Setengah jam berlalu. Sampailah aku di pasar Selo. Selo adalah nama daerah kecamatan di Boyolali dan merupakan salah satu jalan menuju ke puncak Merbabu. Kulanjutkan perjalanan dan setengah jam kemudian, aku sampai di Base Camp kang Bari. Segera aku titipkan motorku di sana, lalu langsung menyusuri jalan setapak ke Bukit Cinta.
Memang, satu jam mengemudikan sepeda motor melintasi jalan yang berliku-liku tadi membuat letih. Tapi, aku tak ingin tiba di Bukit Cinta terlalu siang dan panas.
Entah berapa kali, aku istirahat dan sudah berapa bukit yang aku lalui. Aku tak pernah menghitungnya. Beberapa jam kemudian, sampailah aku di tepi Bukit Cinta.
Sejenak, aku berhenti. Kuamati sekeliling. kulihat sudah banyak berubah. Semak semak, beri, gunung, dan pepohonan serta rerumputan sungguh sudah banyak berubah. Sekarang ini terlihat lebih rimbun dan semakin tinggi. Tapi, berinya belum berubah.
Dari jalan setapak tempat aku berhenti, aku harus berjalan ke arah kiri, keluar dari jalan setapak, kira-kira dua puluh lima meter menembus semak-semak yang semakin lebat agar bisa sampai di tempat aku dan Putri menanam mawar itu dulu. Sengaja aku menanamnya di tempat yang tidak mudah terlihat oleh para pendaki dan tentu saja agar tidak dirusak atau dicabut oleh mereka yang suka pada mawar. Kebetulan hari ini sepi. Tidak banyak pendaki. Hanya tiga orang saja yang ku temui sedang turun. Kata mereka, mereka sudah tiga malam ini nge-camp di puncak.
Aku melanjutkan perjalanan. Semak semak ini membuatku agak kerepotan mencapai tempat mawar itu ditanam. Kusibak semak-semak dan akhirnya sampai juga aku di tempat ini setelah sepuluh menit. Mawar merah ini berada diantara dua batu yang lumayan besar, berjarak kira-kira sepuluh meter dan di antara dua pohon bunga edelweiss yang cukup besar untuk ukuran jenisnya serta satu pohon cemara yang besar dan tinggi. Dua pohon edelweiss dan pohon cemara ini membentuk sudut segitiga sama kaki dengan pohon cemara, berperan sebagai puncak segitiganya. Aku dan Putri dulu menanam tujuh batang bunga mawar merah.
Beberapa saat mengamati tempat ini, kuminum beberapa teguk air. Alhamdulillah, segar! kembali kupandangi mawar-mawar di hadapanku. Terlintas dalam pikiran, kekaguman atas apa yang kulihat. Enam bulan lalu belum seperti ini. Tapi kali ini, mereka sudah menjelma menjadi lebih rimbun dan bertunas, menyebar membentuk seperti taman mawar meski tidak serapi bila dirawat dan dirapikan. Meski demikian, tetap saja membuat mata ini terpesona. Begitu indah. Mereka merekah. Sungguh sungguh indah! Menakjubkan!
Di hadapan mawar ini, aku mencurahkan segala yang kurasakan, semua yang kualami dan yang akan aku lakukan.
"Put, tahun sudah aku menjaga mawar kita. Selama itu pula, aku tak dapat melupakanmu. Tak dapat melupakan kenangan-kenangan saat bersamamu dulu. Bahkan, cinta ini padamu masih tetap kokoh bertengger di atas tahta cintaku. Aku tak tahu apakah kamu akan kembali ke Solo lagi. Selama ini, aku tak dapat mencintai cewek lain selain kamu. Meski telah berusaha untuk mencintai mereka, bahkan yang mirip kamu sekalipun, aku tak mampu, Put!"
Kuhela nafas dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Put, lihatlah! Mawar kita kini telah bertunas dan tumbuh menjadi rimbunan mawar seperti di taman mawar. Indah dan mempesonakan mata yang melihatnya, seperti yang dulu selalu kamu harapkan."
Terlarut aku dalam perasaan dan curahan hatiku.
