Perjuangan Meraih Kesejatian
malam menyambut ku ramah, menidurkan ku dengan berselimut kelelahan dan kepenatan. Aku tak tahu apa yang terjadi dalam diriku. Mimpi mimpi indah tak satu pun datang untuk mengajakku bermain lagi. Itu yang aku tahu. Hingga, kokok ayam jantan terdengar. Dia atas bukit ini, kulihat langit timur merah merona, menyentuhku yang lelah gelisah sejak kejadian itu dan tentu saja karena kepulangannya.
Aku termenung, merenung, dan hanya bisa bertanya. Di mana cinta sejati itu? Di mana kekasih sejati itu? Dimana aku bisa menemukannya? Benarkah ucapan orang orang itu...?
"Teman..., apa yang kamu pikirkan dan mengapa kamu di tempat ini sendirian?"
"astaghfirullah...!" seruku. aku benar benar terkejut!
Suara itu membuyarkan lamunan dan ingatanku pada barisan syair yang pernah aku tuliskan untuk kekasihku. Aku menoleh ke arah datangnya suara itu. Di sebelah kiri ku, ada seorang wanita cantik yang sungguh mirip dengan kekasihku. Terpaku aku menatap sosok yang duduk di sebelah ku ini tanpa tahu apa yang harus aku katakan. Aku hanya mampu terdiam hingga dia kembali berbicara kepadaku dengan nada santun, lembut, dan terdengar begitu berkarisma, mirip sekali dengan gaya kekasihku, seraya menatap mawar yang ada di tangan kiri ku.
"Mengapa kamu petik mawar ini? Untuk apa kamu melakukannya? Apakah kamu tidak merasakan betapa pedih dia menahan sakit? Cobalah, teman, rasakan betapa pedihnya sebagian hatimu saat sebagian yang lain terluka, patah seperti tangkai mawar ini. Tidakkah kamu merasa kasian kepadanya saat dia sedang dan ingin menghabiskan waktu hidupnya untuk menikmati keindahan alam ini, hembusan angin yang lembut, hangatnya mentari pagi, dan pesona jingga cahaya senja? Maafkan aku, teman. aku tak bermaksud untuk melukai perasaanmu dengan kata kataku ini. Tapi, tolong lihatlah! Dia kini terkulai lemah dan melayu sebelum waktunya.
Sejenak aku merenungkan dengan hati dan pikiran atas apa yang dia ucapkan itu. Dengan segala perasaan, aku mengutarakan apa yang aku rasakan di hati dan jiwaku saat ini. Aku berbicara tanpa menatapnya. Pandanganku jauh kedepan seolah menatap sesuatu dengan serius sambil sesekali menghela napas dalam.
"Aku tak tahu apa yang sebenarnya aku lakukan disini. Yang aku tahu, tadi aku bersama kekasihku dengan kerinduan dan cintanya. Tapi kini, dia menghilang tanpa pesan. Dan, aku menunggunya datang menemaniku kembali. Aku sungguh merindukannya. Rindu yang begitu dalam hingga aku tak memikirkan apa yang telah aku lakukan. Sungguh, aku ingin memeluknya seperti tadi dia memeluk dan membelaiku dengan cinta dan kerinduannya.
"Mawar ini untuknya dan akan ku berikan padanya, seperti yang telah aku lakukan di waktu dulu. Aku pernah melakukannya di tempat ini kepadanya. Aku berpikir apa dia sudah tak lagi ingin menemui, bercerita dan memelukku? tapi kenapa? sekejap dia datang, lalu pergi tanpa bayang. Sungguh semua ini melelahkan dan terasa membuatku gila! aku letih dengan kerinduan ini. Tapi, aku tak dapat menepiskan, apalagi menghapusnya. Sesungguhnya apa yang dia inginkan dariku? apa yang telah terjadi padanya? kenapa dia tak pernah memberiku pesan dan sepatah kata pun?!"
Aku berdiri. Dan perlahan, dia mengikuti aku berdiri. Ku pejamkan mata seraya menghela napas panjang dan menghadapkan wajahku ke langit. Kurasakan dia menggenggam jemariku. Kubuka mata seraya menatapnya agak heran.
Dia berbicara "Sebenarnya, kekasihmu kini sudah berada di tempat lain. Kini, duniamu telah berbeda dengan dunia kekasihmu!"
Mendengar itu, hatiku bergetar. Jantungku berdegup sangat kencang. Aku nyaris kehilangan kesadaran. Tubuhku lemas, terduduk, bersimpuh, menunduk bagai budak menghadap sang raja. Dia pun ikut bersimpuh di hadapanku. Tanpa malu malu, aku menangis terisak-isak di hadapannya. Dia perlahan melepaskan genggaman tangannya pada jemariku dan tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aku menatapnya dan terus menatapnya untuk mencari kebenaran dari ucapannya itu. Dai mengusap rambutku, mengecup keningku, dan perlahan dia berdiri sambil menepuk bahu kiri ku. Tanpa sadar, aku mengikutinya berdiri, masih menatapnya untuk mencari kesungguhan atas ucapannya tadi. Aku terus menatapnya karena tak percaya akan ucapannya.
Dai berkata, "Jaga dirimu, teman! relakan dia menghadap - Nya"
"Tidak! tidak! tidak...!!!" Tanpa sadar, aku berteriak lantang
Perlahan, dia melangkah mundur, menjauh sambil melambaikan tangan. Dia tersenyum. Entah apa maksudnya. Mungkin untuk menghibur hatiku yang teriris, mencoba menenangkan aku. Namun, semua itu tak berarti. Hatiku justru malah semakin teriris. Aku masih menatapnya dengan leleran air mata. Kulihat dia berbalik membelakangi ku dan terus melangkah hingga akhirnya benar benar menghilang di balik pohon.
Aku sungguh tak kuasa lagi menahan pedih yang meluap luap laksana ombak yang bergemuruh menghempas batu karang di pantai.
Hatiku sungguh tak dapat menerima semua kenyataan ini. Entah apa yang akan terjadi lagi. Tiba tiba saja, angin bergemuruh kencang, menderu, dan menghempas ku. Ku pejamkan mata ini dan tak pedulikan segala yang akan terjadi padaku nanti.
Tersentak! Tersadar!
Kubuka mataku. Dan, aku telah berada di tempat semula aku berdiri menikmati pagi yang cerah tadi. Sejenak, aku termenung memikirkan yang telah terjadi padaku.
"Kekasihmu sudah berada di tempat lain. Duniamu sudah berbeda dengan dunia kekasihmu! jaga dirimu! relakan dia menghadap - Nya."
Kata kata itu masih mengiang jelas di telinga dan ingatanku. "Astaghfirullah, ya Allah, ampunilah dosaku! jangan biarkan ini jadi kenyataan" doaku.
Ternyata, kerinduanku telah membawaku terlarut dalam khayalan tentang masa lalu bersama kekasihku di Bukit Cinta. Sedikit kurasakan sesak dalam dada memikirkan semua itu dan menahan betapa hebatnya kerinduanku ini.
Di sinilah, di atas bukit di pinggir desaku inilah, ketika itu aku berdiri menikmati sunrise, menenangkan kepenatan pencarian ku atas jawaban misterius yang sampai kini belum ku temukan kebenarannya. Di sebelah kanan bukit di tempat aku berdiri, terbentang persawahan warga. Hamparan tanaman padi bagaikan permadani. Berderet-deret pohon jati tertanam rapi di salah satu lahan yang cukup luas. Sedang, tanaman lainnya begitu subur menghijau. Aroma khasnya membuat perasaan benar benar damai. Udaranya yang bersih sungguh membuat tubuhku terasa nyaman dan segar. Di sebelah kanan persawahan itulah desaku. Warganya memang kebanyakan berprofesi sebagai petani.
Menikmati pemandangan yang ada di hadapanku ini, aku berharap damai akan kurasakan. Sentuhan lembut belaian sang angin menyegarkanku dan hati setiap manusia yang dapat menghargai alam. Semua itu berbalut sentuhan hangat sang mentari dengan warnanya yang merona merah keemasan, menjadikan lukisan jagat ini begitu sempurna.
Kuhirup udara pagi ini perlahan dan dengan mendalamnya perasaanku. Kuhirup segala kesejukannya dan akan mencoba untuk mengisap segala keindahan alam di pagi ini kedalam tubuhku, ke dalam hatiku yang bersemayam sebentuk cinta. Aku mencoba berbagi atas semua yang ku rasakan ini dengan kekasihku.
Di langit, terlihat segumpal awan putih bersih terlukis.
Terlihat seraut wajah cantik berhias kelembutan senyuman. Tatapan matanya yang sebening embun pagi di pucuk pucuk dedaunan rerumputan berkilauan bak intan permata yang memendarkan cahaya mentari yang menerpanya.
Aku begitu mengenali wajah itu. Aku sungguh tak merasa asing dengan kelembutan senyumannya. Mataku begitu akrab dengan tatapan indah matanya. Semua itu telah terlukis di hatiku. Semua itu adalah satu satunya yang mampu menenangkan risau hatiku dan membuatku merasa nyaman. Dia adalah kekasihku. Putri...! sosoknya yang mirip gadis Jepang, anggun, dan berkarakter membuat orang mudah mengingatnya. Ia memiliki gaya unik, sikap elegan, dan tak pernah memakai pakaian seronok yang dapat memperlihatkan aurat, apalagi lekuk lekuk tubuhnya, namun tetap terlihat jelas pesona feminimnya.
Kembali aku menghela napas dalam, menghirup udara di pagi ini sedalam dalamnya. Ku pejamkan mata. Kurasakan getaran kedamaian rindu di hatiku. Masih ku rasakan sentuhan hangat sang mentari dan belaian kelembutan hembusan sang angin yang mengusap kulitku. Lembut, hangat, dan begitu agresif menyusup kedalam aliran darahku. Perlahan namun pasti, semua itu berputar bak ****** beliung. Pelukan rindu kekasih semakin dahsyat. Aku pun terhanyut dalam dekapan kerinduan ini.
Kubuka mata. Aneh! Di mana kekasihku?
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments