“Sayang! apa sudah siap? Jangan lama-lama. Tante Desi sudah menunggu kita!” teriakan Eva terdengar dari lantai bawah.
“Iya, ma. Sebentar.” Aira buru-buru menyelesaikan berdandan. Mematut dirinya di depan cermin lebih dulu dan memastikan penampilannya sempurna, baru setelah itu ia bergegas menemui ibunya. “Ayo, Ma.” Senyum Aira merekah.
“Waw. Anak Mama cantik sekali.” Puji Eva dengan bangga.
Bangga karna sudah mampu membesarkan kedua anaknya seorang diri. Aira adalah putri sulung Eva. Aira punya seorang adik laki-laki yang sedang kuliah di luar negeri, Arion. Setelah di hianati oleh sang suami, Eva bekerja sangat keras untuk menghidupi kedua anaknya. Ia punya sebuah toko roti yang cukup terkenal dan punya beberapa cabang.
“Ma? Kenapa senyum-senyum begitu?” tanya Aira di tengah fokusnya mengemudikan mobil.
“Mama hanya membayangkan, kalau nanti Mama dan Tante Desi menjadi besan, pasti hidup Mama seru sekali.” Jawab Eva dengan tatapan menerawang.
Kalau begini, bagaimana Aira akan menolak keinginan ibunya? Lihatlah tatapan harapan itu, sungguh, Aira sangat tidak tega melihatnya. Karna Aira sangat tau betapa sulitnya Eva membesarkan ia dan adiknya seorang diri.
“Ma, kalau nanti Aira tidak cocok dengan anak Tante Desi, apa Mama akan kecewa?”
Mendengar pertanyaan putrinya itu Eva justru tersenyum. Mengusap kepala putrinya dengan lembut. “Sayang, Mama sudah bilang, semua keputusan ada di tanganmu. Yang akan menjalani pernikahan adalah kamu, Mama hanya memfasilitasi kalian untuk bertemu. Selebihnya, kamu yang akan menentukan pilihanmu sendiri. Tidak usah terlalu memikirkan Mama. Kalaupun kamu menolaknya, Mama tidak apa-apa.” jelas Eva panjang lebar.
Aira juga tersenyum mendengar ucapan ibunya. Dalam hati ia sangat bersyukur karna ibunya tidak memaksanya untuk menerima perjodohan ini. Kalaupun nanti dia menolaknya, ibunya pasti akan tetap berbesar hati menerima keputusannya.
Mobil Aira sudah memasuki halaman sebuah restoran mewah yang ada di kawasan pusat kota. Setelah mobil terparkir sempurna, Aira dan Eva turun dari mobil dan masuk ke dalam bersama. Seorang pegawai menyambut kedatangan mereka dengan hangat.
“Kami datang atas reservasi Ibu Desi,” ujar Eva.
Pegawai itu mengangguk mengerti kemudian mempersilahkan Eva dan Aira untuk menuju ke sebuah ruangan khusus yang ada di dalam.
“Silahkan.” Pegawai itu mempersilahkan mereka untuk masuk setelah mengetuk pintunya.
Eva membuka pintu dan mandapati Desi yang sudah ada di dalam bersama dengan suami dan putranya. Sementara Aira berjalan di belakang ibunya dan tidak berani mengangkat wajahnya.
“Maaf kami terlambat, Des. Putriku ini, kalau berdandan sangat lama.” Seloroh Eva dan di sambut gelak tawa oleh Desi.
“Tidak apa-apa. Namanya juga anak gadis. Jadi kamu Aira?” Desi beralih kepada Aira. Mau tidak mau, Aira mengangkat wajahnya dan menyalami Desi dengan hormat. “Kamu cantik sekali. Ayo, duduk.”
Mereka kemudian duduk dan mulai berbincang. Eva memperkenalkan Aira kepada suami Desi yaitu Guntur.
Aira semakin tidak nyaman ketika putra Desi bahkan tidak mau menatapnya dan malah sibuk dengan ponselnya. Di lihat sekilas sih, tampan. Tapi tunggu, Aira seperti pernah bertemu dengan lelaki itu.
“Aira, ini anak Tante. Namanya Maham.” Desi mulai memperkenalkan Aira dengan putranya.
“Maham.” Guntur memperingatkan agar putranya itu tidak mengabaikan Aira.
Maham menutup ponselnya dan menaruhnya di atas meja. Kemudian ia mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan Aira yan duduk di hadapannya. Aira dan Maham sama-sama mengernyit.
“Pak Pramana?” tanya Aira yang terkejut.
Maham hanya diam saja dan nampak berusaha menetralkan ekspresi wajahnya.