"Put, dulu di tempat ini, kita sering bercerita tentang kita dan cinta kita serta menghayalkan masa depan yang indah. Membina keluarga yang harmonis, memiliki rumah kecil, memiliki taman bunga dan buah-buahan yang luas di halaman dan sekitar rumah. Tapi, Put, tanpamu semua itu serupa kenangan, harapan kosong, dan sekadar mimpi yang terkubur waktu. Put, segeralah kembali padaku. Lihatlah, aku tersiksa tanpamu."
Sejenak, aku terdiam dan termenung. Terbayang masa lalu saat pertama kali melihat Putri, berkenalan, hingga jadian dengannya....
...****************...
Kurasakan dalam hatiku seolah ada yang menekan. Seperti ada sesuatu yang bakal terjadi padaku, tapi, entahlah! Aku tak peduli akan perasaanku itu dan tetap berangkat sekolah. Kubiarkan perasaan itu mengganggu. Hingga sampai di sekolah pun, perasaan itu masih saja mengikuti.
Tet...tet...teeet...!
Bel tanda istirahat berbunyi.
Semua anak berhamburan dan berdesakan ingin keluar kelas duluan kecuali aku dan temanku, Anggit, temanku yang berasal dari Jogjakarta.
"Dab, ke kantin, yuk! Sambil liat setan setan cantik gitu. Itung itung, cuci matalah!" celoteh Anggit dengan sapaan khas Jogja sambil mengangkat angkat alisnya.
"Iya.. iya..!" jawabku dengan nada malas sambil nyengir plus ngacir di belakangnya.
"Geng, ke kantinnya nggak jadi aja, yah!" katanya ketika diluar pintu. Kali ini, Anggit menggunakan panggilan khas kami untuk memanggil teman akrab.
"Duduk duduk kursi sini aja, deh. Tiba tiba aja, aku males banget nih ke kantin. Nggak papa, kan? Sori, ye...! Hehehe...."
"Dasar kaleng rombeng lu!" komentarku seraya duduk di kursi panjang depan kelas.
Kami pun ngobrol-ngobrol tentang ini dan itu, ke sana kemari seperti lalu lintas yang berlalu lalang. Hingga pada saatnya....
"Geng... Geng...! Cewek cakep, tuh!" tunjuk Anggit ke arah seorang siswi berjilbab di depan kelas sebrang.
Aku pun melihat ke arah yang ditunjukkan. Kulihat seorang siswi yang sumpah! Cuakep abiz! Kulihat dia menuju perpustakaan. Tanpa ku sadari, mataku terus mengikuti langkahnya hingga hilang di balik pintu.
"Hoi...! Naksir ya?!" teriak Anggit mengejutkanku.
Hari hari berlalu hingga akhirnya kejadian itu terjadi tanpa seorang pun membayangkan. Dia tersandung kakiku dan terjatuh. Aku dan Anggit saat itu sedang duduk dan ngobrol di kursi depan kelas seperti biasa.
"Aduh...!" keluhnya sambil merintis.
"Sori... Sori...! Aku nggak sengaja. Sumpah aku nggak sengaja. Sori, ya!" jelasku karena merasa benar benar bersalah.
Kutatap dia. Dia pun sejenak menatap ku seraya tersenyum simpul sambil menata buku buku yang tercecer.
"Sori, ya. Aku bener bener nggak sengaja!" terangku lagi
"Hmm..., nggak papa, kok!" jawabnya singkat seraya tersenyum.
Kubalas senyumannya dengan senyumku. Terpesona aku menatap wajah dan senyumnya yang khas. Baru kali ini, aku melihat senyuman gadis seindah itu, membuatku terlupa untuk berkenalan. Dia pun melangkah menuju kelas bersamaan bel tanda masuk kelas berbunyi.
"Gebe... Gebe... goblok banget!" gerutuku karena lupa berkenalan.
Beberapa hari kemudian, kulihat dia menuju kantin. Tanpa pikir panjang, kuniatkan diri untuk berkenalan dengannya. Kulihat dia duduk sendirian di pojok kantin.
Setelah kupesan minuman, aku menghampirinya.
"Hei, boleh duduk disini?" basa basiku.
"Boleh. Silahkan!" jawabnya sambil tersenyum manis.
Kami ngobrol ngobrol tentang apa saya yang dapat diomongin, bertanya jawab seperti guru dan murid, bagai polisi mengintrogasi tersangka.
"Emm..., o ya, aku Rey. kamu?" tanyaku sambil mengulurkan tangan.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments