk mengantarkannya? Dia baru saja menolak pria itu.
Aira memutus sambungan telfon dan mengembalikan ponsel kepada Maham. Lelaki itu meneliti wajah kesal dan kebingunan dari Aira. Satu-satunya solusi yang terlintas di fikiran Aira adalah, ia akan pulang naik taksi dan akan membayarnya di rumah nanti.
“Terimakasih.” Ujarnya kepada Maham. Lelaki itu hanya mengangguk. “Kalau begitu aku permisi.” Pamit Aira kemudian pergi keluar restoran. Ia berdiri di pinggir jalan untuk mencari taksi.
10 menit sudah berlalu dan Aira belum menemukan taksinya. Ia masih berdiri di pinggir jalan dan menunggu, sampai sebuah mobil sedan berwarna hitam berhenti di depannya. Aira memperhatikan kaca mobil yang turun sehingga ia bisa melihat Maham yang duduk di balik kemudinya.
“Masuklah. Aku akan mengantarmu,” tawar Maham.
“Tidak perlu. Aku naik taksi saja.”
“Malam-malam begini bahaya. Masuklah.” Maham setengah memaksa. Pria itu bahkan membukakan pintu mobil untuk Aira dari dalam.
Rasanya ingin terus menolak tawaran Maham. Tapi ia teringat dengan berita beberapa hari yang lalu, bahwa ada seorang perempuan yang di lecehkan oleh supir taksi. Sepertinya, menerima tawaran Maham saat ini, itu lebih baik.
“Baiklah.” Akhirnya Aira masuk juga ke dalam mobil Maham.
Maham segera melajukan mobilnya. Aira menunjukkan arah ke rumahnya. Setelah itu, mereka lebih banyak diam. Rasa canggung menyeruak memenuhi ruang mobil. Tidak ada bahan pembicaraan yang bisa mereka obrolkan.
Kalau boleh jujur, sebenarnya Aira lumayan tertarik dengan Maham. Sayang sekali lelaki itu tidak benar-benar menginginkan perjodohan ini. Walau begitu, sama sekali tidak ada perasan kecewa atau sejenisnya.
“Itu rumahku.” Tunjuk Aira pada sebuah rumah berpagar putih yang ada di depan mereka. Maham kemudian menepikan mobinya di depan rumah. “Terimakasih sudah mengantarku,” ujar Aira lagi.
Maham hanya mengangguk saja tanpa menjawab. Setelah memastikan Aira turun dari mobilnya, ia lantas langsung pergi tanpa sepatah katapun kepada gadis itu.
Aira hanya memandangi mobil Maham yang perlahan menghilang dari pandangannya. Setelah menghela nafas ia lantas masuk ke halaman rumahnya. Nampak mobilnya sudah terparkir rapi di garasi yang berarti ibunya sudah ada di rumah.
Eva sedang bersantai menonton TV di ruang tamu. Ia tersenyum melihat kedatangan putrinya. Sementara Aira mendudukkan diri di samping ibunya.
“Bagaimana kencan pertamanya, Kak?” tanya Eva masih dengan mengu lum senyum.
“Tega sekali Mama meninggalanku disana sendirian?” kesal Aira.
“Maaf, sayang. Kami hanya ingin memberi kalian waktu untuk mengenal lebih dekat satu sama lain. Jadi, apa kalian bersenang-senang tadi?”
Terdengar Aira menghela nafar dalam. Kemudian memutar tubuhnya untuk menghadap sang ibu. “Ma, aku rasa, kami tidak cocok. Bolehkan kalau aku menolak perjodohan ini?” hati-hati Aira bicara.
Eva nampak terkejut sesaat. Namun ia segera tersenyum dan membelai kepala putrinya. “Kenapa? Apa yang membuatmu tidak menyukai Maham?”
“Nampaknya, Maham tidak mengiginkan perjodohan ini. Aku rasa, dia punya kekasih.”
Sekarang giliran Eva yang menghela nafas. “Kenapa Desi tidak mengatakan kepada Mama kalau Maham punya kekasih?” Gumamnya kemudian.
“Aku tidak yakin, tapi sepertinya ada masalah dengan mereka.”
“Ya sudah, tidak apa-apa. Mama tidak memaksa. Tapi, apa kamu tertarik dengan dia?”
“Sedikit.” Aira kemudian tersenyum malu. “Ma, aku mau ke kamar dulu, ya.” Pamit Aira kemudian. Eva hanya mengangguki saja.
Aira merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur setelah membersihkan wajahnya. Dia sedang malas untuk mandi. Karna itu dia hanya membersihkan wajahnya saja. Fikirannya menerawang tentang pertemuannya dengan Maham tadi. Dia bisa merasakan pembatas dari lelaki itu.
Di ruang tamu, Eva segera menelfon Desi begitu Aira masuk ke dalam kamarnya. Ia menanyakan status Maham yang menurut cerita Aira sudah memiliki kekasih.
‘Tidak, Va. Itu hanya masalalunya. Mereka sudah lama putus,’ jelas Desi di telfon.
“Begitukah? Maaf, Des, sepertinya putriku tidak ingin melanjutkan perjodohan ini. Karna sejak awal aku tidak ingin memaksanya, jadi sekarang aku menyetujui pilihannya.” dengan berat hati Eva memberitahu temannya itu.
‘Tidak apa-apa. Padahal aku sudah jatuh hati pada putrimu, Va. Aku benar-benar berharap kalau ini akan berhasil.’ Desi terdengar sangat kecewa.
“Mafkan aku, Des.”
‘Tidak, tidak. Mungkin mereka belum menemukan kecocokan. Bolehkan aku meminta nomor Aira? Aku ingin bicara langsung dengannya.’
“Baiklah. Nanti aku kirimkan padamu. Kalau begitu, selamat malam Des.”
‘Malam, Va.’
Sambungan telfon itu terputus tepat setelah Maham masuk ke dalam rumahnya. Desi yang baru saja menelfon Eva hanya memandang tajam kepada putra semata wayangnya itu dengan raut wajah kecewa.
“Mama dengar Aira menolakmu?” tanya Desi begitu Maham duduk di sofa. Maham hanya diam karna tidak tau harus menjawab apa.
“Sudah Mama bilang berkali-kali, Elyen itu hanya masa lalumu. Dia bahkan sudah bertunangan dengan pria lain. Dia sudah melupakanmu, Ham. Mama dan Papa berusaha mencarikanmu pendamping hidup terbaik. Gadis yang lebih baik dari Elyen dan Mama melihat itu pada diri Aira. Tapi apa? kamu malah mengecewakan kami semua. Kamu membuat Aira menolakmu. Padahal dia gadis yang manis.” Desi mengutarakan kekecewaannya kepada putranya itu.
“Maham harus apa, Ma? Perasaan Maham tidak bisa terbuka untuk Aira.”
“Bukan tidak bisa. Tapi kamu tidak mau. Kamu tidak memberi kesempatan. Kamu tidak mau mencoba untuk membuka hatimu kepada Aira. Mau sampai kapan kamu bergantung seperti itu dengan masa lalu, Ham? Mama mohon, berhentilah berharap pada hal yang tidak pasti. Aira gadis yang baik. Dia di besarkan oleh Mamanya dengan sangat baik. Apa kamu tidak bisa melihat itu?”
“Maafkan Maham, Ma.” Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Maham. Ia tau ibunya sangat kecewa padanya. Tapi, untuk membuka hati yang sudah tertutup itu, rasanya sangat sulit sekali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
bagus tak payah lanjutkan perjodohan itu karna Maham masih punya masa lalu
2024-03-22
0
Anisatul Azizah
ini bacanya elien?? kaya alien aja ya😅
2023-11-03
0
ria
semangat aira..
maham masih belum bisa lepas dr masa lalux..
2023-10-08
0