“Kalian sudah saling kenal?” tanya Desi.
“Tidak, Tante. Maksudku, belum. Kami hanya bertemu satu kali.” Jelas Aira. Entah kenapa degup jantungnya menjadi tidak karuan.
“Oh ya? Baguslah. Jadi, bagaimana kesan pertama kamu ketika bertemu dengan Maham?” tanya Guntur yang ternyata tidak kalah antusias dari istrinya.
Aira bingung hendak menjawab apa. Itu hanya petemuan untuk pekerjaan. Dia tidak punya kesan apapun kepada lelaki itu.
“Ehm, Aira tidak tau, Om. Kami hanya bertemu sekilas karna pekerjaan,” jawab Aira lagi.
Maham masih belum membuka mulutnya. Ia hanya terus memperhatikan Aira sampai membuat gadis itu salah tingkah sendiri.
Obrolan terus berlanjut di antara para orang tua. Begitu banyak hal seru yang mereka bicarakan hingga lupa kalau Aira dan Maham hanya diam saja sejak tadi. Semakin lama, Aira semakin merasa bosan.
“Mau keluar?” suara pertama Maham dan kalimat itu tertuju kepada Aira.
Aira mendongak dan menatap Maham yang juga tengah menatapnya. “Boleh.” Jawab Aira sambil mengangguk.
“Ma, Pa, Tante, kami mau keluar dulu.” Pamit Maham kepada para orangtua.
Sepeninggalnya Aira dan Maham, para orangtua tertawa puas. Ternyata itu strategi mereka untuk menguji seberapa pekanya Maham dan Aira. Dan mereka berhasil membuat Maham mengajak Aira untuk pergi.
Maham mengajak Aira untuk pergi ke rooftop. Duduk berdua di pinggir dengan pemandangan kota yang indah. Untuk malam ini kabut tidak menyelimuti kota seperti biasanya sehingga kerlap-kerlip lampu nampak indah memanjakan mata.
“Waaah, indahnya...” gumamnya tanpa sadar. Entah kenapa ia tidak pernah melihat sisi indah kota selama ini. Padahal ini bukan kali pertama ia ada di tempat tinggi.
“Jadi Aira, bagaimana pendapatmu?” kalimat itu membuyarkan lamunan Aira yang sedang menikmati pemandangan kota. Ia mengalihkan pandangan kepada lelaki tampan di hadapannya.
“Tentang apa?”
“Aku.” Jawab Maham singkat. “Apa kau akan menerima perjodohan ini?”
“Aku tidak tau. Kalau kau?”
“Aku tidak masalah. Kalau kamu mau, ayo kita menikah. Tapi kalau kau menolaknya, aku juga tidak apa-apa.”
Apa itu? apa arti kalimatnya itu?
“Apa kau menyukaiku?” selidik Aira kemudian. Karna baginya, pernikahan tanpa cinta hanyalah sebuah kebohongan. Yang saling mencintai saja bisa berpisah, apalagi yang tidak.
“Kita bisa melakukan itu setelah menikah.” Jawaban tepat dari Maham.
“Kau benar-benar ingin menikahiku?” tanya Aira lagi. “Bahkan tanpa perasaan apapun?”
“Kalau boleh jujur, saat ini aku tidak mencintaimu. Karna kita baru bertemu. Tapi siapa yang bisa mengira apa yang akan terjadi selanjutnya?”
“Kau punya kekasih?” Aira mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepalanya.
Kali ini, Maham hanya diam saja. Ia memilih untuk menenggak minumannya.
“Jadi kau punya kekasih. Lantas untuk apa kau ingin menerimaku?”
“Aku tidak punya yang seperti itu. Saat ini statusku single dan aku akan menikah denganmu.”
Raut wajah Maham nampak aneh. Dan Aira bisa membacanya. Gadis itu menyimpulkan, mungkin orangtua Maham tidak menyetujui hubungan Maham dengan kekasihnya sehingga mereka menjodohkan Maham dengannya. Tapi single?
“Aku minta maaf tuan Maham. Tapi aku tidak mau menikah dengan orang yang melakukan ini demi keterpaksaan.”
“Siapa bilang aku terpaksa?”
“Wajahmu. Wajahmu mengatakan kalau kau terpaksa dengan perjodohan ini. Jangan khawatir, aku yang akan bicara dengan para orangtua kalau aku menolakmu.” Aira berkata dengan senyuman. Latas ia segera berdiri dan pergi meninggalkan Maham di sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
susah menerima perjodohan kalau lelaki masih punya kekasih....
2024-03-22
0
ike
hmmm, penasarannnn
2023-12-25
0
fajar Rokman.
mampir thor
2023-11-19
0